Manusia sampah : aku

Java Tivi
0
Rasanya gelap sekali
Mungkin seperti ini ketika akan mati
Tidak ada yang kau inginkan, kecuali
Mengulang hidup kembali
Berjanji akan hidup dengan kebaikan,
Sebesar gunung
Atau seluas lautan

Sejenak, aku jadi seperti anak kecil
Yang ingin cepat-cepat keluar
Dari sesuatu yang tak menyenangkan
Tapi, untuk apa keluar jika di sana hanya menyenangkan kelihatannya saja
Dan aku membisu, diam, mati

Lalu di dalam yang ku lihat semakin gelap, dingin
Aku menemukan diriku sendiri
Meski gelap,
Kami saling berbicara

Tapi, apakah memang untuk sebagian pejuang
Mereka harus berjalan sendirian?
Siapa yang akan meniup matanya saat terkena debu?
Siapa yang akan melihat luka di balik badannya?
Hatinya?

Hembusan kesunyian membuatku sadar
Tidak ada yang menyenangkan,
Kecuali berbarengan dengan derita di belakangnya
Tawa dan kemarahan, hanya berselang satu detik yang berulang-ulang

Apa yang harus ku lakukan pada dunia ini?
Tanya engkau suatu pagi
Tapi ketika senja menghampiri
Kau terdiam, berbicara sendiri : sebagian besar manusia hidup terlalu bodoh

Lebih berguna mana : satu liter minyak atau satu liter susu?
Tanya engkau suatu pagi lalu
Tapi ketika tubuh terlelah di malam hari
Kau berkata lirih : untuk siapa / apa?

Semua ditempatkan pada posisinya di dunia ini
Kau, bidadari-bidadari tanpa cahaya surga
Berada di atas putaran dunia
Dan aku-aku ini, berada dalam bumi
Tempat yang tak diharapkan
Bahkan oleh para cacing tanah
Mereka pergi meninggalkan rumah
Di malam hari yang berlalu tanpa kisah

Bumi ini telah mabuk
Sebab berputar terlalu lama
Hilang akal, menuju kehancuran total
Hei, sampai kapan kau begitu : bumi?

Di suatu sore itu
Udara dan cahaya bertegur sapa dengan sampah
Mengapa kami tak berharga?
Tak terbayar oleh uang?
Sampah menjawab : karena yang ada dalam pikiran manusia kini adalah aku
Mereka mengumpulkan benda-benda, mempercantik rupa
Sedang waktu mengintainya untuk mati dan semakin tua
Tua!

Bocah-bocah yang pamer kemolekan itu
Dada dan paha itu
Mereka tak pernah belajar dari kakek-neneknya
Bahwa dulu, kakek-nenek yang meratapi waktu
Juga seperti mereka ketika muda

Manusia-manusia yang bersemangat menjadi sampah
Tags

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)