Setiap orang punya cerita pahit

Java Tivi
0
(dari note facebook)

Di kursi nyaman itu, pernahkah kau mengenal para pegawaimu lebih dekat, semisal tentang ceita pahit mereka saat kecil? Sebagai seorang pemimpin, kau harus mengenal mereka, secara emosional, agar sekolah itu menjadi seperti yang kau impikan : berfilosofi kekeluargaan.

Setiap aku menyupir, dan membawahi kernet atau para tukang pembersih mikrolet, aku seringkali menceritakan kisah pahitku. Bukan untuk mengeluh, tapi untuk menyadarkan mereka, bahwa mereka, tidak sendirian. Aku pun sama dengan mereka. Pernah mengalami hal-hal sulit dalam hidup, bahkan mungkin lebih tak masuk akal.
"Aku ndak akan marah. Aku ndak akan mengamuk seperti supir yang lain melihat busnya kotor. Kalau tarikan nafas pangjangku kalian artikan sebagai kemarahan, kalian telah berburuk sangka padaku. Aku orang yang ndak peduli dosa atau pahala. Tapi aku peduli dengan kebersihan pikiran dan perasaan (hati) kalian. Berburuk sangka, itu mengotori pikiran kalian. Kita orang kotor, jangan jadikan pikiran dan hati kita kotor juga," 

Jangan kau kira, temanmu ini tak pernah mengalami kisah pahit saat kecil. Kau kira, tubuhku yang berisi ini tak pernah mengalami 'pujian' mengerikan yang tak akan pernah terlupakan selama hidup? Sama sekali tidak.

Aku tak akan pernah lupa, saat SD kelas dua, seorang guru meminta semua anak laki-laki keluar kelas untuk membantu mengangkut batu bata. Apakah aku termasuk? Aku wanita! Seorang eman berkata, "Kamu nggak usah ikut, nanti tulang kamu patah, hahaha," dulu, aku sekerempeng tubuhmu. Kata-kata seperti itu yang terdengar saat kau masih muda, drastis akan memanaskan darahmu. Kau ingin berkelahi, kalau perlu sampai mati dengan anak yang berkata seperti itu. Tapi, apa yang bisa diperbuat oleh mereka yang lemah? Tubuhku sekarang berisi, mungkin bukan karena makan banyak, tapi karena pekerjaanku membutuhkan tubuh yang seperti ini. Ketika bermain bola, saat SD, aku menjadi back yang handal - kau pasti tak percaya karena aku yang sekarang membenci sepak bola, berapa kali aku menjadi penyelamat ketika bola nyaris saja masuk gawang ketika kiper lengah. Tapi, ketika banyak teman mengatakan, "Kamu jadi cadangan saja, nanti kaki kamu patah, hahaha," sampai saat ini, tak pernah ku tonton lagi permainan sepak bola apapun. Cerita itu sepele, tapi tak akan pernah ku lupakan. Lalu, bagaimana dengan mereka saat ini?

Kini giliranku yang tertawa. Mereka yang bertubuh lebih bagus, menjadi sales yang tak punya jiwa besar. Menjadi pelayan Warteg yang entah kapan memiliki Warteg sendiri. Menjadi anak-anak mami yang bisanya hanya meminta. Atau, paling jauh, menjadi guru yang tak pernah paham bagaimana dan apa itu mendidik. Mereka hanya bisa mengajar. Kau lihat istriku itu? My lovely. Dia seorang perawat yang baik, sedangkan aku seorang kernet yang hidupnya, sebenarnya tak layak untuknya. Tapi, dia sungguh istri yang baik. Ketika teman-temanku yang 'memuji' dengan 'baik' saat SD dulu berkunjung ke rumahku, dia menjamu dengan baik. Dan aku? Tak layak seorang pemenang menolak memberi bantuan, meski pada mereka yang pernah menjatuhkan. Dan, Yang sering aku katakan pada mereka adalah,

"Kita tak selalu muda, temanku. Dan semuanya... berubah,"

Carilah penyemangat hidup.
(Dan itu, termasuk untukmu)
Tags

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)