Suatu kali saat penulis tengah mengobrol dengan salah seorang mahasiswa (sebut saja namanya Hary) di sebuah warung buku, ia mendapatkan cerita yang menarik darinya. Ia menceritakan kepada penulis ihwal mimpi anehnya tentang harimau yang ‘ajaib’. ‘’Di mimpiku, harimau itu tak mau lagi memakan daging, melainkan berubah menjadi vegetarian (pemakan sayuran/tanaman),’’ katanya. Selain itu, di sampingnya ada seekor ayam yang dengan nikmat mencakar-cakar tanah tanpa rasa takut kepada harimau. ‘’Mengapa si harimau nggak mau makan ayam yang ada di dekatnya ya?’’ tanyanya.
Begini kisah lengkapnya. Dalam mimpi Hary, sang harimau ternyata bias berbicara. Ia (Harimau) berucap sambil mengunyah rumput di mulutnya, ‘’Emm.. nyam.. nyam.. mau gimana lagi, rusa dan kerbau sudah habis diambili manusia. Daripada nggak makan..’’ gumamnya.
Iseng, Hary bertanya, ‘’alasan apa yang menjadikanmu memakan makanan yang bukan hakmu? Kau kan bisa mencari rusa atau lainnya di tempat lain dengan kekuatan tubuhmu?’’
‘’Ya.. tadi kan sudah, hewan yang jadi jatahku telah hilang diambili manusia. Kenapa aku harus ke tempat lain kalau disini juga ada?’’ jawab Harimau. Hary termenung, ia memikirkan apa yang terjadi di depan matanya. Seakan saraf otaknya tak bisa berhenti menyalurkan informasi-informasi yang ia lihat ke pusat otak. Sempat ia berbisik, ‘Apakah manusia yang nekat ‘memakan’ sesuatu yang bukan haknya juga menderita seperti harimau yang ada di depanku?’. Namun, pikiran itu mendadak pecah, dikarenakan ingatan dari otak kecilnya tentang tingkah laku banyak manusia di dunianya. Seketika ingatan dari otak kecilnya keluar. Hutan Indonesia yang lebat dan rindang, sedikit demi sedikit menjadi ‘botak’. Para warga ‘sederhana’ yang taat membayar pajak tak bisa menikmati hasil yang sepadan dengan apa tang telah dibayar. Listrik seringkali ‘Byar-Pet’, jalanan banyak yang panuan (berlubang), hingga air bersih juga entah ‘main’ kemana, sampai banyak warga susah mencarinya. Padahal teknologi pemurnian air laut menjadi air bersih yang layak diminum telah Indonesia miliki.
‘’Lha, itu ada ayam. Kenapa nggak kau makan?’’ Tanya Hary sembari menunjuk ayam yang lagi ayik mencakari tanah di samping harimau.
‘’KhAuUm.. gimana mau makan ayam, saya sudah lama makan rumput, hingga gigi saya berubah. Dulu iya, banyak gigi taring yang saya miliki. Tapi sekarang, nih lihat,’’ harimau menengadahkan mulutnya ke arah Hary, menampakan gigi serinya yang rapi walaupun tak pernah sikat gigi.
Melihat itu, ‘’Lho?! Hary tersentak. Sementara harimau melanjutkan acara pengisian perutnya, Hary untuk kesekian kalinya termenung. Kali ini ia duduk di sebuah batu besar sekitar dua meter di depan harimau. Ia mencoba membuka memorinya lagi.
‘’Oo.. mungkin seperti ini ya, manusia di duniaku. Saking seringnya ‘makan’ barang orang lain, ada sesuatu yang berubah di diri manusia itu. Pantesan, walaupun sudah ketangkep basah melakukan korupsi (meskipun ditangkapnya nggak lagi hujan-hujanan) masih saja beralibi,’’ tangannya mengelus-elus dagu.
‘’Emf, mana yang kasihan ya, manusia yang telah ‘berubah’ karena mengkonsumsi yang bukan haknya, atau warga sedernaha yang kehilangan haknya? Aduh, jadi pusing. Yang satu kasihan, kalau nggak dibiarkan ‘makan’ barang, ‘tubuh’nya akan rusak. Yang satu kasihan juga, karena nggak menikmati haknya…’’ bisik Hary.
Matahari mulai terbenam, ketika harimau dan ayam mulai memasuki hutan. Sedangkan Hary, masih merenungi apa yang baru saja terjadi di depan matanya. Ia tak sadar dirinya tengah bermimpi.
Beberapa menit, ‘’Hwah!’’ Hary terbangun dari tidurnya. Ingatan tentang harimau dan ayam dengan cepat ia tulis di sebuah buku yang ada di dekat kasurnya. Ia baru sadar, kalau yang baru saja terjadi hanyalah sebuah mimpi. Dasar suka milkir mungkin, setelah ia menuliskan mimpinya, ia merenung lagi, ‘’Yang sebenernya mimpi yang mana ya? Ini, atau tadi? Kayaknya enak deh, hidup di tempat yang penuh dengan kenyamanan..’’ ucapnya.
Setelah beberapa menit bercerita, Hary menunjukan tulisannya kepada penulis. Di kertas itu tertera tanggal dan jam ia bangun dan menuliskan mimpinya. Dari itulah, penuliskan mendapatkan satu judul lagi untuk buku yang tangah digarapnya.