Mengalirlah (pantharei) !!!
Malam tahun baru kali ini, Jon mengadakan musyawarah keluarga. Di sana
hadir semua anak-anak orangtua Jon, kecuali kakak ke-6 yang sedang sakit dan
kakak ke-4 yang di Merauke.
Awalnya, pembahasan fokus ke masalah legalitas yayasan, yang
nantinya berkaitan pada lokasi definitif sekolah yang sedang mereka bangun. Tapi,
musyawarah mulai panas, saat kakak laki-laki Jon ingin membahas sifat Jon yang
selalu membangkang, tak patuh pada perintah/instruksi.
"Anda meminta saran, di mana tepatnya akan dibangun toilet. Saya
sarankan tempatnya di A, tapi anda malah ngotot di B. Kalau begitu kenapa anda meminta
saran? " kata kakak Jon.
"Yakin, kita akan bahas itu? mas ingin bahas itu (persoalan
pembangunan toilet)?" tanya Jon. Dalam benak Jon, hal seperti itu teramat
remeh. Ia berpikir besar, bagaimana urusan tentang yayasan ini selesai, lalu
langsung bekerja lagi. tapi, ternyata, yah, susahnya menjadi Jon itu, dia harus
mau diajak membicarakan hal-hal sepele, membuang-buang waktu. Mubadzir sifat
setan, tapi terkadang manusia memang menjadi akrab dengannya.
"Ya – kita bahas itu, " jawab kakak Jon.
Jon ingin sekali melawan, mendebat kakaknya, tapi upaya apapun,
hanya akan menambah prasangka bahwa Jon memang susah diatur. Perdebatan, perbedaan, seringkali tak ditolerir di dalam keluarganya. Dan itu jelas tak nyaman untuk Jon. Tapi, bagaimanapun, ia akan tetap bersama orangtuanya, ia akan menemani mereka, menjadi apapun ia nanti. Awalnya, kakak Jon
meminta dilibatkan ketika sekolah akan melakukan sesuatu. Tapi, ternyata
pelibatan itu bukan maksud terlibat komunikasi, melainkan instruksi yang harus
dilakukan. Karena si Jon itu bawahan ketua yayasan. Secara struktur, kepala
sekolah menjadi bawahan ketua yayasan. Pemahaman organisasional tradisional,
ortodoks, seperti itulah yang dipahami kakak Jon dan sebagian besar
keluarganya. Bahwa bawahan harus sami-na
wa-atho-na, pada atasan. Bahwa bawahan tak boleh berbuat apa-apa meski
keadaan menuntutnya untuk melakukan itu, tanpa persetujuan atasan. Sedang pemahaman
Jon, ia terpengaruh dengan sistem menejemen (pendidikan) modern, yang
menjadikan semua anggota di dalamnya sebagai team work, tim kerja, sedang
struktur hanyalah formalitas saja, semua setara, tak ada yang lebih tinggi
ataupun rendah, karena sesungguhnya semua bekerja sesuai posisi masing-masing. Tak
perlu diperintah-perintah, disuruh-suruh.
"Tidak bisa begitu, " sanggah kakak Jon. "Apa yang
terjadi dengan madrasah yang dikuasai ustadz-ustadz itu adalah karena mereka
menganggap yayasan tak punya sumbangsih. Saya khawatir sekolah inipun nantinya
sama. Ya, memang, untungnya saat ini yang menjadi kepala adalah kamu, bagaimana
nanti kalau bukan kamu, tapi karena melihat sikap kamu yang membangkang, dia
ikut membangkang? Persoalan selesai kalau kepala diberhentikan oleh yayasan,
tapi bagaimana kalau dia mengumpulkan massa, untuk menyerang kita? "
Jon tahu, kekhawatiran seperti itu ada. Tapi, barangkali memang
rasa takut menjadikan jiwa manusia mengecil, maka terucapkanlah kata-kata itu.
menganggap Jon sama dengan para ustadz itu jelas kesalahan besar. Menganggap Jon
bekerja tanpa kesadaran siapa dirinya, jelas tak bisa dibenarkan.
"Kenapa kita harus mempersoalkan hal-hal kecil? picik sekali
pikiran mas ini? " Jon mencoba untuk melawan. "Ayolah, kalau kita
memang mau membahas ini, berdebat sampai pagi, ayo saya temani, kalau memang
saya ini pembangkang, mengapa tidak dari awal saja jangan libatkan saya? Toh saya
tak bisa diatur?" yang sudah-sudah, kakak Jon tak kuat berdiskusi
dengannya. Yang sudah-sudah, kakak Jon emosional, lalu semakin berprasangka
bahwa Jon memang tak bisa dikendalikan, dan sentimen negatif lainnya.
"Untuk apa diskusi panjang, kalau tidak ada solusi, "
sanggah kakak Jon. Intinya, beliau enggan berdiskusi lama-lama dengan Jon. Semua
orang di sana tahu, Jon menyebalkan dengan pengetahuannya yang belagu itu.
semua orang di sana tahu, pemahaman Jon pemahaman Jin, orang tak mau
mendengarkan celotehannya yang sesesat dirinya.
Susahnya menjadi Jon itu, ia tak bisa bicara banyak, karena ia
anak termuda di keluarga itu. Terlebih lagi, keluarganya merasa tinggi dengan
status nenek moyang sebagai kaum priyayi. Tradisi feodalisme
(pengendalian, penguasaan manusia pada manusia lain) sangat kuat. Dan Jon belum
bisa, atau bahkan tak akan bisa menghapuskan itu. Jon belum bisa mengubah
paradigma (sudut pandang berpikir) keluarganya agar meninggikan semangat
kesetaraan dan kesadaran dalam tugasnya masing-masing.
Dalam kondisi seperti ini, Jon seharusnya stress. Mengapa? Maju,
tak bisa – karena ia harus mengikuti instruksi yang seringkali berlawanan
dengan situasi (terlebih, pemikirannya yang praktis). Tetap atau ajeg, menunggu
perintah, juga bukan karakternya. Mundur, tak boleh. Maju juga harus sesuai
instruksi. Jika seperti itu, Jon kembali pada prinsip hidupnya yang primitif : Pantharei. Mengalir. Tak perlu
dipikirkan apa-apa, mengalir saja. Apa yang terjadi nanti, biarlah terjadi. Dibakar atau dibekukan, Jon harus mampu
untuk selalu menikmati itu, dengan tetap hidup di sini, di dekat orang tuanya –
meski pemikirannya teranggap sesat, tak wajar.
Akhirnya, musywarah ditutup dengan kepengurusan yayasan baru. Kakak
laki-laki Jon menjadi ketua yayasan, sedang bapaknya Jon yang sebelumnya
menjadi ketua, beliau menjadi pembina. Situasi ini akan menjadikan Jon dan
kakaknya lebih sering beradu pikiran. Jon paham itu, dan menyampaikan pada
forum. Jika tidak ada solusi antara ia dan kakaknya, ke depan akan semakin
panas perdebatan mereka, meskipun yayasan dan sekolah itu belum menjadi
apa-apa.
"Baik,
jika perdebatan seperti ini terjadi lagi, saya akan serahkan ke forum, di
musyawarah ini. " kata Jon mengakhiri. Di satu sisi, Jon belum bisa
mengajak keluarganya untuk berpikir besar. Di sisi lain, ia harus menyimpan
pemikirannya, dan ikut terlibat di dalam pembicaraan kecil, yang sangat mungkin
menjadikan pemikirannya hilang. Dan itu semakin ramai.
Jon
sering berkata pada teman-temannya yang Curhat, yang merasa sedang berada dalam
masalah besar. Bahwa sebentar lagi, mungkin sebentar lagi ia akan dihadapkan
pada dilema besar. Persoalan besar, yang menuntutnya menjilat motivasi-motivasi yang dulu sering ia katakan pada
teman-temannya.
"Tenanglah,
saat ini, aku mungkin tak sedang berada dalam masalah besar. Tapi percayalah,
sebentar lagi, akan datang persoalan besar yang belum tentu aku tahu solusinya,
" sekalipun Jon paham, bahwa terkadang sesuatu terlihat besar karena kita
terlalu kecil, seringkali seseorang tersesat saat awal bertemu dengan sebuah
masalah. Besar kecilnya masalah, terkadang bagaimana kita melihatnya. Jon paham
itu, dan alih-alih akan terus melawan, ia mengalir : Pantharei. Terus belajar
untuk menikmati itu. Akan seperti apa Jon di masa depan?
Malam
tahun baru masehi 1 Januari 2015, semoga menjadi awal yang lebih baik dari
sebelumnya. Amiin.