Semua manusia dalam ketersesatan. Tak ada yg meyakinkanmu, engkau telah
benar. Dan ketersesatan terdalam ketika kau merasa benar, membungkus
kebenaran menurutmu dengan qur'an. Innaka laminal mursalin, alaa
shirothol mustaqim (yasin : 3-4). Sungguh, engkau (Muhammad) adalah
seorang rasul. Yg berjalan di atas jalan yg benar. Innaka alaa hudam
mustaqim (al hajj : 67), sungguh engkau (Muhammad) benar-benar berjalan
di atas jalan yg lurus._Jon Q_
Sekitar dua jam di dalam ruang tamu itu hening. Jon dan gurunya tak lagi
berdialog di alam materi. Jasad mereka duduk berhadapan, tapi hati
mereka berdebat dalam wilayah 'subtil' - kesadaran. Apa hal?
"Doa kita hanya menggema dalam kekosongan," kata Jon. "Jika Tuhan
berubah, dari tidak memberi menjadi memberi, maka itu bukan Tuhan. Jika
Tuhan pilih kasih, memberi pada si A, menahan rejeki pada si B, sedang
mereka sama-sama berdoa, beribadah, itu tak logis. Bukankah keimanan
segaris lurus dengan logika yg jernih? Malaikat menyampaikan catatan
kita (surah al ma'arij), 1000 tahun dalam ukuran sehari. Tapi
menyampaikan pada siapa, jika mereka juga tak tahu Tuhan dimana? Kita
hanya memiliki jiwa kita, tak ada yg mengatakan kita telah benar. Karena
malaikat hanya menyampaikan itu pada nabi dan rasul,"
Sang guru mengambil mushaf qur'an. Dia berkata setengah berteriak.
"Baca!" kata sang guru. "Baca mana saja yg kau ingin baca!"
Jon menurut. Bukan karena takut. Mereka berdua sudah sejiwa, sesat
ataupun terlihat marah, sebenarnya itu ekses dari cinta mereka.
"Alif laam... Mim.." Jon membaca.
"Apa yg dilakukan ayat itu?" tanya sang guru.
Jon berpikir keras. Dilakukan? Ayat-ayat itu mengatakan, qul, qola,
mengatakan. Apa yg dilakukan?
"Apa yg dilakukan ayat itu?!" kata sang guru setengah berteriak.
Tiba-tiba seakan ada guncangan besar dalam pola pikir si Jon. Ada nuansa
aneh, dahsyat, yg mengubah kesadarannya.
"Ayat mutasyabih tak ada yg tahu maknanya selain Allah dan rasulnya,"
kata sang guru. "Itu pemahaman dasar, bahwa penjelasan secerdas apapun
manusia, tak ada yg sampai pada kebenaran. Yg benar-benar tahu hanyalah
Allah dan rasulnya,"
"Kau mungkin telah melampaui kehendak di tingkatan pertama. Tak
berhasrat pada dunia, harta, ketenaran, kecantikan rupa, materi yg
melimpah, tapi tetap bekerja keras dengan sungguh-sungguh," lanjut sang
guru. "Ketidakberharapanmu pada Tuhan palsu, jangan membuatmu berhendi
disitu. Naiklah. Teruslah mendaki pada kehendak di tinkatan kedua. Kau
tidak berpikir, tidak berucap, tidak bergerak, selain kebutuhan yg
memintamu untuk melakukan itu. Kau boleh berkeinginan, tapi tiap
keinginan akan diiringi setan. Kau tahu bedanya keinginan dirimu dan
setan?"
Jon menggelengkan kepala. Ia menatap gurunya fokus.
"Ia (setan) memberimu angan-angan. Kau berfantasi, kau berlebihan, dan
itu membuatmu melupakan, menjauh dari kesadaranmu pada Tuhan."
"Anggap aku belum memahami apa yg guru sampaikan," kata Jon. "Hidup
sesuai kebutuhan, menomorduakan keinginan bahkan keinginan untuk
berpikir, itu berarti memperkecil kesempatan setan untuk menggoda,"
Sang guru mengangguk.
"Itu yg menjadikan kita benar-benar mengikuti jalan para nabi dan
rasulullah?" tanya Jon lagi. "Bagaimana mungkin manusia bisa sesadar
itu, bahkan mencegah pikiran untuk ingin memikirkan sesuatu?"
Sang guru tersenyum.
Kehendak di tingkatan kedua
January 13, 2018
0