anak smp dilarang pacaran dengan alasan:
- badan nya ga akan bisa makin tinggi lagi (apalagih kalo dari es-ed, SD
maxutnyah,he)
- hormonalnya juga belum memadai yang jika dipaksakan bisa split person
- kedewasaan seksual yang terlalu dini bisa menghambat kedewasaan berpikirnya
- kondisi yang labil dari emosi anak usia SMP bisa bertahan terlalu lama jika memaksakan pacaran di usia dini (dari facebook Johan Riadi, kakak tingkat waktu kuliah)
- hormonalnya juga belum memadai yang jika dipaksakan bisa split person
- kedewasaan seksual yang terlalu dini bisa menghambat kedewasaan berpikirnya
- kondisi yang labil dari emosi anak usia SMP bisa bertahan terlalu lama jika memaksakan pacaran di usia dini (dari facebook Johan Riadi, kakak tingkat waktu kuliah)
Tapi, karena sayah ndak bisa becanda lagih, sayah bisanyah
cerita seirus (irus bukannya alat masak dapur?he), serius maxut sayah. Jadi
inih tulisan serius tentang pacaran. Aseli.
Banyak sekali pertanyaan semacam judul di atas. Mulai dari
para Ababil, mahasiswa ghulluw, malah
yang kemarin banget, adalah keponakan gue sendiri. Adeuh, gua aja pamannya
kagak pacaran (kgak laku yak?hihi), padahal yang antre melebihi banyaknya orang
antre karcis mau mudik. Kebelet pengen jadi cewek gue (jangan percaya, inih mah
klem, kleeeeem...hehe).
Tapi maap, (kenapah gue mesti minta maap?), gue nggak
deketin cewek kecuali gua jamin dia aman tanpa gue sentuh sedikitpun
(paling-paling gue raba-raba tas-nyah, gue kan pencopet : hati,hihi).
Oekh, eh, okeh, inih tulisannyah tentang pacaran.
(prolognyah panjang kalii..?he)
Kita mulai dari asal kata ‘pacaran’. Sejarahnya dari negeri
Melayu sana. Ketika ada sepasang muda-mudi yang saling tertarik, pihak keluarga
akan memakaikan pacar air di kuku mereka. Tentu, pacaran jaman ‘kuno’ saat itu
tak seperti sekarang yang seakan ‘halal’ kemana saja dan apa saja tanpa
sepengetahuan orangtua. Pacar air itu akan hilang dalam, kira-kira, tiga bulan.
Jika dalam tiga bulan itu tak ada lamaran, maka hilangnya pacar air itu tanda
bahwa pihak perempuan boleh memutuskan hubungan itu. jadi, pacar air itu
semacam simbol, bahwa mereka telah ada ‘ikatan’, meski belum ada pinangan. Masa
ketika mereka menggunakan pacar air itulah, mereka disebut sedang ‘pacaran’.
Em, sebenernyah gue getek nyebut kata ‘pacaran’, secara terdengar Ababil beungeut (banget,hihi).
Intinya, apapun simbol hubungan itu, niatnya baik – dan
segera, yaitu menuju pernikahan.
Kita bahas satu persatu.
Pertama, badan anak remaja yang pacaran nggak akan meninggi
lagi. Apa buktinya? Coba baca tentang bagian otak, di sana ada sistem limbik,
dan Arterior cingulate cortex (acc). Saat orang pacaran, sistem limbik akan
aktif. Limbik ini apa seh tugasnyah? Mau tahu apa mau tau beungeut? Ih, kepo ih...hehe
Limbik ini mengatur perasaan, lebih aktifnya, perasaan
negatif. Orang yang pacaran, bawaannya posesiv, cemburuan, resah dan gelisah
(haha, geli gue kalo bilang gini). Saat itulah sistem limbik aktif. Ketika
limbik aktif, sistem berpikir otak terganggu. Seseorang yang sedang pacaran,
biasanya tak bisa berpikir panjang, merenung, apalagi kontemplasi. Yang ada
malah melamun (si do’i lagi apa eaaaa...?haha). Nah, saat otak tak mampu
berpikir dalam inilah, hormon yang berpengaruh dalam tinggi badan tak dapat
terproduksi dengan baik. Walaupun, kita jangan jelek sangka dulu, semisal ada
orang yang memang keturunan tubuhnya pendek. Ituh seh gen. Pernyataan satu
sampai tiga, terjawab. Terakhir, tentang kelabilan anak yang pacaran dari usia
remaja. Terjawab bukan, ketika banyak orang-orang dewasa yang kualitas
berpikirnya cemen, labil, nggak kuat di-php-in, enggak beungeut deh pokoknya kalo lagi ngobrol sama anak yang beginian.
Kalo acc sebaliknya. Bagian otak inih, berfungsi sebagai
penyeimbang emosi, dan ikut menjaga ketertiban dunia. Lho? Hehe, maap, maap. Maxutnyah,
bagian otak ini menjaga perasaan positif, dan aktif ketika melakukan aktifitas
berfikir, merenung, atau berkontemplasi. Bagian ini juga yang membantu
melancarkan hormon yang mempengaruhi tinggi badan seseorang. Nggak heran kan,
orang bule gede-gede beungeut, soalnyah dari kecil mereka emang liberal, suka
mikir, dan sebenernyah nggak ada hubungannyah seh.hihi
Satu rahasia, orang yang dari remaja berpacaran, ia lebih
suka pacaran bahkan sampai usia tua, dan menomorduakan pernikahan atau
berkeluarga. Jadi, mudah saja (halah, SO7 beungeut,hihi) kita mendeteksi mana
wanita / pria yang masih ‘perawan’ (hahaha!), alias jarang atau bahkan tak
pernah pacaran dari keinginannya berkeluarga.
Tapi, tak paham tentang pergaulan / psikologi cinta
(ealaah...he) / psikologi wanita juga akan menjadikan seorang pria kaku.
Baiknya, sekalipun tak pernah pacaran dalam artian jaman sekarang, minimal
paham banyak hal tentang pergaulan/psikologi wanita (ehm, gue beungeut...hihi).
Jadi, pacaran sebelum merit boleh kagak neh?
Bentar breuw, belon selesei.
Tiap teman yang bertanya tentang itu, gue jawab : pacaran
boleh, wajib malah, kalo udah merit. Tapi ‘kan nggak semua pacaran itu negatif?
Oke, pacaran yang positif bagaimana? Saling memotivasi, bangunin tengah malam
buat sholat tahajud (pengalaman yak?ihihi)? Ituh seh sekalian aja taarufan.
Datengin orangtuanya, niatin buat ibadah. Ditolak ya syukur (pria pemberani
yang berani datangin orangtua si cewek sendirian itu udah jarang beungeut
sekarang, breuw), diterima ya alhamdulillah.
Yang ada sekarang adalah, perempuan ketakutan nggak laku,
dan rasa takut perempuan itu digunakan laki-laki sebagai kesempatan untuk
memacarinya, merendahkan martabatnya sebagai wanita, membekukan
intelektualitasnya (wuiiih...seirus neh seiruuuus...).hehe
Ada pepatah begini : usia 17-25 wanita akan bertanya pada
pria yang datang, “siapa anda?” (materi, status, jabatan, dll) usia 26-30,
pertanyaannya ganti, “Siapa saya?” usia 30 ke atas, pertanyaannya, “Siapa saja
boleh dah,” haha, apes banget yak, kalo emang dikerjain sama perasaan dan
pikiran negatif dari muda.
Akhirnyah, dari gue seh ngebebasin, kalo emang dari
kalian-kalian (edas, belagu beungeuut..he) bilang aturan agama itu berat atau
gak bebas. Tapi yang sebenarnya adalah, adanya jalan agama itu untuk menjaga
manusia, pria dan wanita sebagaimana mestinya : adil, dan sesuai fitrah (opoooo
ikuh ‘fitrah’???hihi). Wanita bukan henpon, yang bisa di dapet dimana aja,
dipegang, dipijit-pijit, yang penting udah deal kita pacaran (kita?hehe).
Inih pernyataan terakhir dari gue tentang hubungan laki-laki
dan perempuan.
Selama status yang menyandang diri kita adalah pelajar,
kekasih kita adalah buku dan pengalaman. Tapi, tentang cinta, ada yang namanya
cinta kemanusiaan, mengasihi dan menyayangi dalam kapasitasnya sebagai manusia.
Bukan hanya pada satu dua wanita, tapi pada semua orang, atau bahkan alam. Saya
sendiri tak sedikitpun ketakutan jika semisal seluruh wanita di dunia ini tak
ada yang ‘murni’ lagi. Bukan karena saya laki-laki, tapi pertimbangan
pernikahan bukanlah dalam hal ‘itu’. Juga, tak ada alasan jika memang wanita
yang kelak dipertemukan dengan saya nanti adalah used, karena memang mungkin itu jodoh saya. Tapi, selama itu belum
terjadi, wanita-wanita yang menjajakan hatinya dengan begitu mudah, hanya akan
didatangi oleh pria-pria kelas ‘lalat’ dan ‘kucing garong’. Tapi, sekali lagi,
hidup ini pilihan, bukan? Tentukan, dan bersiaplah menanggung resiko di
kemudian hari. Apapun.
Bagaimana kalau bukan pelajar, bukan juga pengangguran? Bukan
pelajar, tapi PEMBELAJAR kehidupan.
*tuh kan serius banget,hehehe