Pekerjaan ini menyelamatkan pikiranku dari
kelamnya bayangan masa lalu. Masih tertinggal beberapa pertanyaan tentang ‘mengapa’,
hidup yang begitu berbeda dengan orang-orang seumuranku. Setelah bulan Maret
bertarung dengan para pembenci itu, bulan April ini datang aturan administratif yang lebih ketat untuk guru-guru
swasta. Pertama, bantuan honor guru swasta yang dihentikan oleh pemerintah
kota. Bantuan dari pusat, kini hanya boleh 20-30% dari total yang diberikan
untuk sekolah. Gila, kasian benar para guru swasta itu.
Tapi, sebagai kepala, aku tak akan mengurangi
honor mereka, apapun yang terjadi. Ini tentang kesabaran yang besar. Pertama,
telah ku berikan honorku untuk mereka. Kedua, operasional kepala sekolah aku
tak mengambil dana dari sekolah, tapi aku gunakan dari honor mengajarku di SMK. Terakhir, aku
harus membuat laporan sesuai peraturan, tanpa mengurangi honor guru seperti
bulan-bulan sebelumnya. Bagaimana caranya? Meski mungkin aku bukan orang
bermental kuat, hanya orang lemah saja yang melimpahkan beratnya persoalan pada orang lain. Entah dengan
cara bagaimana, akan ku atasi permasalahan ini. aku selalu berpikir, bagaimana
agar guru dan siswa berangkat dengan rasa bahagia. Hidup dengan kesadaran yang
tinggi. Impian seperti ini – hidup dengan kesadaran, mungkin terdengar
mustahil. Tapi, semua yang aku lakukan untuk mencapai mimpi ini. saat orang
bekerja dengan kesadaran, tak perlu diperintah pun mereka akan bekerja sesuai
tugasnya. Tapi tanpa kesadaran, diingatkan pun akan terus membela diri
beralasan. Ini tentang seberapa besar kesabaran seorang pemimpin.
Tadi pagi, jalan sehat kepala sekolah
sekecamatan. Aku jalan paling belakang, melihat badan dan bahu mereka yang
besar. Aku bertanya, apakah aku kelak akan seperti mereka? Emm.. apa mereka
pernah mengalami kisah muda semacam yang aku alami? Seperti roman-roman picisan
di tv-tv. Yang aku perhatikan, hidup mereka begitu normal. Tak menggebu, atau
terjadi friksi yang rumit tentang perang kepentingan atau tentang cinta saat mereka muda.
Tadi malam aku mimpi berkelahi lagi. dikeroyok,
seperti biasa. Babak belur, tapi masih bisa tersenyum dan berkata tak apa-apa
pada orang yang bertanya. Sekitar dua bulan aku tunggu mimpi seperti ini, tak
datang-datang. Mimpi bertarung aku artikan dengan konflik antara aku melawan
para pembenci sekolah. Aku ‘berhitung’, kelanjutan dari bulan Maret kemarin,
ada kemungkinan akan terjadi pertempuran yang lebih besar, dan ku pastikan ini
terakhir. Jangan bertanya mengapa seakan aku tak lelah berurusan dengan masalah
ini. mengapa seakan keras kepala mengurusi orang-orang seperti itu. ini tentang
seberapa besar kesabaran. Mereka, para pembenci itu, adalah orang-orang yang
sangat sabar menunggu celah yang bagus untuk memukul. Mereka juga orang-orang
muda yang kompak. Mereka orang-orang muda yang keras kepala menyerang sampai
aku bersama orang-orangku yang tak mau menyerang, kalah dan hancur. Barangkali ini
alasan mengapa kehidupan menghadapkanku dengan mereka. Dan ini juga yang
menjadi isyarat mimpiku tentang perkelahian dengan banyak orang. Apakah aku tak
takut? Takut. Aku takut sekali, sungguh. Tak ada malam-malam yang aku lewati
tanpa rasa takut yang besar akan hari esok. Kau akan mengerti seperti apa
ketakutan seseorang yang diberikan tanggung jawab besar, ketika kau
mengalaminya. Dan motivasi dari orang yang sok pintar akan terdengar basi. Tak
lebih bermakna dari ocehan anak kecil yang baru belajar bicara. Rasanya seperti
duduk di pojok lapangan dunia, berteman sepi, berbicara sendiri.
Jumat, 24 April 2015
Bacaan selanjutnya
Anak kecil kesayangan Tuhan