Apakah kau marah?
Apakah kau benci?
Apakah kau dendam?
“Aku tak tahu, aku marah padanya atau tidak. Karena perasaan
dan pikiranku biasa saja. Tidak ada perasaan negatif apapun, sungguh. Tapi aku
tak bisa memastikan, bahwa aku tak marah : karena aku tak tahu. Bisa jadi
kemarahan bersembunyi dalam-dalam di hatiku. Bisa saja ketenangan hati ini
adalah rekayasa pikiran dan hati untuk menyembunyikan kemarahanku,”
Aku tahu, kau orang yang sangat hati-hati. Tapi pertanyaan
itu harus terjawab segera, agar jiwamu tenang.
“Jiwaku tenang? Aku tak tahu jiwa ini telah tenang atau
tidak. Tapi jika kekosongan dari pikiran negatif bisa dijadikan indikato –tanda,
mungkin jiwa ini termasuk itu : jiwa yang tenang. Aku hany bisa berkata ‘mungkin’,
karena sekali lagi, aku tak bisa memastikan apapun,”
Tapi paling tidak, apakah tidak sebaiknya pertanyaan itu
sedikit terjelaskan, agar tidak mengganggu hidupmu?
“Yang aku ketahui, lebih banyak sesuatu yang tak ku ketahui
dalam hidup ini. awalnya pemahaman ini ‘pahit’, tapi aku harus menerimanya, aku
harus mengakuinya. Tanpa berhenti untuk mencari tahu dengan cara yang santun –
bijak,”
Apa kau terpengaruh dengan kemungkinan, kau-lah yang salah
dan menyakitinya?
“Benar. Itu tak bisa ku sangkal, meski aku juga tak bisa
terus meratapi itu – menyesali tindakan masa lalu adalah sikap kekanak-kanakan.
Tapi mempelajarinya adalah tindakan bijak. Sangat mungkin aku-lah yang salah
dan melukai kehidupannya. Tapi jika pun itu benar, mengapa ia tak menanggapi
permintaan maafku? Sama, pertanyaan ini pun menggantung – tak bertemu jawab. Aku
tak tahu mengapa, kecuali ia mengatakannya. Sampai ini, aku memegang pemahaman
itu : lebih banyak hal yang tak kita tahu, daripada yang kita tahu,”