"PLAK!" sebuah tamparan keras mendarat di pipiku sesaat setelah mengungkapkan isi hatiku pada seorang gadis. Gadis itu bernama Dina, teman satu universitas. Oia, namaku Soek Kok Kie, mahasiswa Brebes keturunan Cina-Jawa. Entah, sampai sekarang aku pun belum tahu apa arti dari namaku itu. "Kamu ngaca dong! Dari pada jadian sama kamu mendingan sama ucing (kucing maksutnya)!," ucap gadis yang baru saja menggampar pipi tipisku. Gadis itu menggerutu tak jelas sambil lalu meninggalkanku yang tengah berdiri tertunduk lemas. Aku tak tahu mengapa setiap aku mengungkapkan perasaanku, selalu gagal. Kegagalan ini adalah kegagalan ke-97 selama 3 tahun SMA dan 2 tahun menjadi mahasiswa. Tubuhku yang kurus kering serasa membuat para lalat dan semut ikut menangis melihat tragedi ini. Seakan semut merah itu berkata "Dari dulu, begitulah cinta... deritanya tiada akhir.." "dasar semut sialan!"
Masih dalam kepala tertunduk, aku melirik jam tanganku. "Gazwat! Tsubasa udah maen nih!" secepat kilat aku pun balik kanan pulang menuju kosan. Aku tak mau ketinggalan lagi menonton Tsubasa di episode yang ke-37.
Dalam masalah percintaan, aku sangat heran, mengapa sih semua cewek yang aku tembak, selalu mengukurku dari wajah? Sudah tahu wajahku tak jauh beda dengan Kim Boom, eh, malah setiap acara penembakan setiap cewek menyumbang satu tamparan. Bagaimana nggak tambah hancur nih muka? Aku juga heran, padahal orang-orang mengatakan aku adalah laki-laki paling ganteng saat membantu emak memanen bawang di sawah. tapi di kampus ini? parah!
Pernah sih, ada cewek yang nggak nampar pipiku saat aku menginginkannya menjadi cewekku. tapi hasilnya lebih 'kejam' daripada tamparan di pipi. Dia bilang begini, "Atuh Aa, Nani mah udah nganggap Aa tuh kayak kakek Nani sendiri. Jadi nggak ada rasa cinta sedikitpun.." GubRRraKk! Rasanya saat itu aku ingin memakan sandal jepit yang aku pakai. Begitu sakit!
Tapi aku selalu semangat, karena ada pepatah mengatakan, kegagalan hari ini adalah kesuksesan yang di esok hari. Walaupun ada sedikit keraguan juga. Sudah 97 kali aku gagal, kapan suksesnya? Tapi tak apalah, namanya juga usaha. Yakin usaha sampai!
Setelah kejadian itu, aku bertekad hanya akan membatasi sampai ke seratus saja. aku sudah capek di tampar 96 telapak tangan wanita dan satu tamparan pakai sepatu hak. kejadian itu waktu aku menembak anak dekan setelah ia memenangkan perlombaan karya tulis mahasiswa. Niatnya sih ngasih kejutan, suprise gitu, untuk menyempurnakan kebahagiaannya. Hasilnya, ternyata dia memang benar-benar terkejut. Bahkan saking terkejutnya dia melempar sepatu hak yang baru saja diberikan teman laki-lakinya tepat mendarat di hidungku. Satu-satunya aset yang paling membanggakan pun akhirnya agak terganggu. Hidungku yang sedikit mancung, selama dua hari mengeluarkan darah alias mimisan.
Untungnya ada film Tsubasa yang bisa sedikit meredakan sakit hatiku akibat kejadian itu. Meskipun aku sering disakiti perempuan, tapi aku tak pernah sedikitpun marah kepada mereka. Namanya juga resiko. Mana ada tindakan manusia di dunia ini yang tidak ada resikonya? Dan dari alasan ini aku selalu semangat untuk menuju peringkat penolakan selanjutnya. Aku pikir, ini bisa menjadi pengalaman yang bermakna, karena dari kejadian-kejadian penolakan seperti itu, kelak di kemudian hari aku tak akan menyerah saat mengirimkan ijasahku untuk melamar pekerjaan. Sudah biasa dong!