Ada satu keberuntungan di sore hari kemarin. Menemukan uang lembaran yang kemungkinan milik teman kosan. Aku berniat untuk mengembalikannya pada orang tersebut, kalau ia pulang dalam waktu satu hari itu. Jika tak pulang, maka akan aku gunakan dulu untuk kebutuhan hari itu. Namun ternyata ia tak pulang satu hari kemarin – karena memang aku mendoakannya demikian.
Aku menceritakan kisah ini pada seorang kakakku di rumah. Namun apa yang ia balas, ternyata seperti yang aku ‘lihat’. Bukan hanya aku saja yang sedang belajar prihatin, tetapi juga keluarga secara keseluruhan. Dari cerita itu, sebenarnya aku hanya ingin membuktikan, bahwa adiknya di kota sana bukan sedang bersenang-senang. Bukan sedang bermain, tersesat dalam pencarian jati diri yang tak bermanfaat untuk orang banyak. Bukan juga sedang mencari pasangan hidup, karena memang itu sudah ada – untuk apa dicari kalau memang sudah ada?
Aku membalas kembali dengan senyuman – pada kakakku. Karena aku sudah ‘melihat’ akan menjadi sehebat apa keluarga itu di masa depan. Rute kehidupan diawali dari kesalahan, bersambung menjadi sebuah musibah, dan diakhiri dengan hadiah – jika berhasil mengalahkan musibah itu. Nyaris setiap detik yang kita lewati adalah kesalahan. Diamnya kita tanpa berpikir atau mengerjakan sesuatu, masih tersimpannya kebencian dalam hati, berpikiran negative, pelit, membicarakan orang, menyia-nyiakan waktu, atau apapun. Nyaris semuanya adalah kesalahan. Dan musibah atau ujian kehidupan yang tengah kita hadapi, adalah buah dari kesalahan tersebut. Tidak ada orang yang akan merasa nyaman dengan kehidupan yang selalu gembira. Pada suatu saat kita akan berpikir, bagaimana rasanya menjadi sedih atau semacamnya. Begitupun sebaliknya, tidak ada orang yang ditakdirkan selalu menderita. Selang-seling, berpasangan, naik-turun. Jalan Tuhan memang lurus, tapi siapa yang bilang kalau itu tanpa tanjakan terjal dan turunan curam?
Rabu, 20 April 2011