Apa kau sudah membaca cerita dongeng buatanku tentang
seekor merpati putih yang terikat kakinya?
Kodrat seorang laki-laki, tak mampu merasakan sakit
dan kekecewaan yang dirasakan perempuan. Yeah,
dalam beberapa hal, laki-laki itu bodoh. Sedalam apa rasa kecewamu padaku
di masa itu, sampai kapanpun tak akan ku rasakan. Aku tak akan pernah tahu. Terlebih
lagi, seperti yang aku lakukan pada orang lain, kau tak pernah mengizinkanku
untuk mengetahui itu. Tapi itu bukan masalah, sungguh. Permasalahan justru ada
padamu, yang belum mampu sepenuhnya melepaskanku. Alih-alih melepaskanku dengan
bersama orang lain di sampingmu itu, kau belum mampu untuk sepenuhnya rela. Kau
belum mampu sepenuhnya memaafkan dirimu sendiri.
Kau belajar tentang kejiwaan bahkan sampai program
tingkat dua, magister. Tapi tidakkah kau paham, ketika seseorang mengira akan
melukai orang lain dengan kebencian yang ia punya, kebencian itu justru melukai
dirinya sendiri.
Tidak ada yang selamanya
di dunia ini. Tak ada hati yang mampu selamanya benci, begitupun cinta,
mungkin. Yang aku tahu, tak ada kata kekal untuk sebuah keburukan – sifat. Karena
Tuhan menciptakan dunia ini dalam kebaikan-Nya. Merasa terluka, kecewa, sakit
hati, itu semua adalah inti, bahwa perubahan memang terasa berat. Dan aku
mengalaminya berkali-kali, bukan hanya denganmu. Perubahan perasaan yang
tertepis dari beberapa perempuan. Tapi lihatlah, aku melepaskan mereka. Seperti
halnya engkau harus melepaskanku, meski nyatanya engkau yang memilih
bersamanya. Kau memilih dia, tapi dengan tidak melepaskanku. Jika kau
mencintaiku saat itu, mengapa kau memilihnya? Jika kau meragukan cintaku dengan
memilihnya, mengapa kau tak mau melepasku? Tanda seseorang mencintaimu adalah
bahwa ia ingin engkau bahagia. Aku tahu kau layak untuk bahagia, karena itu aku
tak pernah membahasmu lagi – kecuali mungkin ini dan beberapa tulisan kecil
lainnya. Aku merelakanmu dengannya, sungguh. Tentang aku yang masih sendiri,
percayalah, sebentar lagi aku akan menemukan ia, seseorang yang memahami
mengapa sampai saat ini aku memilih berjuang tanpa teman.
Tentang mimpimu untuk menjadi seorang penulis, dosen,
memiliki sekolah, berkarya, kau masih mampu untuk melakukan itu. Tapi,
seringkali kita harus mengawali sebuah kebesaran dari hal-hal kecil. Aku tak
tahu harus bagaimana meminta maaf, jika masa itu akulah yang memang salah. Tapi
kebersamaanmu dengannya, keputusanmu memilih ia, aku rasa itu tanda bahwa kau
telah bahagia. Jangan jadikan masa lalu kita merusak kebahagiaanmu dengannya, terlebih lagi kita belum pernah menjadi apa-apa. Kau dan aku tak pernah mendekat. Open your mind, oke.
Tentang dongeng merpati itu, aku tulis 2012 lalu –
kalau tak salah. Aku telah melepaskan ikatan di kaki merpati itu. Terbanglah. Jika
aku merasa bahagia dengan kebahagiaanmu, maka akupun merasa buruk saat kau tak
bahagia.