17 November 2013 pukul 16:07
Malam minggu lalu, Jon mengajak minum jahe susu di
WTS alias warung tengah sawah. Di perjalanan, saya yang bawa motor, Jon
nyeletuk, "Enak mana, perjalanan di sini, atau di
sana, tempat kuliahmu dulu?"
Saya diam. Terkadang, pertanyaan sederhana butuh dijawab dengan berpikir agak dalam.
Saya diam. Terkadang, pertanyaan sederhana butuh dijawab dengan berpikir agak dalam.
"Ada plus minusnya, pasti," jawabku. "Kalau di sini, jarang
merasa asing kalau jalan-jalan sendirian di malam hari. Itu salah satu,"
mengingat dulu, saat di awal-awal semester saya suka ngelayab malam minggu
sendirian ke kota, pakai sepeda balap yang saya paketkan. Sekedar lihat-lihat,
tragisnya kehidupan jalanan.
Jon terkekeh.
Sesampainya di WTS, ada dua pasang remaja yang nampaknya sedang kasmaran.
"Nikmatnya pencarian Tuhan itu, seperti ketika kau jatuh cinta untuk
pertama kalinya," kata Jon sambil melirik pasangan itu. Kami duduk di
lesehan belakang mereka. "Nikmat, sangat nikmat sekali. Berbeda dengan
jatuh cinta yang seringnya berujung kecewa, pencarian Tuhan, jika kita terus
berjalan fokus -tak apa tersesat, kita akan menemukannya." sambungnya.
"Untuk mereka yang tak pernah mengalaminya -pencarian Tuhan, terlebih lagi
tak pernah jatuh cinta dan berusaha mengejarnya, mereka akan menjadi manusia
kaku,"
"Setuju," ucapku. "Tentang cinta, aku tak pernah menyesali kisah
yang pernah terlewati," saya mulai curhat. Kami biasa menghabiskan malam
untuk dialog filsafat hidup, termasuk cinta. "Perjalanan ini indah, jika
kita tetap mengangkat kepala, tak terus menunduk mengenang masa lalu,"
lanjutku. "Sampai ini, aku masih mendoakan mereka, wanita-wanita yang
pernah mewarnai hidupku, semoga bahagia selalu."
"Hidup ini indah, jika kita terus menegakan kepala, mengingat masa lalu
dan mempersiapkan hari esok, dengan doa kebaikan untuk semua," kata Jon.
"Ya, kita tak boleh lupa, hari esok dengan segala kemungkinan akan datang.
Jika esok hujan, paling tidak kita penuh persiapan. Siapa yang peduli, jika
kita kehujanan dengan kepala menunduk, juga, wajah yang bermuram durja,"
Hahaha.
Hari pun tetap indah, meski di gelap malam.