Tak terasa, 1095 hari telah aku lewati di SMA BP (Belih Penak - nggak enak) dengan berbagai pengalaman menarik. Dan aku bersyukur, dari 27 siswa yang lulus dari sekolah BP, akulah satu-satunya yang bisa lolos dalam ujian penerimaan mahasiswa baru di Universitas Paling Ideal di Bandung. Eh, atau mungkin terlalu berlebihan kalau aku menyebut satu, soalnya kebanyakan teman di SMA lebih sering menghitungku setengah. dasar teman-teman sialan!
"Dingiiin!" ungkapan yang pertama aku ucapkan saat pertama kali aku menginjakan kaki di kota yang katanya paling banyak memunculkan para perempuan cantik. Pembaca juga sudah bisa menebak kan, mengapa aku memilih Bandung sebagai sasaran kuliahku? Huz! jangan Su'udzon!
Sampai terminal sekitar pukul 01.15, berbeda dengan terminal di Brebes, meskipun malam hari, namun suhu tetap siang hari. Pembaca nggak percaya? Nih wajahku sebagai bukti keganasan matahari di sana. Pernah satu kali, ada orang yang bertemu dengan ku – sekitar 20 meter jarak kami – saat jalan di pinggir sawah sekitar pukul 21.30, waktu itu aku tengah mengecek lahan bawang Emakku, seseorang lari terbirit-birit dikarenakan ia melihat ada baju dan celana yang berjalan tanpa kepala dan kaki. Gara-gara kejadian ini, warga satu RT ribut tak karuan. Paginya, aku mendengar cerita itu dari teman SDku, sambil bercermin di cermin motor "Itu kamu gobl**k!" seruku dalam hati.
Tapi tak apalah, itu kan di desa. Sekarang aku sudah ada di kota, dan aku akan memulai hidup baru. Sebuah keberuntungan menghampiriku saat sejenak beristirahat di sebuah warteg. Ternyata, penjual Warteg itu adalah adiknya, sepupunya, keponakan, adiknya, kakeknya Emakku. Dari bapak Warteg inilah aku mendapatkan kosan yang relatif lebih cepat dari pada teman-temanku lainnya yang diterima di Universitas Paling Ideal Bandung.
Paginya, saat hari pertama kuliah, aku yakin aku telah tersesat di negeri Jin perempuan. Atau mungkin ini adalah negeri perempuan seperti di film Kera Sakti. Tapi meskipun begitu, aku tak mau jadi keranya. Meskipun tampangku hanya beda tipis dengannya. Mengapa aku bisa menyimpulkan demikian, karena Kiri Kanan Kulihat Saja, banyak pohon cemara.. Lho?! Maksutnya kemana pun aku melihat di sanalah perempuan, yang jauh dari penilaian pas-pasan apalagi 'Mblesak'. meskipun kadang aku heran, memang di Bandung ada ya, perempuan yang nggak cantik? Di desaku banyak!
"BrUkK!" "Maaf maaf! nggak sengaja, yakinlah sumpah!" seruku gugup saat tak sengaja menabrak seorang mahasiswa yang tengah membawa tumpukan buku. "Geus geus.. teu nanaon," ucap mahasiswa itu. "Kesempatan buat cari temen baru," bisik ku dalam hati. "Namaku Soek Kok Kie, kau siapa?". Belum sempat laki-laki yang tengah merapikan buku itu beres, "GuBrRaKk!" laki-laki itu terjengkang tak beralasan. Aku pun membantunya mencoba membangunkan laki-laki itu. "Nggak ada nama yang lebih aneh apa? Soek? Oh, mungkin biar gampang diinget. Wa Kim Boong, asli Bandung. Kau asli mana?" laki-laki yang ternyata bernama Kim Boong itu menjabat tanganku sembari bangun dari jatuhnya. "Asli Brebes,". kami pun berbincang panjang lebar sembari berjalan menuju jurusan yang ternyata kami satu angkatan di jurusan Tambal Ban Kereta Api. Jurusan yang baru berdiri satu tahun ini nampaknya hanya akan diisi oleh para kaum adam yang nampaknya hanya akan menambah rasa rinduku melihat kaum hawa.
Selama perjalanan Boong nampaknya tipe orang pendiam, itu terbukti saat aku cuci mata melihat para mahasiswi dalam langkahku, ia tak bertanya apa-apa. Peristiwa memalukan terjadi saat aku sedang asyik mengumbar lirikan mataku, "DeEnGg!!" kepalaku terbentur tiang yang nampak kokoh berdiri di depanku. "Ha-deuuh!" sambil mengelus-elus dahi.
"Kau kenapa? Makanya, kalau mau lewatin tiang permisi dulu. kasihan tuh tiang, warnanya jadi gelap gitu abis di sundul kepalamu, nampaknya kau punya warna kulit yang menular ya? " ledek Boong. Sepertinya Boong sudah tahu kalau aku orangnya tak mudah sakit hati. "Kopek! (ungkapan umpatan asli Brebes)" Boong pun membantuku untuk bangun. "Terlalu semangat," bisikku. Maklum, di Brebes dan sekitarnya aku jarang melihat para sosok seperti yang dari tadi aku lihat. Kota yang Luar Binazah!
Perkuliahan dimulai. Di luar dugaan, nampaknya memang Tuhan memberikan keberuntungan yang tak habis-habisnya kepadaku. Di kelas, ada satu mahasiswi yang yah, lumayan lah. Kalau boleh dinilai sih, wajahnya mirip-mirip Angelina Jolie. Semangatku terbakar setiap aku mencuri pandang ke arahnya. Saat perkuliahan selesai, aku beranikan diri untuk berkenalan dengannya. Dan benar, keberuntungan sedang berpihak padaku. Ia ternyata seorang mahasiswi yang supel. Pembicaraan kami pun nampak ramai hingga ia meminta izin untuk pergi ke kantin. "Abiz pulang kuliah nih.." niatku untuk menyatakan kesiapanku menjadi pendamping hidupnya. "Dia kan mirip Angelina Jolie, dan aku yakin, Brad Pitt emang mirip denganku. Mungkin inilah yang disebut Pucuk di Cinta Undangan Tiba.." bisikku lagi.
Untuk mengantisipasi pulang yang tak bersamaan denganku, di saat ia tengah mengecek perlengkapan Tambal Ban Kereta Api di Laboratorium, aku memberanikan diri. Memang, keberuntungan sedang memeluk tubuhku. Saat ia berdiri di mesin pemotong besi, mirip gerigi rantai motor, aku mengungkapkannya.
"Aku mau kok jadi kekasihmu. Jadi ntar kita bisa kayak pasangan yang mirip bintang holliwod itu lho.." tentunya setelah basa-basi terlebih dahulu. Ia terdiam, lalu menyalakan mesin pemotong besi di tangannya. "CrReeEenggG..!" "Coba bilang sekali lagi?" ekspresinya dingin, tapi tindakannya yang menempel-nempelkan kawat ke mesin pemotong besi, yang membuat percikan api muncul, membuatku tak bisa berdiri lebih lama di hadapannya. "Coba ulangi lagi? belum pernah digorok pake ini kan?" ucap datar perempuan di hadapanku. "HmbGhKk!" aku lari sambil menahan mulut yang ingin berekspresi. "Kopek! Weduz! Coro!" aku mengumbar berbagai umpatan setelah keluar dari ruang laboratorium. Yang lebih disesalkan, ternyata Boong melihat kami, tepatnya sih melihatku saat perempuan itu mengancam dengan 'gergaji mesin'. Tepat saat aku berpas-pasan dengan Boong, "JdUuK! JDuuKk!" aku membenturkan kepalaku ke dinding karena selain gagal untuk yang ke 57, ada orang yang melihat kejadian itu. Ah, nasib!