Para malaikat protes ketika Tuhan hendak mengangkat manusia
menjadi wakil-Nya di bumi. Dalam software
diri malaikat, manusia itu kejam, jahat, suka perang. Tapi, ‘Aku tahu dengan
apa yang Aku lakukan’ kata Tuhan. Inni
a’lamu maa la ta’lamun. Apakah malaikat tak menyadari bahwa mereka adalah
‘bagian’ dari Tuhannya? Ada apa dalam diri manusia, hingga ia menyadari bahwa
dirinya adalah ‘bagian’ dari Diri Tuhan? Atau, ‘kesadaran itu’-lah (manusia
bagian dari Tuhan), yang sebenarnya salah dan menyesatkan?
Mengapa Tuhan seakan tak menyerah dengan terus menerus
mengganti generasi, hingga munculah manusia-manusia pilihan dengan ‘citra’
dari-Nya? Apakah benar, bahwa Ia kesepian (dan mengangkat manusia-manusia
pilihan menjadi khalifah sebagai teman-Nya)? Apakah Tuhan kesepian, sampai
manusia harus berdoa (doa = menyapa), menyapa dan bercengkerama dengan-Nya yang
kesepian?***
Malam ini (Senin, 7 Juli 2014, malam ke-9 ramadan) Tuhan
mendekatkan diri-Nya. Imam tarawih, jamaah, bahkan bilal (aku, sebagai penanda rokaat kedua dan keempat) lupa telah
masuk ke rokaat berapa. Kami – jamaah – ragu itu rokaat kesatu / kedua, dan
akhirnya taraweh untuk rokaat ke-8 itu 3 rokaat. Aku tersenyum, dalam hati
berkata pada *setan* yang mengalir dalam darahku : kali ini kau menang (hehe).
Kau menang, setan.
Tapi, ada suara yang setengah berteriak dalam diriku – saat
rukuk dan sujud, "Kok setan? Itu Aku (Tuhan?)!"
Ah!
Senyumku semakin lebar. Lalu aku berkata pada-Nya, "Dasar
Kau jahil. Senang yah, membercandai
kami (hehe), "
Aku mengucap istighfar dan tasbih dalam hati beberapa kali.
Subhanallah...
maha
suci Engkau, Allah...
Ah? Maha Suci Engkau, lalu siapa aku? Tidak mungkin aku ini ada,
karena hanya Engkau yang Ada. Tidak mungkin aku menduakan-Mu, bahkan dengan
diriku sendiri, menganggap bahwa aku ini ada.
Jangkrik dan serangga malam di luar musholla bersuara semakin
merdu. Seakan berkata : Aku memuji
diri-Ku sendiri melalui apa yang Aku ciptakan. Mereka berada di dalam-Ku, dan
Aku berada di dalamnya. Sabahiniladzi robbika fissamawati wal ardli. Semua yang
di langit dan bumi berdzikir mensucikan-Nya.
Semut dan burung yang berbicara pada Sulaiman, itu adalah Dia.
Karena, tidak ada seorang nabi / rasul, yang mendapat mukjizat selain dari
izin-Nya. Innamal ayaatu indallah.
Ia adalah Tuhan di *dunia
nyata* (realitas sejati) yang tak dapat dipikirkan / melampaui pikiran, dan aku (manusia) di dunia *tak nyata* yang
dapat dipikirkan ini. Maka rasanya sakit, ketika manusia harus menerima kenyataan, karena beranjak dari dunia
*tak nyata* (dapat dipikirkan) menuju dunia yang *lebih nyata* melampaui
pikiran saat itu. Apakah termasuk menerima kenyataan, bahwa dunia ini adalah
tempatnya penderitaan dan kesenangan sementara? Rasanya. Tapi, selama itu masih
dapat dipikirkan, semua itu masih berada di dunia *tak nyata* ini. Mengapa aku (di)hidup(kan)? Karena Aku yang di *dunia nyata* mencintai aku di *dunia tak nyata*. Aku di *dunia nyata* ingin menolong aku di *dunia tak nyata* ini. Apakah
lebih banyak manusia yang terlahir sia-sia?
Benar. Aku yang dari *dunia
nyata* terlihat aneh, asing, misterius, tapi penuh cinta. Tapi, meski begitu,
tak menjadi jaminan bersih dari kegagalan mengajak aku-aku di *dunia tak nyata* ini. Lalu, mengapa aku dan *dunia tak nyata* ini diadakan?
Apakah aku ada?
Tidak akan ada bayangan, jika tidak ada cahaya. Tapi cahaya akan
tetap ada, meski tak ada bayangan. Meski bayangan tak tahu, bahwa cahaya itu
ada. Bahwa cahaya melampaui bayangan.
Bacaan selanjutnya
Kasyafah Rahbaniyah
Bacaan selanjutnya
Kasyafah Rahbaniyah
halooo kang
ReplyDelete