Malam ini, sebenarnya ada dua tempat yang ingin ku kunjungi.
Rumah paman saya, untuk ngrobrol tentang pencalonan kakak saya (legislative),
dan rumah teman saya yang minta diajarin bikin tapai jerami buat ternak. Saya ini
‘kuli’, jadi punya banyak pengalaman kerja ‘rendahan’ (hehe).
Kemarin, bos-nya bapak menasehati, “Kamu udah lulus? Daftar dong
di kabupaten, biar jadi PNS kayak bapak kamu. Bisa di PU, Pemkot, bla bla
endebreh…” saya ini bukan PNS, saya sudah jadi ‘PRS’ alias ‘pegawai’ rakyat
sipil. Gajiannya kecil, melayani masalah dan orang-orang kecil, gaji dan orang
yg tak mau didekati sebagian besar umat manusia modern (sekali lagih, biar
mantep, MODERN).
Saya bukan anak muda yang anti modernisme. Tapi saya juga
bukan orang modern, karena masih suka dekat-dekat dengan orang desa yang miskin
dan Madesu. Orang modern berpikir maju, untuk apa mendekati manusia-manusia
rendah begitu? Tidak ada profitnya, kecuali mungkin jika dikomersialkan. Mengkomer-sial-kan
orang-orang miskin, sedang orang miskinnya, cuma kebagian 'sial'-nya.
Apalagi waktu dekat ini akan ada pemilu legislative.
Para caleg bilang : saya tak butuh anda (rakyat) saya hanya butuh
suara anda.
Para rakyat yang memang sudah ‘diperkosa’ berkali-kali
menjawab : saya tak butuh anda (caleg, dll), yang saya butuhkan uang anda.
Sekalipun saya orang kecil, wilayah pergaulan saya menembus
batas ‘kasta’. Saya seorang pendidik, tapi sering bercengkerama dengan para
pejabat atau bahkan rakyat yang melarat/sekarat : harapannya.
Sore lalu, setelah mengaji qur’an di ruang tamu, hati saya
berkata secara tak sadar, “Aku berkehendak mengubah segala sesuatu, tapi melalui
engkau,”
“Tapi, mengapa terkadang tak bisa?”
“Karena engkau yang berkehendak, bukan Aku,”
Hadeeh… begini nih, kalau efek sakit hati (hayyaaaah…) belum
sembuh benar. Tidak ada obat yang sekali minum langsung sembuh. Hah, dasar anak
muda. Ternyata saya masih muda toh, bisa sakit hati. Haha :p