Pertama, tentang firasat,
"Layyushiybanaa illaa ma kataballahu lana,"
Jon baru tidur jam 7.30 setelah begadang di sekolahnya. Jam 08.30 ibunya masuk kamar. "Hei, kamu sudah tanya belum ke mas-mu, kemarin ada apa di rumahnya?" tanya ibu Jon.
Jon baru tidur jam 7.30 setelah begadang di sekolahnya. Jam 08.30 ibunya masuk kamar. "Hei, kamu sudah tanya belum ke mas-mu, kemarin ada apa di rumahnya?" tanya ibu Jon.
"Em? Emang ada apa, Bu?" tanya Jon balik, matanya masih sepet, perih.
"Nggak tahu. Dari kemarin firasat ibu nggak enak. Apa ada kehilangan atau apa.
Kamu nggak tanya?"
Si Jon keluar dari kamarnya. Baru keluar, dia dimarahi bapaknya. "Kamu ini
gimana, kenapa baru bangun?! Kepala sekolah harus sudah disana," kata
bapaknya Jon. Mungkin yang dimaksud Jon harus memberi sambutan di acara tutup
tahun sekolahnya. Kalau ibu atau bapaknya sudah bicara, Jon tak berani memberi
pembelaan. Keluhan - tadi malam begadang jaga sekolah atau sambutan sudah
diwakilkan - itu tabu dihadapan orangtuanya. Mengeluh itu haram, bagi Jon.
"Kamu tadi malam nggak mimpi berantem?" tanya ibu Jon lagi.
"Eh?" si Jon baru tahu, ternyata kemampuan sixthsence-nya dari
ibundanya. "Iya, mimpi berantem sama teman. Tapi aku kalah, diserimpung
kakiku. Baru kali ini aku mimpi berantem kalah," kata Jon. Dia sering
mimpi berkelahi, dengan binatang buas, jin, orang-orang jahat -yang ia
tafsirkan sebagai rasa takutnya, tapi baru kali itu Jon kalah.
"Itu jin penunggu sekolah. Tempat itu memang pembuangan buat jin yang
diusir," kata ibu Jon lagi.
Tentang firasat, ibu dan kakak laki-laki Jon 'segaris'. Hal buruk yang menimpa
kakaknya, pasti ibunya merasakan. Berbeda dengan Jon. Anak bungsunya itu
terlalu sering bikin onar. Mungkin syaraf-syaraf kekhawatiran di diri ibunya
sudah terbiasa.
Firasat itu benar, rumah kakaknya kemalingan. Istrinya berkali-kali menangis
karena selain kondisi ekonomi mereka sekeluarga besar sedang krisis, laptop
sekolah juga hilang. Awalnya mungkin kakak Jon agak takut untuk menceritakan
padanya - sebagai kepala sekolah. Eh, dasar gemblung, si Jon malah tak ada
ekspresi kaget atau kecewa. Biasa saja. Baginya, yang penting kakaknya tak
apa-apa. Tentang laptop dan uang, masih mampu ia usahakan. Menjual diri pada
tante-tante, mungkin. (hihi)
Kedua, tentang klenik,
Tentang dunia Jin, Jon tak meremehkan, tapi juga tak terlalu
lebay. Alam kasat mata ini berlapis 5 -yang Jon pernah mimpikan. Pertama alam
fisik, lalu tubuh bintang atau astral (orang Jawa menyebutnya ragasukma, tubuh
pasif yang digunakan Jin untuk menampakan diri di alam fisik atau sebaliknya),
alam Jin jalanan (yang diusir dari tempat tinggalnya, Jin yang berkoloni, lalu
terakhir 'dimensi orang-orang abadi'. Yang disebut terakhir itu terbatasi oleh
medan anti-gravitasi, yang ketika Jin atau manusia biasa memasukinya akan
tersesat dan terperangkap disana.
Jon itu manusia sableng yang belagu. Ketika ada musibah yang datang, ia hanya
mengingat nasihat Tuhan pada Muhammad : Layyushibana illa ma kataballahu lana.
Musibah tidak akan menimpa seseorang, kecuali Tuhan sudah menetapkannya.
Semisal kisah Ayyub yang ternyata terkena santet. Proses klenik itu juga
memilik jalan. Dari dukun (surah al falaq, an nas), ke Jin, lalu syaitan,
kemudian Iblis, dan iblis meminta perizinan (kehendak) Tuhan. Jika
Tuhan menghendai, maka terjadi. Itu mengapa, doa nabi Ayyub adalah : Anni
massaniyasy syaithon binushbiw wa adzab. Sesungguhnya aku diuji musibah oleh
syaitan dan azab. Maksud 'syaitan', adalah runtutan itu.
"Tahu beda antara orang berilmu dan tidak?" tanya Jon suatu saat,
menirukan pertanyaan sayyida Ali.
"Ia yang tak berilmu, akan percaya dengan sesuatu yang tak ada dan tak
perlu diyakini," Jon menjawab sendiri. "Hal-hal gaib, wajib kita
yakini. Tapi Jin yang menampakan diri, itu bukan gaib lagi dan tak boleh
mempercayainya. Sebaliknya, kita harus tahu mengapa itu bisa terjadi. Yang mutlak
kita yakini hanya dua : Allah dan rasulullah," katanya.
Sekalipun ia tahu klenik, Jon lebih suka menjelaskan hal-hal metafisik dengan
fisika Newtonian dan modern (Einstein), atau tentang neurosain. Ilmu otak yang mempelajari
- salah satunya, mengapa manusia dapat berhalusinasi.
Jon bukan manusia sempurna, ia hanya paham mana yang harus diyakini, mana yang
harus direnungkan.
Ketiga, tentang ujian hidup,
Alam berpikir Jon itu unik. Terkadang ia seperti anak muda
biasa, tapi tak jarang juga ia 'kesurupan', lalu menjadi bijak mengungguli
orang-orangtua.
Buah durian memiliki duri, tapi durian bukan cuma duri.
Bunga mawar memang berduri, tapi bunga mawar bukan cuma itu.
Segala sesuatu memiliki sisi gelap, dalam sudut pandang manusia.
Karena tanpa sisi gelap, kita akan sulit disebut manusia.
Banyak orang yang tak rela, ada manusia yang mendekati sempurna, selain dirinya.
Karena, semakin sempurna, ideal seseorang, akan semakin sulit ia dikenali, dipahami : apakah ia manusia?
Dan kita akan kebingungan.
Jika kita bukan manusia, mengapa berbeda dengan tumbuhan dan hewan?
Jika bukan manusia, mengapa kita disini?
Mengapa kita hidup?
Bukankah manusia mati disebut mayat?
Atau, kita-kah mayat-mayat hidup?
Ada orang yang diberi ujian, terus, terus dan terus, tapi tak pernah paham, tak makin dalam perenungannya, tak makin halus akhlaknya.
Ada yang setengah-setengah. Kadang lulus, satu saat gagal. Tak mau paham atau marah pada keadaan.
Ada yang diberi ujian, lebih banyak lulusnya, daripada gagalnya. Orangnya merendah, nampak dungu, tak mau tunduk pada ketidakadilan dan berilmu.
Ada juga yang selalu lulus, bahkan, Tuhan tak mau melihatnya gagal. Mereka adalah para nabi dan rasul.
"Jangan meminta sebelum memberi apa yang diminta istrimu," kata Jon.
"Tapi, bagaimana pada Tuhan? Apa permintaan Tuhan pada kita?" sanggah seseorang.
"Jika kita mencintai-Nya, cintailah kesederhanaan dan orang-orang yang teraniaya zaman. Jika tak mampu, cukuplah jadi orang baik yang tak banyak bicara,"
Buah durian memiliki duri, tapi durian bukan cuma duri.
Bunga mawar memang berduri, tapi bunga mawar bukan cuma itu.
Segala sesuatu memiliki sisi gelap, dalam sudut pandang manusia.
Karena tanpa sisi gelap, kita akan sulit disebut manusia.
Banyak orang yang tak rela, ada manusia yang mendekati sempurna, selain dirinya.
Karena, semakin sempurna, ideal seseorang, akan semakin sulit ia dikenali, dipahami : apakah ia manusia?
Dan kita akan kebingungan.
Jika kita bukan manusia, mengapa berbeda dengan tumbuhan dan hewan?
Jika bukan manusia, mengapa kita disini?
Mengapa kita hidup?
Bukankah manusia mati disebut mayat?
Atau, kita-kah mayat-mayat hidup?
Ada orang yang diberi ujian, terus, terus dan terus, tapi tak pernah paham, tak makin dalam perenungannya, tak makin halus akhlaknya.
Ada yang setengah-setengah. Kadang lulus, satu saat gagal. Tak mau paham atau marah pada keadaan.
Ada yang diberi ujian, lebih banyak lulusnya, daripada gagalnya. Orangnya merendah, nampak dungu, tak mau tunduk pada ketidakadilan dan berilmu.
Ada juga yang selalu lulus, bahkan, Tuhan tak mau melihatnya gagal. Mereka adalah para nabi dan rasul.
"Jangan meminta sebelum memberi apa yang diminta istrimu," kata Jon.
"Tapi, bagaimana pada Tuhan? Apa permintaan Tuhan pada kita?" sanggah seseorang.
"Jika kita mencintai-Nya, cintailah kesederhanaan dan orang-orang yang teraniaya zaman. Jika tak mampu, cukuplah jadi orang baik yang tak banyak bicara,"