Begitu banyak pria yg sok jagoan di depan jamaah, massa, publik, tapi di
depan istri sendiri tak mengerti hak dan kewajiban yg harus dipahamkan
pelan-pelan. Besar di luar, kecil di dalam, para istri pasti paham itu
menggelikan._Guru si Jon_
"Kamu gak lagi buru-buru kan?" tanya guru si Jon sore itu.
"Eng-, enggak guru," nampak benar si Jon ingin wejangan beliau tentang
persoalan yang baru saja ia ceritakan.
"Kalau gak buru-buru, aku buatkan kopi," kata guru Jon.
Yang ditanya cuma menganggukan kepala.
"Kamu mungkin tak pernah mengira aku juga kerepotan saat pertama-pertama
menjadi seorang suami," cerita guru si Jon. "Aku pernah marah,
mengangkat istriku lalu aku lemparkan ke kasur, tentu meski emosi aku
tak begitu keras. Tapi efeknya mutlak. Dia tahu aku juga bisa marah.
Tapi aku tak menyarankan kamu juga melakukan itu,"
Mereka tertawa terkekeh, sama-sama mengerti tubuh Jon yang kerempeng tak
mungkin kuat melakukan itu.
"Diminum kopinya," ajak guru si Jon. "Pernah suatu saat aku pulang dari
hajatan, dapat 'brekat' (nasi plus lauk pauk khas hajatan masyarakat
Jawa). Istri cuma mengambilkan nasi untukku, dia katanya sudah makan,
gak lapar. Aku balik itu nasi dan lauk pauknya. Aku melangkah keluar
ambil kunci mobil niatnya mau keluar. Tapi dia memelukku dari belakang,
minta maaf."
Sebegitu tingginya guru si Jon menuntut penghormatan dari istrinya,
sangka Jon.
"Bukan berarti aku egois, atau aneh, kalau menurutmu begitu," kata guru
si Jon seakan mendengar suara pikirannya. "Aku tak mau mendidik
setengah-setengah pada diriku sendiri. Suami makan kok gak ditemani?
Kalau suami makan di luar ditemani perempuan lain, mau? Suami istri yg
lagi bertengkar itu ibarat bicara depan cermin. Karena kita adalah dua
jasad satu jiwa. Jangan buat kesal suami yang sudah capek kerja, memberi
hak-hak istri, kalau suami kesal di dalam rumah dan cari 'teman'
penghibur di luar rumah, mau? Hak-haknya aku kasih, kewajibanku aku
penuhi, kok penghormatan saja setengah hati?"
Murid kerempengnya mendengarkan dan membayangkan, betapa gurunya yang
biasanya bijak dan lemah lembut ternyata bisa 'sangar' begitu.
"Tapi kamu gak cerita ini pada orang lain kan?" tanya guru si Jon.
"Enggak lah, aku gak akan cerita sisi gelap diriku sendiri pada orang
lain," jawab Jon.
"Lho kenapa?"
"Seperti nasehat guru dulu, selesaikan itu di dalam kamar, dan keluarlah
sebagai seseorang yang jiwanya sebesar ketika berhadapan dengan
istrimu,"
"Wah, mestinya tadi aku janga cerita ya?" kata guru si Jon.
Mereka tertawa renyah. Secangkir kopi hitam yang Jon minum serasa tak
pahit. Bebannya terasa ringan, merasa memiliki teman, setiap orang
memiliki masing-masing masa-masa sulit.
"Kamu ini kan 'penyampai', ceramah di forum a pengajian b," lanjut guru
si Jon. "Jangan sampai di depan banyak orang terlihat 'besar', tapi di
depan istri sendiri berjiwa kecil. Bijaklah. Ajak dialog, apalagi kamu
aku tahu bukan tipe pemarah. Jangan besar di luar (rumah), tapi kecil di
dalam (rumah), istrimu tak puas nanti,"
"Haha,"
Mereka tertawa, agak kencang kali ini. candaan vulgar yang menyegarkan
jiwa, si Jon khususnya.