Pelik sekali memikirkan sekolah itu. Ajib. Daripada pusing tak kunjung menemukan jawaban, mending berkhayal : tentang Tuhan. Bukan berarti ini pelarian, tapi sejenak 'rehat' dari pemikiran konkret.
Perenunganku tentang Dia, selalu buntu ketika bertanya, "Dia, Engkau, lalu siapa aku?"
Jika yang 'ada' hanyalah Engkau, lalu siapa aku?
Para teolog 'awam' akan mengatakan : keberadaan kita nisbi. Kita adalah 'bayangan' Tuhan. Bayangan? Siapa yang menyinari Tuhan? (hehe). Segala perumpamaan terlihat dungu.
Seperti seekor burung dengan kicauannya. Sesaat setelah ia berkicau, ia bertanya dalam dirinya sendiri, "Kicauan siapa tadi? Indah sekali," Logika tak mampu menjelaskannya, akal pikiran tak dapat mengingatnya. 'Nya', Dia, Engkau, aku menyebut diriku dengan kata 'Nya' dan Engkau hanya ketika logika berkuasa.
Apa yang bisa dilakukan besi di dalam api?
Apa yang mampu dilakukan garam dalam air?
Apa yang sanggup dilakukan hati, rasa, di dalam cinta?