(dari facebook)
Siapa aku? Siapa saja, sekehandakmu.
Ya, ya, aku masih ingat ketika kau mengeluhkan itu.
Sore tadi aku lihat kau saat menuntun sapi itu. Mantap, pemuda kerempeng membawa sapi yang katanya sedang birahi. Aku saja tak pernah bisa membayangkan, tubuhku yang agak terisi ini mampu menuntun sendirian sapi sebesar itu. Ingatanku kembali saat kau mengatakan, "Alhamdulillah, la hawla wa la quwwata illa billah," di setiap melakukan 'misi' besar. Kita tidak mampu, Allah-lah yang mampu. Seperti ketika kau menuntun sapi itu, bukan engkau yang menuntun, tapi Ia. Ia meminjam tangan dan tubuhmu yang kerempeng itu. Seperti tugasmu saat ini dan mungkin beberapa tahun ke depan : menuntun masyarakat awam.
Ketika aku tatap wajah para binatang qurban itu, ah, mengapa seakan nuansa 'bahagia-bahagia sunyi' merasuk dalam? Apakah seperti ini nuansa yang dihadapi binatang qurban itu, ketika menatap Tuhan dihadapannya secara langsung?
Bisa jadi, kita ini binatang ternak, atau bahkan lebih sesat. Ketika pemahaman hidup, peringatan ayat-ayat Tuhan, suara-suara bisikan hati terdalam, tak mampu menggerakan nurani kita menjadi manusia yang lebih mulia. Siapa yang tak mencari jalan? Segala sesuatu mencari jalan. Kau, saat menuntun sapi itu, juga mencari jalan, lewat mana yang sedikit orang, sedikit kendaraan. Bumi, bulan, matahari, mereka mencari jalan, sampai ia berputar-putar tanpa merasa pusing, tanpa merasa bosan melakukan hal-hal seperti itu saja mulai dicipta hingga kiamat. Bahkan angin, ia mencari jalan, kemana ia akan berhembus. Air, ia mencari jalan kemana ia harus mengalir. Bahkan kentut, ia mencari jalan, setelah ditahan-tahan, agar ia bisa keluar dengan cara apapun. Terlepas keluarnya ia lebih merepotkan daripada ketika berada di dalam, ia mencari jalan. Juga manusia, mencari jalan, Ihdinashirothol mustqim...
Tapi, proses pencarian ini barangkali, engkau menjadi pengecualian. Ketika aku bertanya, "Apa qurban-mu tahun ini?"
Dan kau jawab, "Aku meng-qurbankan seluruh hasrat hidupku,"
Lalu, hasratmu kau sembelih. Hidup tanpa hasrat, tak pernah menyatakan telah menemukan Kebenaran, namun juga tak berhasrat mencari lagi. Kau seakan mati.
"Engkau manusia tak masuk akal," katamu suatu saat padaku. Sedang sebenarnya kau pun demikian. Siapa aku? Aku bisa menjadi apa saja, sekehendak-Nya. Terkadang aku menjadi 'manusia', terkadang tersesat seperti hewan ternak yang tak menemukan gembalanya, terkadang menjadi bayangan, terkadang tak menjadi apa-apa. Barangkali itu yang Tuhan butuhkan dari hamba-Nya, 'bukan siapa-siapa'.
Seperti perasaan Habil saat menyerahkan qurbannya, "Allah, aku tak memiliki apa-apa selain ini (buah-buahan dan sayuran). Seandainya Engkau membutuhkan darahku, akan kuberikan, Allah. Karena sesungguhnya aku bukan apa-apa tanpa-Mu. Bukan apa-apa,"
Dan akhirnya, Tuhan memberikan Iklima atas kepasrahan total, dan 'kehilangan dirinya' di hadapan Tuhan.
Di jaman ini, saat kau memasrahkan total kehidupanmu dan kehilangan hasrat 'aku'-mu, akankah ada 'Iklima-Iklima' yang diberikan Tuhan padamu?
Haha, mana ada wanita seperti itu? Sebagian qur'an menjadi dongeng di jaman ini. Bukan secara tekstual, tapi secara faktual. Termasuk perkara Iklima ataupun Maryam.
Jadi, kau akan cari wanita macam apa?