Sekolah menjadikan kita sukses?

Java Tivi
0

Pagi ini, hujan turun menyapa para pekerja pagi. Em, bukan hanya pekerja ternyata, tetapi juga pelajar. Bahkan, anak-anak muda itu – pelajar, nampak lebih semangat pagi ini. Keluar dari gang rumah, bertemu dengan anak SMP yang seragamnya setengah basah kuyup mengayuh sepeda ontel. Sesampainya di sekolah, subhanallah, anak-anakku tetap berangkat. Ini terkadang yang membuatku haru. Sekolah ini tak memiliki apa-apa yang mampu dibanggakan, tapi mereka tetap semangat dan – masya Allah – senang dengan keadaan apapun. Alasan ini yang membuatku berdiri tegak : Tenang, nak. Bapak akan bekerja lebih keras lagi, agar kalian dapat bersekolah dengan ‘layak’.

Tentu saja, aku salah menilai mereka jika menggunakan ‘alat ukur’ semangat belajarku, dulu. Aku hanya seorang pelajar berandal, pemalas, tukang tidur. Mungkin aku bukan termasuk siswa cengeng, ketika dijewer atau dimarahi tak menangis : saat TK ataupun SD. Tapi juga bukan siswa ‘baik’, tak bisa disebut penurut atau cerdas. Tapi, lihat aku sekarang, jika bukan suatu kebetulan, pasti ‘ujian’ ini adalah ‘kesalahan Tuhan’ : sebagai leader lembaga pendidikan formal.

Terkadang aku setuju dengan ucapan Kyosaki : If you want to be rich, don’t go to school. Bukan aku yang bilang, tapi salah seorang motivator dunia yang ‘ahli’ tentang kekayaan. Dan beberapa kali aku menyampaikannya pada para guru sekolah ini.

Sekolah tak menjamin seseorang sukses. Berapa banyak sarjana-sarjana yang persis setelah ia pulang berfoto ria menggunakan toga, di rumah ia bingung : akan bekerja di mana? Gelisah akan bayangan pengangguran, kerja kecil, atau menjadi orang ‘kecil’ – miskin. Pikiran-pikiran sesat, aku katakan. Tidak ada pekerjaan kecil, yang ada adalah ‘manusia kecil’, manusia berjiwa kerdil yang tak menerima keadaan dan tak mau mengubahnya. Kita kira, Nabi Sulaiman belajar di mana hingga ia menjadi manusia terkaya sejagat raya? Lulusan MBA kah? Kuliah doktoral menejemen keuangan / bisnis? Kehidupan yang mendidiknya. Bakat dari ayahnya yang ia miliki yang membuat itu – selain ‘pendidikan’ alam yang ia alami. Menjadikan apa yang dimilikinya terus bertambah, tak bisa berkurang.

Bukan sekolah yang menjadikan seseorang sukses : materi atau pun hati. Kecuali, mungkin ‘sekolah kehidupan’. Apa yang kita ingat, atau, berapa persen pengetahuan sekolah yang masih kita ingat sekarang? Hal-hal yang membuat anak-anak kita hebat di masa depan adalah itu – di atas. Meski hujan mereka tetap berangkat, gemar membaca, diskusi, mencari ilmu di manapun itu : perjuangan tak kenal lelah. Kemudian, doa orangtua dan guru.


Bagaimana keadaan tokoh-tokoh besar seperti Davinci, Mozzart, Edison, atau, Einstein? Mereka ‘pemalas’, bahkan, Einstein lebih suka berkhayal di bukit belakang sekolah.
Tags

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)