Untuk 'Dia' yang Di Sana

Java Tivi
0
sekitar pukul setengah enam hari kemarin, sepulang memerah susu sapi, Jon bertemu sepintas dengan teman SD-nya. rumahnya sih masih terhitung dekat, cuma dia jarang sebanget-bangetnya keluar rumah. berbeda dengan Jon yang sudah biasa keluar rumah karena diusir, sampai akhirnya ia memaksa diri belajar menyatu dengan masyarakat sejak ia kecil. berbeda dengan dahulu, teman Jon itu sekarang badannya sudah seperti bapak-bapak, gede. juga sudah jenggotan tipis. dahulu, dia sangat pemalu, bahkan lebih pemalu dari Jon yang sekarang suka memalukan. waktu masih SD, saat nama teman Jon disebut guru, wajahnya akan merah, mulutnya nggak bisa ngomong, matanya berkaca-kaca, pokoknya tegang banget deh. sampai SMA dia masih saja kayak begitu. beda banget dengan Jon, kalau guru salah nyebut nama dia saja, dia langsung menari-nari ala suku dogon memanggil arwah. Jon kepedean.

teman Jon itu orang tuanya guru, dua-duanya. dia juga mendapatkan asupan gizi yang baik dari orang tuanya, makanya badannya tumbuh seimbang. berbeda dengan Jon yang anak seorang kuli tani. ia jarang mendapatkan asupan gizi dengan baik, makanya tubuhnya tumbuh dengan bimbang. emaknya Jon yang jualan sayur, juga heran. Jon lebih suka makan batu kapur daripada sayur. makanya tubuh Jon selalu kerempeng dengan subur.

kabar terakhir yang Jon dengar dari orang tuanya, temannya itu menikah dengan wanita dari Solo. hebat. bagaimana dengan Jon? ia menikah dengan pil koplo, makanya otaknya semakin bego. teman Jon waktu berpasa-pasan menampakan wajah heran. barangkali ia membatin, "Ini bocah kok ya selalu konsisten dalam kegembelan dan kerempengnya?" beda dengan temannya yang selalu rapi, terlihat cocok menjadi orang kota nan busy. kalau Jon sih, boro-boro orang kota, dia lebih pantas menjadi orang purba alias manusia primitif yang belum sukses evolusinya. Jon masih berekor dan bertanduk. (kasian benget lu Jon... Joon...)

teman Jon masuk SMA 1, sekolah paling T.O.P di kotanya, sedangkan Jon masuk SMA paling T.O.P dalam keaibannya, saat itu. maklum, dia anak guru, jadi pintar. sedangkan Jon, kelas 4 SD saja dia 'bertelur' alias betah di kelas empat. Jon nggak naik kelas satu tahun. guru-guru sebenarnya tak mau menaikan dia dari kelas satu. tapi berhubung Jon anak priyayi di kampung (an) itu, gurunya segan. "Masa anak pak 'itu' nggak dinaikan sih?" terbukti dari rapot Jon yang selalu penuh warna merah. konsisten dalam kemerahsuraman. benar-benar bocah madesu. yang Jon tahu, ia sejak kelas satu suka buangin keranjang sampah ke galian tanah. Jon selain jadi siswa, merangkap jadi tukang kebersihan sekolah. cocok dengan tampang Jon yang mirip sapu ijuk.

nampaknya, teman Jon sudah cukup merasa bahagian dengan menjaga jarak dari masyarakat. rumahnya saja seperti rumah kompleks, rapat dengan pagar besi dan pepohonan. berbeda dengan rumah Jon yang selalu diserbu anak-anak kecil komplotan bermain keponakannya. latar depan rumah yang luas, ditambah berbagai pepohonan buah-buahan menjadikan rumahnya nampak asri. empat pohon mangga berbeda rasa, buah delima, pisang, belimbing, jambu air, jambu biji merah, mengkudu (buah favorit Jon), bahkan kaktus setinggi enam meter. pohon yang terakhir disebut itulah pohon yang biasa buat cemilan Jon. saking rindangnya rumah Jon, seringkali menjadi tempat singgah orang-orang gila. barangkali orang-orang gila sadar di sana ada pawangnya, ya si Jon itu.(kasian banget sii elu Jon?)

ngomong-ngomong tentang istri, Jon juga sedang mencari - menjemput kalau bahasanya Jon - istri seperti yang dinasehatkan rasulnya dalam hal mahar. "Wanita yang paling berkah adalah wanita yang paling mudah maharnya," dan rasul pun mengqurbankan 40 ekor domba sebagai rasa syukurnya menikah dengan wanita paling ajib sedunia. kalau Jon sih nggak mungkin qurban kambing. nanti tukang jagalnya salah bawa. Jon kan mirip-mirip kambing. paling banter Jon bisa mengqurbankan sapi, minta dari babehnya. sapi-sapi yang bisa diqurbankan untuk manusia-manusia kere semacam dirinya. dia juga membutuhkan istri yang memiliki banyak waktu untuk anak-anak jeniusnya, kelak. tentu saja, tanpa menahan haknya untuk berkarir. Jon berpikir (kadang-kadang Jon bisa mikir, loh), untuk apa karir tinggi jika anak tak terurusi dan rumah tangga menjadi tugas suami? bukankah pendidikan terpenting adalah pendidikan keluarga? maka Jon memiliki mimpi untuk membuat suatu lembaga pendidikan dengan dasar kekeluargaan.

beberapa hari sebelumnya, Jon dengan kakaknya membahas pernikahan Jon dengan seorang pedagang rujak. seorang gadis yang hanya lulusan SMA, berjualan rujak di desa tetangganya. kedengarannya agak serem, perempuan penjual rujak dari desa tetangga... mirip film-film hantu lucu Indonesia.

"Dia punya warung. kita kan punya modal, ubah aja jadi semacam cafe. dengan menu spesial susu sapi resep kita," kata Jon.

"Ide bagus," kakak Jon menanggapi.

"Nah, mumpung dia lulusan SMA, dia nggak usah pikir pusing masalah karir. cukup fokus di sana (cafe susu murni) dan nemenin ibu kita," kata Jon lagi. sebenarnya sangat berat untuk Jon melupakan seseorang yang dia suka selama lima tahun ini. Gadis cerdas, pintar musik (Jon buta nada, makanya dia suka), pintar masak (Jon buta spatula, makanya dia suka), juga suka anak-anak. namun hidup harus realistis. jika satu pintu tertutup, maka pintu lain akan terbuka. meski tentu saja, rasa sakit (sekali!) akan tetap ada.

"Setuju," kakak Jon sepakat. "Emang, udah berapa lama kamu kenal sama itu pedagang rujak? udah sering sms-an?" tanya kakak Jon.

"Belum kenal sedikitpun, baru lihat minggu kemarin," Jon berkata polos.

"Lah, kenapa udah ngomong muluk-muluk begitu? rumah tangga tuh 'pedes' loh.." kakak Jon menasehati.

"Yak, inih kan cuma omong kosong belaka. kalau ada kesamaan nama dan peristiwa, mohon dimaklum saja,"

dasar Jon koplak.

sebenarnya itu pilihan alternatif terakhir Jon. sekarang ia sedang berikhtiar (caelah bahasane) untuk menjemput sarjana PGSD buat ditempatkan di sekolahnya. keluarga Jon akan membangun SD IT setelah MI tercapai. kemudian di awal 2014 akan membangun SMP IT dan pesantren modern. kemungkinan besar Jon akan melanjut studi S2 dan mengambil Menejemen Pendidikan di UNY (Yogyakarta). karena ia mentargetkan menjadi kepala dinas kota atau bahkan menteri pendidikan Indonesia. (ngehayal banget lu, Jon!).

rencananya, November depan Jon dan rekan-rekan seperjuangannya akan bertemu di Bandung. mereka akan membahas sekolah alternatif yang akan dibikin di Cimahi. di sana juga Jon akan dikenalkan oleh temannya dengan seorang sarjana muda PGSD. barangkali itu sarjana doyan (si Jon semacam rujak kangkung)

kalau dilihat secara perasaan (caelah,,,) Jon sangat amat merasa berat jika tak bisa menyempurnakan ikhtiarnya pada wanita yang selama ini dia suka. namun setelah ia simpulkan, dari komunikasi yang selama ini ia lakukan, dia tak pernah menganggap Jon sebagai manusia - Jon dianggap makhluk asing alias alien. dan hidup harus realistis, se-idealis apapun. Jon berkesimpulan, tiap orang hebat harus punya generasi penerus. Jon itu orang hebat (paling tidak dalam kegembelan dan kerempeng badan). kemudian, malam itu Jon menulis sebuah surat utnuk dikirim ke email wanita yang selama lima tahun ini dia suka....



Asslamkum...gimana kabarnya, Nda? sesibuk apapun, semoga kamu tetep baik-baik aja ya...

maf nih ganggu waktu kamu. aku cuma mau menyempurnakan ikhtiar.

r u sure, u wont marry with me? if u want, i'll waiting for u untill u ready, mybe for some month or years, probably. in risk, u have to change some ur dreams. just change, not erased.

u wont, emh, at least, i can say goodbye n forget all my memory about u. live is simple, take a choice n dont be sorry it. if we wont see our step at the past, just dont see. so simple, hem? and u r my choice. whatever ur decision, its the live. taken easy, ok


tapi....Jon tak jadi mengirimnya. ia merasa tak pantas, meski selalu siap dengan apapun dan siapapun. hidup harus terus berjalan, seberat apapun beban pikiran, sepahit apapun perasaan. ia bukan anak remaja lagi, Jon seorang yang sedang menuju dewasa. tanpa melupakan jiwa kepemudaannya, ia sadar bahwa masa dewasa harus dipenuhi kerja keras penuh asa. dan apa-apa yang ada di masa lalunya, itu hanya bekas jejak langkah yang menjadi pelajaran berharga baginya.

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)