Hari terakhir mengawasi UN, dapat aku simpulkan, tentang begitu banyak sekolah-sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah yang 'takut' pada wakil kepala sekolah. Banyak pemimpin sekolah yang tak berani mengambil keputusan atau berseberangan pendapat dengan wakil-nya. Sejenak aku merenung, barangkali suatu saat aku juga begitu. Tak berani menengahi antara pendapat-pendapat guru dan wakil kepala. Aku pikir, betapa pentingnya pemahaman (ilmu) tentang menejemen dan wawasan tentang kepemimpinan.
Di sekolahku sendiri, tiap hari Sabtu aku adakan evaluasi mingguan. Bukan hanya sebagai wadah pembinaan guru, tapi juga Curhat, atau keluh kesah para guru selama satu minggu mengajar. Secara pribadi, tak begitu masalah jika ada guru yang mengeluh di belakangku. Beban pikiran memang harus dikeluarkan, diungkapkan. Tapi tak cukup itu, setelah keluhan atau beban pikiran itu diungkapkan, itu perlu solusi agar beban itu hilang, atau minimal berkurang. Karena secara medis, munculnya penyakit kronis pada tubuh manusia itu sangat dimungkinkan oleh pikiran yang merasa terbebani. Dan evaluasi mingguan itulah caraku untuk mengatasi itu.
Beda pendapat boleh, bahkan mungkin bagus, tapi harus disetai dengan alasan yang logis, sistematis, terlebih lagi, realistis. Bukan hanya sebatas omong, karena kita adalah guru, 'kaum pendidikan', yang hidup berdasarkan ilmu pengetahuan.
Evaluasi itu hanya satu hal kecil, karena sebenarnya masih banyak yang harus disiapkan sebuah sekolah jika memang ingin mengubah suatu generasi, mengubah suatu tatanan masyarakat. Idealnya, sebuah sekolah swasta harus menyiapkan sistem menejemen pendidikan secara menyeluruh, sebelum sekolah itu beroperasi. Semisal :
1. Sistem penerimaan guru
2. Kualifikasi pengangkatan guru dan kepala sekolah
3. Sistem pembinaan guru
4. Sistem evaluasi sekolah dan guru
5. Sistem Pembelajaran siswa
6. Sistem komunikasi sekolah dan masyarakat
7. Sistem auditing pembiayaan sekolah oleh yayasan (untuk sekolah swasta)
Paling tidak, itu yang harus aku siapkan. Untuk poin ke tujuh, bukan berarti yayasan ingin jatah dari sekolah atau ketidakpercayaan, melainkan itu sistem keorganisasian modern. Jika sekolah itu ingin maju dan tetap bertahan dengan kemajuan zaman, maka harus ada sistem pengawasan lembaga dengan teliti. Di luar semua itu, baik di sekolah ataupun yayasan, harus ada semacam dialog/wadah komunikasi yang berjalan tiap minggu/bulannya. Secara sederhana, semua itu dilakukan agar yayasan tak berburuk sangka pada sekolah, guru dan kepala sekolah juga nyaman dalam menjalankan tugasnya, dan siswa tak merasa terberatkan dengan biaya atau aturan yang tak sesuai dengan zaman atau tak logis untuk dijalankan.
Tentu, pencapaian seperti itu begitu ideal. Tapi, sebagai manusia kita wajib berusaha, apapun kemungkinan yang akan terjadi. Mulai dari hal kecil, pelan-pelan, sabar, kita melangkah satu persatu ke arah sana. Bukan dengan emosi dan kemarahan dalam menjalankan sebuah lembaga pendidikan, melainkan dengan ilmu dan kebijaksanaan. Mungkin ini terdengar utopis, tapi bukan berarti tak mungkin untuk dilakukan. Karena, tak satupun pencapaian besar yang tak tercipta dari hal kecil. Tak ada pohon yang muncul tiba-tiba dengan besarnya ukuran. Tak ada manusia yang terlahir sebagai orang besar - semua manusia terlahir sebagai bayi. Dan itu, mungkin hal kecil.