Jadilah seseorang
yang mudah jatuh cinta, dan mudah juga melepaskannya. Mungkin benar, dunia ini
adalah sesuatu yang remeh. Tapi tak satupun manusia mampu meninggalkannya jauh
selama ia hidup. Dan seperti apapun rendahnya, dunia ini tetap layak untuk
manusia nikmati._Jon Q_
Sampai jam dua pagi, Jon dan Bet
berdialog tentang cinta malam minggu lalu. Bet tinggal hitungan hari menikah.
Undangan sudah disebar, sedangkan Jon masih dengan ‘ketakutannya’ untuk jatuh
cinta lagi.
“Aku salah menilaimu, Jon,” kata
Bet mengawali. “Aku kira kau tetap setangguh dulu, jatuh cinta berkali-kali,
dan tak mencari aman sebagai alasan agar kau tak tersakiti,”
Jon termangu.
“Bukankah kau sering menasehati
orang lain, kau harus menerima kenyataan, dirimu, secara utuh, sisi terang dan
gelap kenangan yang pernah terjadi?” Bet melanjutkan.
“Sebenarnya, apa yang ingin kau
sampaikan sih?” Jon membalas.
“Meski jalan hidupmu tak
sesederhana yang aku pikirkan, apakah kau telah menyerah untuk jatuh cinta
lagi?” ucap Bet lagi. pembicaraan kali ini nampaknya agak serius.
“Maksudmu, agar aku memiliki
seseorang yang ku cintai lagi? Semacam pacar, begitu?” kata Jon.
“Ya-, sudah jelas, kan? Kau
menunggu apa lagi?”
“Hehe-, kau ingin bukti apa kalau
aku masih se-berani dulu untuk mengungkapkan cinta?” tantang Jon.
“Lah, buktinya, kau masih
sendiri, kan?”
“Masih sendiri bukan berarti
takut untuk jatuh cinta, kan?”
Bet terdiam.
“Hanya pecundang yang tak berani
mengungkapkan cintanya – dan kau tahu aku bukan itu,” kata Jon. “Aku hanya
sedang mengubah prioritas,”
“Prioritas?”
“Iya. Aku rasa, aku sudah
membuktikan kata hatiku, bahwa wanitaku tak akan datang dengan cara aku yang
mendatanginya. Tapi ia yang akan ‘mendatangiku’,”
“Maksudmu, itu mengapa kau selalu
gagal?”
“Iya,”
“Kalau kau sudah tahu akan gagal,
mengapa kau terus mencari dan jatuh cinta?”
“Aku sudah bilang tadi, aku bukan
seorang pecundang. Meski, katakanlah, Tuhan telah menjamin wanitaku, tak
mungkin aku hanya menunggu,” kata Jon berlagak lagi. “Aku seorang pejalan,
petualang. Apa hebatnya jika tetap berjalan tanpa pernah terjatuh berkali-kali?
Dan aku tak memilih aman, takut jatuh cinta lagi agar tak tersakiti – ya ampun,
cemen benar,”
“Kau sudah mencobanya lagi?” kata
Bet
“Mengungkapkan cinta?” tanya Jon
balik.
“Iya,”
“Pada siapa?”
“Terakhir, pada siswaku sendiri,”
“UhuK!” Bet menyemburkan kopinya.
“Si-, siswamu sendiri? Lalu kau tertolak?”
“Sesuai perkiraan, iya,”
Bet tersenyum aneh.
“Kadang aku tak bisa
membayangkan, kalau aku di posisimu, menyimpan kenangan orang-orang yang pernah
dicintai sedang berbahagia dengan keluarganya masing-masing,” kata Bet.
“Kau terlalu melankolis,”
“Lah?”
“Ya-, biarkanlah tiap orang
berbahagia dengan dirinya masing-masing. Aku bahagia tahu mereka dengan
keluarganya masing-masing, dan mereka pun
bahagia tahu aku yang ‘seperti ini’,” kata Jon.
“ ’Seperti ini’,”
“Iya-, aku yakin, mereka juga
bahagia melihatku yang tak terkubur bersama kesedihan yang terbawa dari masa
itu,” kata Jon.
“Maksudnya?”
“Ya-, kalau pun misalnya mereka
tahu kondisiku yang sekarang, dengan perjuangan yang aku lakukan, ‘pengobatan
hati’ banyak orang, mereka akan merasa bahagia. Bahwa seseorang yang
mencintainya di masa lalu, memang bukan orang yang lemah. Dan tak bisa
dilemahkan hanya dengan cinta yang menyisakan rasa sakit,”
“Apa benar, hatimu sudah terbebas
dari rasa sakit?” tanya Bet.
“Ah, siapa yang bilang?” kata
Jon. “Manusia tak bisa lari dari rasa sakitnya, karena rasa sakit memaksa
seseorang untuk merasakannya. Tapi berbeda dengan kesedihan. Apa beda rasa
sakit dengan sedih? Rasa sakit di dada, rasa sedih di kepala. Ketika kepala,
pikiran, mencengkeram kuat sesuatu yang sudah seharusnya dilepaskannya. Itu
yang menjadikan seseorang sulit menghilangkan rasa sedihnya,”
“Jadi, kau tetap mudah jatuh
cinta dan melepaskannya, meski oleh siswamu sendiri telah tertolak?”
“Hehe-, meski dunia ini berisi
hal-hal remeh, bukan berarti kita tak layak menikmatinya, kan?”
“Ya-, ya, kau hanya sejenak
mengubah prioritas – kau sudah mengatakannya tadi,”
“Ha-ha-ha,”