Tugasnya yang pertama
adalah menghalang-halangi (saddun an sabilihi) manusia menuju Tuhannya. Lalu
ketika manusia telah begitu keras kepala melawan – ia kalah, tugas keduanya
adalah menjatuhkan. Ketika seseorang sedang dalam kondisi meditasi (sholat,
doa, etc), jiwanya sedang mendaki. Ketika penghalang telah kalah, maka
pendakian yang sudah meninggi itu akan dijatuhkannya. Siapa dia? Setan yang
berada dalam kepala kita. Kau tak percaya? Akan aku ceritakan sejelas-jelasnya.
Karena aku sedang bertarung dengannya, dan sampai hari ini, aku selalu
kalah._Jon Q_
Kisah ini berawal akhir 2015 lalu. Aku muntah darah
tiba-tiba setelah sholat ashar. Kenapa? Sampai sekarang penelitianku masih
berjalan. Sakit – saat itu – tidak, ada yang ‘nakal’, juga aku tak mau
berprasangka. Batuk darah itu berhenti – hanya sore hari itu saja, tapi tersisa
batuknya yang sampai saat ini, diobati apapun hanya menambah kebal sakit batuk
ini. Secara medis, batuk darah akan mengakibatkan pengidapnya mengalami : mata
kunang-kunang, lemas, detak jantung meningkat, dll. Tapi saat itu aku tak
mengalami itu. Berarti itu batuk non medis? Aku belum bisa menyimpulkannya.
Lalu efek dari kejadian itu, aku tak mampu ‘menyanyikan’
ayat-ayat qur’an lagi. Tiap membaca basmalah atau alfatihah, batuk itu pun
beraksi. Setiap saat ketika sholat ataupun mengaji. Efek kelanjutan dari bacaan
qur’an yang jelek itu, rutinitas sholatku hancur. Kebiasaan mengajiku, hilang. Dan
kekuatan perenunganku, melemah dan nyaris mati karena aku ‘dijauhkan’ dari qur’an.
Itu efek, gejala, lalu apa penyebabnya? Penyebab batuk darah, diganggu batuk
itu saat ‘berdialog’ dengan Tuhan, dan hancurnya komunikasiku dengan Tuhan? Kisah
ini agak ‘menyeramkan’.
Sang Nabi beberapa kali berkata, pada Aisyah, pada para
sahabatnya. Bahwa tiap manusia memiliki kembaran
yang mengerti kehidupannya, menggoda, menghalang-halangi dirinya dari
Tuhan. Sahabat bertanya, apakah rasulullah juga punya (kembaran itu)? Iya, tapi
Allah telah menjadikan kembaran beliau menjadi seseorang yang taat. Di riwayat lain, kembaran itu tak bisa
mengingat apapun dalam kehidupan rasulullah. Apakah kita punya? Apa buktinya?
Ketika seorang muslim sholat, di dalam kepalanya ada yang berbicara dan mengajaknya ‘berjalan-jalan’.
Agar tidak khusyu, agar lupa rakaat, agar lupa bahwa ia sedang berhadapan dengan Tuhannya. Lalu apalagi
yang lebih jelas? Ketika kita naik sepeda motor, jalan kaki, atau sedang
sendirian dan di pikiran kita seperti ada yang mengajak bicara tak tentu arah. Mengingat-ingat
yang sudah lupa, atau yang lebih jelas ketika ia menggali ingatan yang membuat
kita marah, benci, dendam, dan sebagainya.
Imam Syafii pernah berfatwa, bahwa Jin (jenis kembaran kita,
diriku yang sebelah kiri) tak akan bisa dilihat dalam wujud aslinya. Penjelasan
dematerialisasi atau halusinasi seseorang ketika melihat hantu insya allah akan
aku jelaskan ditulisan lain.
Innahu yarookum huwa
wa qobiluhu min haitsu la tarownahum. Ia dan para pengikutnya – sangat mungkin
diriku yang sebelah kiri adalah pengikutnya, melihat kita dari tempat yang kita
tak akan pernah mampu melihatnya. Lalu apa hubungannya dengan batuk ini? Begini
logikanya.
Jika seseorang mengerjaimu tiap malam dalam kegelapan, dia
menerormu dalam kegelapan, dan tiap kau mencarinya kau tak bisa menemukannya,
lalu di suatu saat kau melakukan ‘penelitian’, uji coba, tirakat (tentu saja
bukan yang aneh-aneh atau melanggar aturan apapun), kemudian, ‘TARA!’ saat ia
mengganggumu dalam kegelapan itu kalian bertatap muka. Ya, kita bertemu dengannya!
Lalu kita tahu apa tujuannya, apa trik-triknya, apa
celah-celah yang dipakainya untuk menggoda kita, bahkan ketika ia berucap satu
kata pun di dalam pikiran, kita langsung sadar itu adalah dia, dan kita
langsung menertawakan tak mau mengikutinya. Kira-kira bagaimana? Itu yang
terjadi denganku, sebelum kisah batuk darah itu. Lalu selesai? Tentu tidak.
Ketika ucapan sudah tak mempan, apa yang ia lakukan? Innasysyaithona yajri minal insani majrod
dam. Sang Nabi memberi clue lagi,
bahwa ketika di dalam pikiran ia telah ditundukan, cenderung kalah dan ketahuan, maka ia mengalirkan dirinya di
dalam darah kita. Lalu apa yang terjadi? Segala apa yang kita lakukan, terasa
malas, menunda, hingga meremehkan kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim
(itu yang aku alami). Lalu bagaimana? Aku masih terus menggali ilmu,
melawannya, mencoba kembali seperti dulu. Kini terasa lebih nyata saja ucapan
Tuhan : Innahum aduwwum mubin. Bahwa ia, beserta pengikutnya – diriku yang
sebelah kiri, menjadi musuh abadi kita. Orang lain sulit memahami / menyadari
ini, tapi aku tahu. Itu kenapa yang mengalami cobaan ini aku, bukan orang lain.
Seseorang yang ‘memergoki’ persembunyian diriku yang sebelah kiri. Nger(t)i ga?