Hari ini, nafasku tak teratur. Mungkin karena tadi pagi,
mendengar dari bagian pewakafan kementerian agama, tanah wakaf yang rencananya
akan dibangun sekolah, tak diperbolehkan. Pikiranku semakin buntu. Jika sekolah
lain membangun satu kelas untuk satu rombongan belajar, aku harus menyiapkan
lima kelas dan fasilitas lainnya sekaligus. Dimana? Kejam sekali, jika aku
sampai ‘memaksa’mereka – orangtua siswa – untuk membayar sekian juta dengan
alasan pengembangan. Aku manusia terhina, jika ku tambah dengan menyiksa
manusia lemah seperti mereka, azab apa yang akan ditambahkan lagi padaku?
Suatu lembaga (bukan hanya pendidikan, tapi apapun) yang
mengutamakan perut dan keuntungan pribadi, hanya akan menciptakan
makhluk-makhluk ¼ (seperempat) manusia. Tapi, suatu lembaga, seperti tubuh, tak
akan mampu berbuat banyak ketika kelaparan. Tidak ada pahlawan yang berperang
dalam perut kosong – apalagi jaman sekarang. Pertama, segila apakah manusia
yang tak menginginkan kekayaan di jaman ini? Dunia mempertontonkan fastabiqud dunya, perlombaan
mengumpulkan kekayaan. Kedua, kami bukan pahlawan. Paling tidak, tak pernah
menganggap diri sebagai pahlawan : sekalipun tanpa tanda penghargaan/jasa. Ketiga,
jika kami tak menganggap diri sebagai pahlawan, tak mengharapkan surga atau
pahala, mengapa kami memutuskan menjadi manusia ‘baik’ : yang berjuang dengan
kegilaan?
Prasangka-ku
Allah, Engkau Tuhanku satu-satunya,
Apapun yang Engkau ingingkan,
Insya Allah, Tuhan
Insya Allah aku ikhlas : Qulhu
Allahu ahad
Tuhan, aku rela Engkau lebih senang dengan mereka yang kaya
Menghadapkan wajah-Mu pada mereka yang indah rupa
Merangkulkan tangan-Mu pada mereka yang berkuasa
Tapi, apakah terlalu sulit untuk menatapku meski sebentar
saja?
Prasangka ini menjebakku, Tuhan
Ketidaktahuan membuatku lemah
Menyerah kalah
Tak mampu melangkah
Tak apa Engkau memilih mereka yang pandai
Mereka yang kaya, kuasa, indah rupa
Aku tak meminta yang susah pada-Mu, Tuhan
Hanya satu : jangan tinggalkan aku
Jangan ada keinginan dalam diri ini
Selain keinginan-Mu
Jangan biarkan aku memutuskan sesuatu
Selain keputusan-Mu
Sakit rasanya,
Ketika Engkau memalingkan wajah-Mu dariku
Pada mereka yang berpunya
Sakit rasanya, ketika Engkau atau aku, saling menjauh
meninggalkan