Si Jon marah-marah sendiri. Dia stress melihat orang-orang yang disebut guru, justru tak bisa digugu dan ditiru dalam masalah perebutan isi perut. mereka antri seperti semut, bahkan lebih tragis, melupakan beberapa rekannya yang sama-sama membutuhkan makan.
"Mereka udah tua, kok ya nggak mikir, ada orang lain dekat mereka yang tak kebagian," sungut Jon sembari makan kolak pisang. "Yang membuat mereka melupakan keberadaan orang lain yang sama, apa memang perut, atau pikiran mereka? mereka takut tak makan, atau takut tak kebagian? apa mereka pergi ke sini diusir istri, tanpa makan tanpa saku diisi?" Jon geleng-geleng kepala.
Mengapa yang disalahkan perut? para PSK mengaku rela menjual tubuhnya demi mempertahankan hidup, alias isi perut. perkara pada akhirnya keenakan, itu urusan belakangan.
Para pencopet pasar dan terminal, juga tak kalah berdalih melakukan perbuatan itu untuk makan. terlepas makan apa dan sampai kapan, itu urusan belakangan.
para koruptor yang menguras duit rakyat, bermilyar bertriliunan, berdalih agar tak kelaparan. perkara nanti rakyat yang tak tahu milyar dan triliunan itu apa, mereka akan kelaparan dan mati penasaran, itu urusan KPK dan kepolisian. namun jika kepolisian tak dapat diandalkan, kita rayakan 17 agustusan sebagai hari kemerdekaan untuk para korban yang ditelantarkan.
di jaman perang, para pejuang yang kurus dan kelaparan, demi merebut tanah jajahan, mereka berani kelaparan. mereka mau memakan pangkal pisang, atau bongkot bambu yang direbus. mereka menggunakan baju karung goni yang penuh kutu, gatal, dan berefek korengan pada badan. mereka berani mengorbankan diri sedemikian rupa, demi peradaban di masa depan. namun para generasi pelanjut peradaban saat ini, justru merayakan kemerdekaan dengan cara menindas orang miskin yang kelaparan.
duit rakyat dikorupsi. duit pendidikan dipotong atas nama administrasi. duit bikin jalan raya 'digunting' atas nama keamanan proyek jalan. duit beras miskin dibonsai atas nama penghormatan pada kepala kelurahan. duit sekolah dipotong-potong, dengan dalih, guru juga manusia yang butuh makan. para bapak dewan digaji tinggi, lebih untuk duduk nyaman dari pada kepanasan keringetan membasmi kebodohan dan kemiskinan. ada benarnya, bahwa kemiskinan itu menular. para anggota dewan dan konglomerat tak mau memberantas kemiskinan, karena untuk memberantas, mereka harus mendekati. mereka tak mau mendekati si miskin dan sibodoh, karena kemiskinan dan kebodohan itu menular.
"Untuk apa saya mengikuti upacara dengan orang-orang yang hormat pada merah putih hanya di depan rakyat, namun menginjak-injaknya di belakang mata rakyat setelahnya?!" Jon menggebu-gebu. "Kemerdekaan itu hanya untuk orang-orang kaya. untuk para pejabat yang tuna grahita dan konglomerat yang berotak cacat, tak mau mengangkat derajat manusia sesamanya," barangkali Jon tidak ngomong asal-asalan. banyak orang-orang kaya yang suka pamer, membawa wanita-wanita muda ke dalam hotel berbintang lima. banyak pemuda-pemuda berotak cacat keturunan dari para konglomerat, yang menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang di samping derita orang, membuktikan kecacatan otak dan titit mereka. banyak para pejabat negara, yang menggunakan fasilitas rakyat, untuk kepentingan pribadi dan keluarga. banyak anak-anak para pejabat dan konglomerat, yang memiliki mata normal tapi buta tak melihat manusia-manusia tragis di dekatnya. mereka merdeka, sedangkan orang miskin tetap terpenjara. mereka merdeka, bebas, sebebas perut dan isi kancutnya. karena bukan hari kemerdekaan Indonesia yang si Jon sedang pikirkan, namun kemerdekaan perut dan isi kancut para manusia berotak curut. barangkali si Jon termasuk.