Senang rasanya, melihat
Siang lalu anak-anakku bermain burung kertas
Kemudian aku duduk di atas batu dekatnya
Melihat ia kesulitan membuat lipatan yang sama
Teman yang satu,
Ia menaiki pohon kersen di belakang sekolah
Tempat belajar tanpa permainan
Satu-satunya tempat yang seringkali membosankan
Seperti anakku itu yang tak mau mendengar
Saat bedug adzan dhuhur berkumandang
Ia enggan diturunkan
Di perintah menuruti keinginanku
Hati,
Ketika ia telah menaiki tangga-tangga mimpi
Ia tak akan pernah mau mendengar
Ucapan pikiran, bahwa
Bisa jadi apa yang dicintainya, ternyata
Bukan untuknya
Seperti burung-burung kertas itu,
Sebaiknya terlipat simetris bertemu
Agar mampu terbang tinggi
Naik ke langit-langit keceriaan hati
Terburu-buru akan membuatnya,
Tak mampu terbang
Lebih parah dari Elang yang kehilangan umpan
Saat terlalu cepat menyimpulkan keadaan
Burung-burung kertas itu memiliki tujuan,
Impian
Satu hal yang membuat anak-anak tak tenang
Seperti hati kita yang kasmaran
Burung-burung kertas itu harus sampai pada sasaran
Entah kembali ke tangan
Atau menggapai jarak tertinggi jangkauan
Seperti rasa yang mengalir tepat menuju sandaran
Burung-burung kertas itu akan hancur
Terinjak kotor tertinggalkan
Jika ia tak mampu melayang pada tujuan
Seperti hati,
Yang merasa terinjak kotor
Ketika perasaan tak sampai dan,
Kembali lagi ke tangan