Menyapaku dengan malu
Apakah kau tak lelah,
Dengan semua yang telah berlalu?
Senja, engkau bertanya
Dengan pertanyaan yang tak mampu ku jawab
Hingga
langkah ke barapakah
Kaki ini akan berjalan?
Sampai kata-kata ke
berapakah
Goresan-goresan ini ku
tuliskan?
Petikan senar gitarku itu,
Kapankah akan berhenti,
Menjadi nada seindah
gemericik aliran sungai?
Keindahan dunia ini,
Terantuk pada derita
Adakah manusia yang benar-benar
bahagia?
Pikiran ini seakan tak kenal henti
Menceramahi diri
Memaksakan pemahaman tentang hidup ini
Sketsa demi sketsa kata
Menutupi kemunafikan hati
Bahwa kesepian ini,
Keterasingan ini,
Begitu membebani
Siapa
temanmu, Senja?
Apakah
kau tak lelah,
Tiap pagi
mengintip di ujung timur
Dan berpamitan
di sore hari,
Tanpa
kau mampu memeluk bumi?
Apakah kau harus sendiri?
Tidak adakah di ujung semesta sebelah sana
Sesuatu yang dapat menemanimu?
Kenyataannya,
Kau memang sendiri
Itu kebenarannya
Meski menyakitkan ketika kebenaran terungkap
Itu lebih baik daripada menutup diri darinya
Bukan begitu, Senja?
Sinarmu,
Menemaniku
pulang sore itu
Setiap manusia harus pulang, Senja
Dari semua perjalanan yang telah dilakukan
Kita berangkat dari apa?
Dari mana?
Dan kita akan pulang menuju apa?
Ke mana?
Rumah, Senja
Rumah
Tempat kita berbahagia
Sabtu, 31 Agustus 2013