Memahami kesepian-Nya

Java Tivi
1
Para malaikat protes ketika Tuhan hendak mengangkat manusia menjadi wakil-Nya di bumi. Dalam software diri malaikat, manusia itu kejam, jahat, suka perang. Tapi, ‘Aku tahu dengan apa yang Aku lakukan’ kata Tuhan. Inni a’lamu maa la ta’lamun. Apakah malaikat tak menyadari bahwa mereka adalah ‘bagian’ dari Tuhannya? Ada apa dalam diri manusia, hingga ia menyadari bahwa dirinya adalah ‘bagian’ dari Diri Tuhan? Atau, ‘kesadaran itu’-lah (manusia bagian dari Tuhan), yang sebenarnya salah dan menyesatkan?

Mengapa Tuhan seakan tak menyerah dengan terus menerus mengganti generasi, hingga munculah manusia-manusia pilihan dengan ‘citra’ dari-Nya? Apakah benar, bahwa Ia kesepian (dan mengangkat manusia-manusia pilihan menjadi khalifah sebagai teman-Nya)? Apakah Tuhan kesepian, sampai manusia harus berdoa (doa = menyapa), menyapa dan bercengkerama dengan-Nya yang kesepian?***

Malam ini (Senin, 7 Juli 2014, malam ke-9 ramadan) Tuhan mendekatkan diri-Nya. Imam tarawih, jamaah, bahkan bilal (aku, sebagai penanda rokaat kedua dan keempat) lupa telah masuk ke rokaat berapa. Kami – jamaah – ragu itu rokaat kesatu / kedua, dan akhirnya taraweh untuk rokaat ke-8 itu 3 rokaat. Aku tersenyum, dalam hati berkata pada *setan* yang mengalir dalam darahku : kali ini kau menang (hehe). Kau menang, setan.

Tapi, ada suara yang setengah berteriak dalam diriku – saat rukuk dan sujud, "Kok setan? Itu Aku (Tuhan?)!"

Ah!

Senyumku semakin lebar. Lalu aku berkata pada-Nya, "Dasar Kau jahil. Senang yah, membercandai kami (hehe), "

Aku mengucap istighfar dan tasbih dalam hati beberapa kali.

Subhanallah... maha suci Engkau, Allah...

Ah? Maha Suci Engkau, lalu siapa aku? Tidak mungkin aku ini ada, karena hanya Engkau yang Ada. Tidak mungkin aku menduakan-Mu, bahkan dengan diriku sendiri, menganggap bahwa aku ini ada.
Jangkrik dan serangga malam di luar musholla bersuara semakin merdu. Seakan berkata : Aku memuji diri-Ku sendiri melalui apa yang Aku ciptakan. Mereka berada di dalam-Ku, dan Aku berada di dalamnya. Sabahiniladzi robbika fissamawati wal ardli. Semua yang di langit dan bumi berdzikir mensucikan-Nya.

Semut dan burung yang berbicara pada Sulaiman, itu adalah Dia. Karena, tidak ada seorang nabi / rasul, yang mendapat mukjizat selain dari izin-Nya. Innamal ayaatu indallah.

Ia adalah Tuhan di *dunia nyata* (realitas sejati) yang tak dapat dipikirkan / melampaui pikiran, dan aku (manusia) di dunia *tak nyata* yang dapat dipikirkan ini. Maka rasanya sakit, ketika manusia harus menerima kenyataan, karena beranjak dari dunia *tak nyata* (dapat dipikirkan) menuju dunia yang *lebih nyata* melampaui pikiran saat itu. Apakah termasuk menerima kenyataan, bahwa dunia ini adalah tempatnya penderitaan dan kesenangan sementara? Rasanya. Tapi, selama itu masih dapat dipikirkan, semua itu masih berada di dunia *tak nyata* ini. Mengapa aku (di)hidup(kan)? Karena Aku yang di *dunia nyata* mencintai aku di *dunia tak nyata*. Aku di *dunia nyata* ingin menolong aku di *dunia tak nyata* ini. Apakah lebih banyak manusia yang terlahir sia-sia? Benar. Aku yang dari *dunia nyata* terlihat aneh, asing, misterius, tapi penuh cinta. Tapi, meski begitu, tak menjadi jaminan bersih dari kegagalan mengajak aku-aku di *dunia tak nyata* ini. Lalu, mengapa aku dan *dunia tak nyata* ini diadakan? Apakah aku ada?


Tidak akan ada bayangan, jika tidak ada cahaya. Tapi cahaya akan tetap ada, meski tak ada bayangan. Meski bayangan tak tahu, bahwa cahaya itu ada. Bahwa cahaya melampaui bayangan.

Bacaan selanjutnya

Kasyafah                                                                                                               Rahbaniyah

Post a Comment

1Comments
Post a Comment