Senin, 29 Januari 2018
Aku tak memiliki harta benda yg bisa diwariskan. Yg aku miliki hanyalah sedikit pengetahuan mentah, yang sangat amat sedikit orang yg mau menerimanya. Bahkan jika pun aku mengemis-ngemis meminta orang untuk menerimanya, tak akan ada orang yang mau menyimpannya. Kamu masih ingat waktu kita menjelang pernikahan? Aku bilang kamu akan jadi yang ketiga. Karena yg pertama adalah ibuku, dan kedua adalah orang-orang lemah yg membutuhkanku. Sang Nabi bilang, sedekah utama adalah pada ia atau mereka yg menjadi tanggunganmu atau engkau nafkahi. Aku sudah pelit saat ini, jarang memberi pada orang lain selain ibu dan kamu. Pun masih sangat kurang. Aku merasa malu selalu konsisten dalam derajat miskin, tapi tanpa aku sadari ternyata justru aku sudah sampai pada derajat fakir.
Jangan anggap awal Januari kemarin sebagai musibah. Karena kata musibah Tuhan berikan pada manusia berjiwa lemah untuk menghiburnya. Karena musibah, tak mungkin datang sendirian. Ia bisa jadi menghapus kesalahan kita di masa lalu, atau menyiapkan suatu hadiah untuk kita di masa depan. Jangan lihat hidup ini hanya di potongan-potongan scene saat ini. Tapi lihatlah kemarin, juga kemungkinan-kemungkinan yg akan datang esok. Dari itu, kita tak akan membuat pikiran mudah menghakimi, bahwa apa yang terjadi saat ini, baik atau buruk, itu belum pasti.
Pengetahuan bertekuk lutut di dahapam ketidaktahuan. Ketidaktahuan kita bahwa allah itu ada menjadi bukti bahwa allah itu ada. Karena dia berada di luar pengetahuan manusia. Di luar pengetahuan, Dia berada. Justru ketika kita merasa tahu, dengan penjelasan akal yang seringkali memaksakan, sebenarnya kita tidak tahu tentang Dia. Dan hal-hal pencapaian pemahamam kita tentang dia, lebih sering adalah bayang pikiran yg kita buat-buat sendiri. Tapi ada sesuati dalam diri yang seakan mewakili-Nya. Yaitu kondisi yang terkadang mengingatkan kita dari dalam. Ketika kita seharusnya lupa, sesuatu itu mengingatkan dan terdengar jelas sampai kita bersyukur, jika ia tak mengingatkan, kita akan menyesal. Siapa dia?
Jiwa manusia yang lemah ilmu dan iman, dia akan terbawa terbang oleh setan dalam dirinya. Nafsu meminta, dan setan menjadi permintaan nafsu terakomodasi, terfasilitasi membawa nafsu itu yang seringkali dilebih-lebihkan, dibumbui rasa takut dan negatifitas. Sebaliknya, jiwa yang sedang merasakan hangatnya cahaya ilmu dan iman, suara penuntunlah yang akan terdengar dari dalam. Dia yang seakan tak mau kita tersesat atau salah jalan mengambil keputusan. Ma lakum kayfa tahkumun. Dan aku sebut dia sebagai hati, raja dalam diri (sedangkan Allah adalah sang maha raja) yang hanya mau ditemui dalam keadaan sunyi. Jika hati saja hanya mau ditemui saat sunyi, lalu bagaimana dengan Tuhan yang jelas-jelas di luar pemahaman manusia?
Baca Juga Ya, Teman...
Muda Sang Nabi Tercipta dari diri yang satu
Baca Juga Ya, Teman...
Muda Sang Nabi Tercipta dari diri yang satu