Anak-anak bangsa ini diajarkan kesalahan berpikir dari kecil. Entah para
orangtua sengaja agar kelak mereka paham bahwa mereka telah dibodohi.
Atau karena manusia bangsa ini diragukan kepemilikan atas pikirannya
sendiri. Atau mungkin, kita membicarakan kesalahan-kesalahan yg kita
anggap benar tanpa kita tahu itu salah dan tanpa merenung apakah kita
sedang belajar untuk menjadi benar atau mempertahankan kebodohan._Jon Q_
Siswa a bertanya tentang kaidah fiqh yg diterapkan pada sesuatu yg tak
termasuk wilayah keilmuan fiqh.
"Ada kaidah fiqh 'Darul mafasid muqodammun jalbil alal masholih',
kerugian yg kecil boleh diambil demi kebaikan yg lebih besar." kata
siswa a. "Semisal ada siswa nakal, para guru sepakat itu harus
dipindahkan ke sekolah despret, agar tak berefek ke siswa lain. Tapi,
apakah guru tak berpikir, bisa jadi itu adalah kesempatan yg diberikan
Tuhan untuk memperbaiki anak tersebut di sekolah itu. Menurut Pak Jon
bagaimana itu?"
Jon terkekeh. Tertawa kecil.
"Kenapa Ketawa, Pa?"
"Begini," Jon memulai. "Pertama, ada yg namanya ushul fiqh, furu' fiqh,
kaidah fiqh, juga 'adatul muhakam atau adat yg menjadi hukum. Fiqh bukan
syariat, tapi salah satu sistematika atau tata cara keilmuan untuk
menjabarkan hukum-hukum syariat. Para ustadz, apalagi yg baru 'lahir
kemarin sore', jarang paham ini. Itu kenapa banyak yg berdebat hanya
karena tahlil, yasinan, dll. Kedua," siswa Jon berpikir keras. "Kaidah
fiqh, itu untuk amalan atau tindakan yg masih menyatu dengan persoalan
agama. Misal, tsunami aceh menyisakan mayat-mayat yg makin membusuk.
Dikubur sesuai aturan agama butuh waktu lama, beresiko menyebar
penyakit, atau dikubur masal? Atau seorang mualaf yg masih suka makan
daging babi. Ini bisa dibolehkan, karena makan daging babi adalah
kesalahan yg lebih kecil daripada syirik.
Ketiga, yg kedua saja jarang ustadz-ustadz anyar yg paham, apalagi yg
ketiga ini. Kaidah fiqh dipakai di pendidikan, contohnya tadi. Di arena
politik, menyingkirkan kader yg tetap pada nilai dasar partainya. Di
wilayah sosial, mengusir orang-orang cerdas yg dituduh menyesatkan."
lanjut Jon. "Saya tak tahu mana yg benar dalam hal ini. Mana yg harus
disentuh lebih dulu, para guru yg pemahamannya kurang luwes, luas, atau
anak nakal tadi. Kaidah fiqh, seperti semua tata cara keilmuan, memiliki
batasan. Tak boleh dipaksa dipasang-pasangkan dengan persoalan di luar
bab fiqh,"
Siswa Jon manggut-manggut. Entah paham atau tidak.
Siswa b, di lain waktu bertanya. "Api itu simbol kimianya apa, Pak?" si
Jon guru sejarah tukang ngarang, ditanya tentang kimia. "Apa api
termasuk oksigen, karena api lilin kalau ditutup gelas akan mati? Atau
api itu termasuk gas, yg ketika direaksikan akan terbakar? Tapi mestinya
seluruh bumi terbakar kalau begitu, tiap orang menyalakan api di alam
bebas?"
Jon mencoba mengingat kembali memori di otaknya saat kuliah. Tentang
api, unsur yg baru ditemukan wujud aslinya di abad 20 ini.
"Kamu pernah lihat bola tukang sulap?" tanya si Jon. "Kilatan-kilatan
seperti listrik itu yg di tengahnya ada inti berbentuk lingkaran, itu
namanya plasma. Wujud api sebenarnya adalah plasma, bukan gas, cair,
atau padat. Penjelasannya agak rumit, tentang elektron yg dikeluarkan
dari inti atom. Elektron ini yg direaksikan dengan zat lain akan
menghasilkan emisi, energi plus lompatan-lompatan elektron yg keluar
dari inti atom. Emisi ini yg menjadikan api panas, menentukan spektrum
apa apinya, kuning, merah, atau biru. Wujud api adalah plasma. Bagaimana
membuat plasma? Kalau kamu bisa, kamu bisa bikin kendaraan berjalan
tanpa menempel bumi. Googling saja," sesuai spesialisasi Jon, ahli
ngarang.
Baca ini juga ya, teman...
Allah Tuhan yang kejam (?) People's jail in the sadness