Hari ke-9. Jumat, 26 Juni 2015
Aku tak tahu, apakah
benar kita semua memiliki takdir. Ataukah kita hanya melayang-layang seperti
terbawa angin. Ataukah keduanya benar. Ataukah keduanya terjadi bersamaan.
Guru mengajiku pernah berkata, dulu sekali, kalau aku akan
menikah di usika ke-27. Sekarang usiaku 25, 26 jalan. Bukan berarti aku tak
patuh pada kata-katanya, tapi aku tipe anak muda yang – sepertinya, mencintai
tantangan. Sekalipun telah gagal berkali-kali – dan mungkin itu membuktikan
kalau ucapan beliau benar, aku masih saja tertantang untuk terus jatuh cinta.
Dari kegagalan itu, aku mengerti, bahwa apa yang terkadang terasa begitu
mengecewakan ternyata menjadi kenangan indah di masa depan. Aku menjadi orang
yang diberikan kesempatan oleh kehidupan, merasakan keindahan yang berbungkus kelam sampai beberapa kali. Banyak orang
menyembunyikan kisah kegagalannya, sedangkan aku, terkadang tak mengerti mana
yang disebut baik dan apa yang disebut buruk : termasuk kegagalan. Aku tahu,
itu terasa sangat menyakitkan. Ada yang bilang, kehidupan seperti kereta yang
sedang berjalan. Ia bisa menabrak siapa saja yang tak sadar berada di
tengah-tengah rel-nya. Siapa yang tak pernah gagal?
Dua kali lipat kesedihan kita rasakan, ketika kehilangan
seorang sahabat. Rasanya, ternyata benar-benar lebih dalam menusuk, daripada
ketika kita menerima penolakan dari seorang perempuan. Ada keyakinan, tentang
suatu saat kita semua dipersatukan di tempat lain di luar dunia ini. tapi,
apakah akan seindah ketika di bumi? Bahkan aku tak memiliki foto kami berdua.
Mendengar bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan, itu sama sekali berbeda
dengan ketika kita menerima kenyataan bahwa itu telah datang. Waktu
meninggalkan hari itu di masa lalu, tapi potongan-potongan kenangan itu entah
sampai kapan menempel dalam pikiran.
Ada beberapa sahabat yang sampai saat ini membuatku
memelankan langkah hidup, tiap aku mengingatnya. Dua sahabat saat aku SD, entah
Tuhan lebih menyayangi mereka sampai memanggil mereka lebih dulu, atau lebih
menyayangiku dengan memberi kesempatan hidup – paling tidak, sampai saat ini. ada perasaan sayang, tiap aku melihat orangtua
mereka. Seakan ada kesedihan yang selalu mengetuk, tiap pandangan kami
bertatapan. Seperti ada perasaan bersalah, tiap aku bertemu mereka, aku
mengingatkan mereka pada sahabat-sahabatku itu. orang-orang yang ingin hidup
lama, berusia pendek. Sedang aku yang tak tahu untuk apa hidup ini, masih saja
diberikan kesempatan hidup. Kami bertiga, sama sekali tak memiliki foto
bersama. Tapi, wajah mereka, tak pernah bisa aku hapus dari ingatanku ini.
Satu lagi seorang sahabat perempuan. Aku benar-benar tak
menyangka, ia akan pulang lebih dulu.
Sampai saat ini, aku masih menyimpan nomor telepon dia. Tiap aku merasa
kesepian, biasanya aku lihat namanya di buku telepon itu. mengingat-ingat
kembali kenangan, pembicaraan, apa saja yang pernah kami alami. Tarawih tadi
aku merenung, apakah benar setelah ini akan
ada kehidupan, perjalanan, yang lebih lama dari ini? apakah benar, mereka di
sana juga menunggu seperti manusia menunggu mati di sini? Apa yang mereka
kerjakan di sana? Apakah benar amal perbuatan yang menjadi teman hidup di sana?
Mengapa jiwa kita tak bisa bermain ke
tempat itu? hebatnya, foto profil facebook dia terlihat bahagia. Foto close up
dengan senyum ceria. Ia pergi, dengan tetap ingin kami yang masih di sini terus
bahagia.
Sebuah karang yang begitu kokoh, terkadang dapat hancur
hanya karena ombak yang kecil. tak selamanya seseorang setangguh biasanya. Ada saatnya
ketika seseorang merasa lemah, meski ia tahu itu tak baik, tapi lebih sering
itu tak bisa dihindari. Manusia menciptakan sesuatu yang pada akhirnya ia
melawan menghadapinya sendiri. kita menciptakan rasa takut, lalu kita melawan
dengan menciptakan keberanian dalam diri. Kita menciptakan kegelisahan, tapi
kita sendiri yang kemudian menciptakan rasa tenang untuk melawannya. Kita menciptakan
prasangka buruk, lalu kita sendiri yang akhirnya melawan itu dengan prasangka
baik yang kita ciptakan. Mengapa harus demikian?
Aku membayangkan ketika malaikat maut datang.
“Kau ingin ditemani wanita secantik apa dengan amalmu ini?” katanya.