Sayang....

Java Tivi
0

5 Februari 2013 pukul 23:11
"Apakah dengan mengetahuinya, kau akan merasa bahagia?" katanya.
"Mungkin..."
"Baiklah. Ini ku katakan, 'Aku membencimu, tak menganggapmu bahkan sebatas seorang teman, dan tak mungkin membayangkan menjadikanmu pendamping hidup,' kau puas? Kasihan sekali kau ini,"

Ah, tenang saja. itu hanya satu di antara banyak ketakutanku saat itu, saat kita masih berada dalam masa lalu.

"Dalam satu fase kehidupan, terkadang manusia harus melukai dirinya sendiri - untuk sesuatu yang sangat berharga. mengapa? untuk melihat sekuat apa jiwa manusia saat ia terluka. mampukah ia tetap hidup, bekerja, layaknya manusia normal? dan cinta, selalu berada diurutan pertama dalam urusan luka,"

"Manusia terlalu banyak berprasangka. manusia mampu bersemangat hidup, jika ada seseorang di belakangnya yang selalu tersenyum, padanya. semangat ibarat api, dan cinta adalah bahan bakarnya. jika kau kehilangan cinta, namun tetap mampu hidup bijaksana, kau bagaikan nyala api tanpa bahan bakar. hebat, namun aneh. manusia tak terbiasa dengan yang aneh. manusia menyukai keumuman. yang aneh, yang dipersangkai,"

"Kebahagiaan dunia akhirat harus diraih!" katanya.
"Tidak, sayang, tidak." ucapku dalam khayalan itu. "Kebahagiaan, cinta, Tuhan, tak dapat diraih. Tangan kita terlalu lemah untuk meraih itu. Ayo, ayo, kita gunakan tangan ini, untuk sembuhkan luka hati, membersihkannya, meluaskan samudera jiwa, agar kita, siap menerimanya. bukan yang di luar diri kita yang menjadi fokus, tapi dalam, dalam di hati kita,"
"Apakah dengan hidup bersamaku, rumitnya persoalan kehidupan akan hilang, kita akan bahagia, hidup nyaman?" katanya.
"Tentu saja belum, sayang." ucapku masih dalam khayalan itu. "Seperti seorang buta yang menemukan tongkat penunjuk jalannya. permasalahan hidupnya tidak selesai, meski ia menemukannya : ia masih tetap buta. tapi, kau tahu, bagaimana hidup seorang buta tanpa tongkat penunjuk jalan?"

"Seseorang mencapai kedamaian batin dengan dua jalan. sebagian bertapa, berlatih menguasai pikiran, menjauh dari kehidupan orang-orang. atau, berhasil melewati badai kehidupan dengan rasa lepas." kataku masih dalam khayalan-khayalan. "Sejujurnya, saat kau melemparkan kata 'benci' padaku, lalu menjauh dariku, itu adalah hidup yang sangat berat. menambah beban hidup 'normalku' yang sudah begitu berat. tapi akhirnya aku paham, aku paham. kesalahan tidak ada padamu, tapi padaku. kesalahan tidak terletak di luar diriku, namun dalam, dalam di hatiku : saat aku melawan pikiran-pikiranku."

"Jangan melawan! biarkan itu mengalir," ucap suara dalam kesunyian jiwa. biarkan ketertekanan itu mengalir, mengikuti waktu hidupmu. jangan melawan, kau tak bisa memukul pikiran dengan tinjumu. biarkan ia mengalir bersama waktu. kau harus membiarkan -kenangan- itu berada di masa lalu, karena, itu bukan menjadi masalahmu saat ini. pikiran melihat jalan hidup ini bercabang, namun kesadaran selalu saja melihat kesatuan. yang menjadi masalah sekarang adalah, jalan mana yang akan kau pilih?

"Saat aku pulang, selepas kelulusan itu, akhirnya aku paham, bagaimana akhir dari setiap perjalanan. aku paham, untuk apa semua ini diperjalanankan, dunia. seorang pejalan, ya, itulah manusia. jalan, bukan diam. jalan, langkah demi langkah, tak pernah tetap. tak bisa menetap, namun mencintai apapun dalam perjalanannya, termasuk langkah-langkah yang telah ditinggalkan, merelakan. masa lalu, rasa takut, kenangan, sang pejalan mencintai kehidupan dengan melepas-meninggalkan langkah-langkah yang telah lalu. ke mana ujung semua itu? maut, menjadi satu kepastian,"

How many roads must a man walk down
Before they call him a man
How many seas must a white dove sail
Before she sleeps in the sand
How many times must the cannonballs fly
Before they are forever banned
The answer, my friend, is blowing in the wind
The answer is blowing in the wind

How many years must a mountain exist
Before it is washed to the sea
How many years can some people exist
Before they're allowed to be free
How many times can a man turn his head
And pretend that he just doesn't see
The answer, my friend, is blowing in the wind
The answer is blowing in the wind

How many times must a man look up
Before he can see the sky

How many years must one man have
Before he can hear people cry
How many deaths will it take till he knows
That too many people have died
The answer, my friend, is blowing in the wind
The answer is blowing in the wind

Joan Baez
Tags

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)