6 Januari 2017 (Setahun lalu di Fb)
Kegelapan di depan dan sisi kananmu menjadi hijab, antara engkau dan
rasulullah, antara engkau dengan-Nya, yang adalah perjalanan menuju
dirimu yg bersinggasana dalam kesunyian. Bersihkan jasadmu, sucikan
ruhmu, dan cahaya di depan sisi kananmu akan menjadi jalan._Guru si Jon_
Setelah musyawarah besar membahas maulid nabi di rumah sang guru, Jon
duduk mendekat pada gurunya. Dan pagi menjelang subuh itu pun mendadak
'bersinar', hangat karena dialog mereka, seakan fajar terbit lebih dulu
di majlis itu.
"Guru, aku lupa surat yg ayat-ayat pertamanya, 'ma anzalna alaykal
qur'ana litasyqo'. Itu surah apa, aku lupa," Jon memulai. Arti ayat itu :
Diturunkan qur'an kepadamu bukan untuk menjadi beban.
Guru si Jon tak menjawab langsung. Tapi ia membacakan ayat dari surah
yang lain.
"Yawma tarol mu'minina wal mu'minaati yas'a nuwruhum.." Al Hadid 12-13.
"Jiwamu begitu kotor," kata guru si Jon. Dan ketika gurunya sudah
'membuka aib' seseorang di tengah banyak orang, bisa jadi itu bukan
untuk si Jon, tapi untuk semua orang yg ada di sana. Hanya saja si Jon
yang jadi 'papan talenan', subjek yang dikenakan sasaran.
"Kau tahu, kenapa aku katakan jiwamu kotor?" tanya guru si Jon.
Yang ditanya menggeleng. Jon mengerti, sangat lebih baik aibnya diungkap
oleh gurunya yang bijak, dan seaneh dirinya, daripada oleh Tuhan dan
lebih memalukan daripada di saat itu.
"Ayat yang kau tanyakan itu, surah Thaha. Yang Bersih, Suci." lanjut
guru si Jon. "Bagaimana mungkin kau lupa seperti itu jika jiwamu bersih,
ruhmu suci dari kegelapan? Dan aku bacakan surah al hadid, tentang
cahaya di depan dan sisi kanan kita, sebagai jalan pertemuan antara ruh
kita dengan rasulullah, dengan-Nya di keheningan dirimu paling dalam.
Dan aku tahu, mengapa jiwamu begitu kotor, meski pikiran dan perasaanmu
cenderung damai tak pernah bertengkar,"
"Apa guru?" Jon menantang.
"Sholatmu," jawab guru si Jon.
"Begitu buruk kualitasnya. Kau
'menggenang', mengira jiwa yang tenang itu tak masalah sekalipun tak
sholat,"
"Tapi guru," Jon membangkang. "Bukankah sholat untuk diriku sendiri? Aku
tak melukai orang lain dengan kealfaan sholatku?"
"Kau pikir begitu? Kau pikir sholatmu untuk dirimu sendiri?" lantang
jawab Guru si Jon. "Berapa lama kau belajar bersamaku? Kalau sholatmu
untuk dirimu sendiri, mengapa Tuhan berkata 'tanha anil fahsya-i wal
munkar'? Mengapa kanjeng nabi berkata 'asholatu imadudin'? Ya'lamukum
fil akhfa, Jon! Sampai kapan kau akan berada terus di permukaan?
Menyelamlah ke kedalaman, masuklah ke nuansa yang lebih tersembunyi.
Ingatlah 'wudhu'!"
Jon seakan tertampar saat gurunya berkata 'wudhu'. Tentang dialognya di
masa yang lalu. Tentang tahapan kesucian, saat membaca qur'an.
Tahap pertama, ketika Jon taklid pada ulama fiqh, bahwa membaca,
memegang qur'an tak dibolehkan kecuali dalam keadaan suci, berwudhu.
Tahap kedua, boleh membaca atau memegang qur'an dalam keadaan apapun,
kecuali di tempat-tempat yang kotor. Karena qur'an yang suci hanya ada
di lauhul mahfudz. Qur'an di kitab, handphone, atau hafalan di kepala,
itu adalah qur'an yang telah dimodifikasi, tidak 'murni'.
Tahap ketiga, dan ini hanya dilakukan si Jon, gurunya, dan orang-orang
yang maqamnya sederajat. Yaitu tidak boleh membaca qur'an kecuali dalam
keadaan jasad dan ruh /jiwa yang suci. Wudhu raga, wudhu jiwa dengan
menghilangkan seluruh sifat keburukan.
"Karena matamu membaca qur'an tulisan, dan jiwamu terangkat oleh cahaya
yang secara garis vertikal menyentuh lauhul mahfudz. Itu mengapa kau
seringkali mendapatkan pemahaman-pemahaman yang tiba-tiba datang dan
semakin membawamu pada Ia 'al akhfa', yang lebih tersembunyi," jelas
guru si Jon.
"Bersihkan dirimu!"
Lagi-lagi Jon hanya bisa tertunduk menangis.
Bacaan selanjutnya
'Ngonjoki' Tuhan Satu jiwa dua hati