Bukannya mendengarkan khotbah, si Jon malah sms-an sama
seorang teman. Mereka membicarakan cinta, satu hal yang Jon tak pernah
memahaminya. Barangkali, karena Jon lahir dari batu, jadi ia tak akan paham
bagaimana perasaan atau hati yang sedang jatuh cinta, atau sebaliknya, terluka.
“Pak Jon, menurutmu ‘kan manusia berharap segala hal pada
Tuhan, sedang Tuhan hanya mengharapkan satu hal pada manusia : yaitu cinta. Ada
orang yang perbuatannya didasari kebenaran akal dan memang tak menyalahi aturan
Tuhan (Qur’an), meskipun ia sadar imbalan apa yang akan Tuhan berikan dari
perbuatan baik tersebut. Tapi sebaliknya, ia tak peduli dengan imbalan itu. Ia
hanya berpikir bahwa yang ia lakukan itu perlu. Sekecil apapun perbuatan itu
akan mendekatkannya selangkah lebih dekat dengan kebahagiaan. Begitu juga dalam
hal cinta, ia perlu mengungkapkan kebenaran cintanya, tanpa ia berharap akan
diterima. Seperti kata orang bijak, cinta kepada Tuhan adalah cinta sekaligus
takut. Meskipun pada akhirnya seorang wanita itu menolak pengungkapan cinta
itu, ia tidak takut kehilangannya, walaupun benar ia adalah wanita yang pantas
untuk dicintai. Dan sekali lagi, itu akan mendekatkannya pada kebahagiaan. Bagaimana
tanggapannya?” seorang teman mengirim inbox facebook Jon.
“Setuju. Kenapa gitu?” Jon balas, pendek.
“Setuju bagaimana?” tanya teman Jon. “Pak Jon pernah bilang,
jangan berharap bahkan pada Tuhan : saya setuju. Berarti, cinta yang
menimbulkan harapan pada seseorang yang kita cinta, itu kurang tepat juga? Atau
ada penjelasan lain...? Semakin mencintai-Nya, semakin mendekat. Semakin mencintainya
– manusia, semakin menjauh.”
“Setuju, bahwa ada orang-orang tertentu yang dasar hidupnya
tak terjelaskan : bukan karena pahala, surga, atau apapun. Tapi ia terus keras
kepala dalam jalan kebaikan, apapun resiko yang ia dapatkan. Kita bagi
tingkatannya lebih dulu : cinta tahap pertama, kedua, & paling tinggi.
Cinta dengan keberharapan, itu di tingkat pertama : kepemilikan/timbal balik
dari cinta yang diberi. Kedua, kasih dan sayang karena pemahaman bahwa, jika
cinta, aku adalah engkau dan engkau adalah aku dalam wujud yang berbeda -kita
satu. Maka, pembuktian dari cinta tingkat dua dan satu ini, adalah pernikahan. Tingkat
terakhir adalah meniadakan diri, bahwa yang ada adalah 'ia' : yang kita cintai.
Semua tingkatan itu sebaiknya adil, ditempatkan pada tempatnya. Cinta antara
laki2&perempuan, itu tingkat pertama. Cinta sesama manusia/alam, tingkat 2.
Terakhir, cinta pada Tuhan. Tak boleh cinta antara laki2&perempuan
menggunakan pemahaman yang ketiga. Begitupun lainnya, semestinya adil.”
Jon sebenarnya ingin memberitahu ‘rahasia’ cinta tingkat
kedua. Yaitu ketika menyatunya perasaan antara sepasang manusia. Mampu mengetahui
isi pikiran dan hati tanpa memberitahu, ‘melihat’ apa yang sedang dilakukan
dari jarak jauh, atau keajaiban cinta lainnya. Namun, Jon tak mungkin bisa
menceritakan itu selama orang yang diceritakannya, tak mengalami apa yang
disebut ‘penyatuan jiwa’. Itu mengapa, Jon mengatakan itu adalah ‘rahasia’.
Sambil menunggu balasan temannya itu, satu sms datang dari
teman muda Jon. Ia juga menanyakan hal yang serupa : cinta.
“Assalamu’alaykum... Apakah dengan gagalnya harapan pada
seseorang yang dicintainya itu berarti dia salah mencintai seseorang? Lalu bagaimana
dengan perasaan yang sudah terlanjur?” tanya ia.
“Wa’alaykumsalam... Dalam cinta, tak ada kata salah dan
benar. Jika cinta, juga tak akan pernah menyesali. Sebaliknya, kita seringkali
tak paham, mana cinta, mana sebatas perasaan/ambisi ingin memiliki. Tentang perasaan
yang sudah terlanjur? Ungkapkan, dan pahami, bahwa cinta dengan keinginan
memiliki adalah lebih rendah dari pada ‘menjadi’. Cinta yang lebih tinggi
adalah perasaan ‘menjadi’, aku adalah
engkau – yang ku cintai, dan engkau adalah aku dalam wujud yang berbeda : kita
satu. Dan dibuktikan dengan pernikahan.” Jawab Jon.
“Adanya istilah ‘kita’, maka di sana ada makna penggabungan.
Tambah kata ‘satu’ pula, tapi dalam kasus ini hanya sepihak. Seseorang yang
dicintai mungkin sudah tidak peduli lagi, lalu untuk apa mengungkapkan jika ia
sudah tak peduli?”
“Sempurna dalam han cinta, adalah sepasang, bukan sendiri. Ungkapkan,
agar tak menjadi beban jiwa. Jika ia tak peduli? Adakah hukum mutlak yang
memaksa ia menjadi milik kita? Ungkapkan, lalu lepaskanlah – harapan,” kata Jon
lagi.
“Tapi kenyataannya adalah, ia tak cinta. Memang tidak ada
hukum seperti itu, mungkin. Tapi bukankah ada hukum kausalitas, jika kita
peduli pada seseorang, maka kita akan dipedulikan?”
“Emm.. Terkadang, seseorang tidak memilih kita bukan karena
ia tak cinta atau membenci kita. Sangat banyak kondisi atau sebab yang, bisa
jadi memaksa ia untuk tak memilih kita. Bisa jadi, bukan keinginan dia untuk
menolak kita. Hukum aksi sama dengan reaksi (aksi : reaksi), itu benar. Tapi tidak
harus dari orang yang sama, dan di saat itu juga. Ada yang namanya teori ‘penggumpalan
atom’ atau amal atau pahala atau apapun kebaikan yang kita lakukan. Dan ketika
itu kita dapatkan, lebih besar daripada jika itu terjadi di masa lalu, di saat
kita sangat mengharapkannya,”
“Apa tidak tertinggal jika kita tak memiliki cinta (kekasih)
sebelum menikah?” tanya ia lagi.
“Cinta yang sebenarnya ada dalam pernikahan. Toh, pernikahan
saja, sangat mungkin putus ditengah jalan, apalagi sebatas pacaran. Cinta yang
sebelum pernikahan ada dua. Pertama, tindakan merendahkan derajat wanita. Mengapa
banyak wanita mau? Karena ia dikalahkan oleh rasa takutnya. Kedua,
keterbelengguan akal atau hati oleh nafsu / ambisi, yang menjadikannya ceroboh
atau terburu-buru menentukan pilihan,”
“Hihi, keduanya nampak tak baik,” katanya. “Apakah tidak
terlambat, jika tak memiliki kekasih sebelum menikah?”
“Kamu ketakutan. Wajar, hampir tiap wanita terjebak dalam
bayang ketakutan itu. tidak ada kata terlembat dalam cinta,” si Jon terlihat
sekali belagu dan sotoy-nya. Sotoy ayam.
“Bagaimana agar tidak terjebak? Aku takut dengan masa depan,
bisa jadi aku tak punya karakter. Ikut sana-sini tak punya pendirian,”
“Agar tak terjebak? Ini pertanyaan filosofisnya : kamu di
mana dan sedang apa? Kalau kamu lagi makan, fokuslah pada makanan itu. kalau
kamu lagi belajar, fokuslah pada ilmu pengetahuan. Jika kamu di masa ini,
fokuslah untuk saat ini. santai, tapi fokus. Bagaimana dengan masa depan? Itu belum
terjadi, mengapa takut? Serahkan saja itu pada Tuhan,”
“Tapi bukankah kita harus mempersiapkan masa depan?”
“Sebaiknya kita mempersiapkan, dengan fokus di hari ini,
saat ini. Jika kamu terlalu fokus pada tujuan, pemandangan alam tak akan kau
lihat di sisi kanan dan kiri – kehidupan. Nikmatilah perjalanannya,”
Jatuh cinta... Kapan aku merasakannya lagi...? Anugerah terindah... Jon mengguman. Ia tak pernah menyesal, meski tiga wanita yang ia cintai berturut-turut, meninggalkannya, menikah dengan pria lain.
Iqomah terdengar. Jon terburu-buru mencari shaff yang
kosong. Ia dengan anak angkatnya – yatim, daripada tak dapat tempat, lebih baik
berdesak-desakan. Dasar, khotbah tak mendengar, mencari shaff rebutan mirip
antre Raskin. Dasar si Jon.