Cerita pagi ini, datang dari kakak ke-4 ku. Semalam, katanya ia menonton inspirasi iman di salah satu stasiun televisi. Bintang tamunya, hemm... bukan hanya spesial untuk penonton, tapi juga untukku (haha :p ) : Sulistyowati atau yang biasa dipanggil Sulis.
"Waktu masih di Solo, rumahnya hanya 4x4 meter. Saat produser akan memasuki rumahnya, kepalanya terantuk pintu : saking pendeknya pintu masuk," ceritanya. Kami bersyukur masih tinggal di rumah yang cukup besar, untuk menampung sembilan orang : kami tujuh bersaudara. Meski jika hujan tengah malam kami harus bangun untuk menyiapkan beberapa ember (genting yang bocor, hehe), karena rumah ini sudah puluhan tahun belum direhab.
"Ibunya, seorang penjahit. Pernah suatu saat, mengambil bahan jahitan di pabrik yang jaraknya lk 10 km. Hari itu cuaca sangat panas, saat ibunya sampai di rumah, ada air satu liter botol. Langsung diminumnya hingga habis setengah liter. Waktu kakaknya Sulis keluar kamar, dia tanya ke ibunya,'Bu, minyak tanah yang di atas meja tadi mana?' saking hausnya, rasa minyak tanah terasa seperti air mineral segar, hehehe.." bukan berarti, kami tidak mengalami masa seperti itu. Ibu saya sendiri, saat baru melahirkan dua anak, pernah memanen jagung hingga maghrib. Masih di sawah hujan lebat, tanah lumpur licin dan beberapa kali terpelosok, membawa beban karung jagung di atas punggung, sendirian. Air matanya bercampur hujan.
Suatu saat aku mendengar cerita ini, aku merenung, mungkin tujuh anak yang masih rukun, tenang, dan insya Allah sukses (meski tidak mewah), adalah hadiah dari Tuhan untuknya.
"Dana hasil menyanyi, ia belikan tanah dan untuk membangun sekolah," cerita kakakku lagi. Sekolah? Ini yang membuatku semakin tertarik. Satu semester ini, aku menjabat sebagai kepala sekolah kaum dhuafa. Lulus Oktober 2012, tanpa tedeng aling-aling langsung diamanahkan jabatan itu. Sangat berat. Terlebih lagi, guru-guru sekolah berusia lebih tua dari-ku, semuanya. Aku 24, menjelang 25 tahun.
Terkadang aku berpikir, sedang apa guru-guru itu, atau kakak-kakakku saat seumuran denganku? Dan aku, harus memikirkan pendidikan (aku paham pendidikan yang sebenarnya itu seperti apa) anak-anak, meningkatkan kualitas berpikir, kinerja, juga perasaan para guru. Meredam konflik antar yayasan dan ustadz-ustadz fasik 'pencari uang receh', memikirkan operasional, inovasi pembelajaran, administrasi kedinasan. Bagaimana dengan para guru, mengapa seakan kau bekerja sendiri? Itu, mengapa aku katakan, harus memikirkan peningkatan KUALITAS BERPIKIR, KINERJA, DAN PERASAAN mereka. Karena setiap kali aku menegaskan bahwa pendidikan yang sebenarnya seperti apa, di belakangku mereka mengumpat : Anda belum beristri, belum berkeluarga, jadi anda masih idealis! Begitulah, ketika seorang guru menghubungkan kehidupan keluarga dengan profesionalitas 'derajat' keguruan.
Seringkali aku merasa sendiri, ketika persoalan datang dan meminta diselesaikan dalam satu waktu, secepatnya. Aku hanya pemuda kurus, tak punya teman kaya (tempat berhutang, hehe), tak punya uang (honor saya kembalikan ke sekolah), tak mengenal masyarakat (baru pulang merantau mencari ilmu), bukan ustadz. Seperti ucapan kesedihan Panda dalam Kungfu Panda,"Aku tak punya kekuatan seperti Tigress, tak punya racun seperti ular, tak punya sayap seperti bangau, bahkan si belalang punya semacam gergaji. Saya punya apa? Tubuh gendut tak bisa bergerak cepat!"
dan Oogway pun berkata,"Engkau terlalu mengkhawatirkan hidupmu. Engkau khawatir masa depan, dan terbayangi masa lalu. Pepatah mengatakan Yersterday is history, tomorrow is mystery, and now is gift."
Tapi... Tuhan maha tahu. Ia menempatkanku di MI (semacam SD). Mengapa? Ini yang lucu. Barangkali tampang saya yang terlalu mempesona (haha :p ), jika saya mengajar di SMA, akan berapa siswi yang tak fokus belajar. Bukan memperhatikan materi, tapi memperhatikan saya (bukan wajah, tapi badan yang kurus, haha). Siswi MI saya saja, waktu baru pertama kali masuk ke sekolah itu, saya mendapat kissbye dari mereka. Haha, alamiah sekali mereka. Tahu saja ada orang tampan di sekolah (dilihat dari bulan pakai selang, haha). Di sekolah itu sorenya ada MDTA. Salah satu santrinya, mungkin berumus 8 atau 9 tahun, pernah menggoda saya,"Kak, mau nggak jadi pacar saya?" haha, alamiah sekali. Jujur sekali.
Foto Sulis, eciiee... :p Guweehh... haha, The Ugly! :p