Butterfly Effect II

Java Tivi
0
Bahwa hidup ini sangat berharga, dan 'takdir' dapat diubah selama itu belum terjadi._Jon Q_

Aku intip si Jon di teras rumahnya. Diam, fokus dengan pena dan kertas. Serius benar ini orang, lagi merumus togel ya?

"Serius amat. Lagi apa sih?" tanyaku kepo.

"Akhirnya, aku berhasil menguak 'rahasia' Tuhan tentang takdir," katanya menggumam.

"Takdir? Bukannya itu harus diimani saja, tak boleh diketahui? Dan orang yg mengetahui apa yg seharusnya diimani adalah sesat?" tanyaku lagi.

"Katakanlah aku tersesat," ucapnya. "Tapi, apa kau tak tertarik dengan apa yg aku temukan ini?"

Aku terdiam sejenak.

"Emm.. I.. Ya, deh," paling omong kosong lagi, batinku berkata.

"Ini persamaannya, 1+1'=2',"

"Persamaan? Sejak kapan kau bisa matematika?" aku tertawa.

Tapi, si Jon tak berekspresi. Air mukanya datar.

"Angka 1= Kebaikanku, 1'(aksen)= Kebaikanmu, dan 2' = Konstanta Equilibrium, keseimbangan tetap," ceramahnya lagi. Aku mulai bingung, tak paham.

"Dalam qur'an, ada begitu banyak ayat 'La tufsiydu fil ardli', janganlah berbuat kerusakan di bumi,"

"Apa hubungannya dengan rumus anehmu itu?" tanyaku tak sabar.

"Jika 1+0, dan 0 adalah kekosongan/keburukan (katakanlah begitu), maka tak mungkin menghasilkan 'keseimbangan tetap' hukum alam / = 2'. Maksudku, hukum alam yg meliputi kita akan timpang, dan itu akan mengakibatkan adanya bencana, musibah, untuk mengembalikan angka 1' kita - sesama manusia, agar tercipta kembali konstanta equilibrium,"

"Dapat darimana orang gila ini rumus itu?" aku membatin. "Teruskan, Jon,"

"Maka, kerusakan di bumi yg dimaksud qur'an dapat kita asumsikan sebagai keburukan yg kita ciptakan : pikiran, ucapan, tindakan. Lalu berlanjut pada keburukan merusak alam, dan sesama manusia," celotehnya. Aku semakin puyeng pala babi, eh, berbie. "Persamaan (rumus) itu bukan cuma berlaku pada tindakan keluar diri kita, tapi juga di dalam diri kita sendiri,"

"Di dalam diri kita? Maksudnya?"

"Misal, ibadah ritual itu angka 1, dan ilmu (pengetahuan) itu angka 1', maka akan tercipta apa yang dikatakan dalam qur'an sebagai 'jannah' (kedamaian) atau = 2'. Jika dibalik, ibadah ritual tanpa ilmu (pengetahuan), maka tercipta ketidakseimbangan jiwa. Begitupun sebaliknya, ilmu (pengetahuan) tanpa ibadah ritual, akibatnya sama, ketidakseimbangan jiwa. Maka jika aku asumsikan, seseorang yang ingin mendapatkan 'jannah' (kedamaian konstan), harus beribadah dengan ilmu, atau, seseorang beribadah justru karena ia berilmu,"

"Tapi, itu 'kan asumsi. Bukan kebenaran?" sanggahku, meremehkan.

"Ada asumsi yang lebih mencengangkan. Kau mau tahu?" Jon tak menanggapi sanggahanku, kurang asem.

"Apa?"

"Bahwa keburukan takdir yang menimpa seseorang, itu seakan acak. Maksudku, itu bisa saja mengenai kita, bukan mereka. Ini menjawab pertanyaanku, mengapa seakan bencana atau musibah menimpa seseorang seakan tanpa alasan logis,"

"Aduh, tambah puyeng aku, Jon,"

"Begini," katanya, tak menghiraukan ucapanku. "Semisal si Fulan, seseorang di jalan mengalami kecelakaan. Bahwa kecelakaan di hari itu, di saat itu, memang harus terjadi. Itu pertama. Kedua, Kejadian itu bisa diubah, jika ia, si Fulan, melengkapi angka 1 dalam persamaan tadi (1+1'=2'). Maksudku, seseorang yang tertimpa musibah, jika ditarik ke waktu sebelumnya, entah satu atau dua hari, bahkan satu tahun sebelum itu, terus melakukan kebaikan, di dalam diri sendiri dan ke luar diri (orang lain/alam), tidak melanggar ayat qur'an la tufsiydu fil ardli, maka sangat mungkin kejadian itu akan menimpa orang lain yang tak melengkapi angka 1 dalam persamaan di atas, atau bahkan hilang (tidak ada kecelakaan di saat itu),"

"Lanjutkan, Jon, lanjutkan," padahal aku benar-benar tak paham.

"Tapi, bagaimana kita tahu bahwa kita selalu memiliki angka 1 (kebaikan) itu? Jawabannya, dalam ayat tadi, la tufsiydu fil ardli, janganlah berbuat kerusakan pada dirimu sendiri (pikiran, ucapan, tindakan) dan pada orang lain atau alam. Kedua..." Jon belum selesai bicara.

"Tapi, bagaimana jika kita telah berusaha berbuat baik tapi tetap saja kena musibah?"

"Maka itu tanda, bahwa kita telah kehilangan angka 1 kita, dan musibah itu memungkinkan angka 1 kita kembali lagi,"

"Yang kedua apa, tadi?"

"Kedua, dari persamaan di atas, kita mengerti, bahwa hidup ini sangat berarti, sangat berharga, karena kapan saja kita bisa kehilangannya,"

"Sebentar, sebentar," aku rasanya teringat dengan satu ayat qur'an. "Itu mengapa Tuhan tak akan menghukum suatu kaum selama di sana masih ada yang berbuat kebaikan (angka 1 dan 1')? Wa ma kaana robbuka liyuhlikal quroo bidzulmin wa ahluha mushlihin... Dan orang yang biasanya selamat dari bencana besar, adalah orang yang terus memiliki angka 1 itu?"

Jon menjawabnya dengan senyuman lebar, seakan berkata : Syukurlah, hanya semalam aku berhasil menyesatkan satu orang.

Kampr**tttt si Jon memang.


Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)