"Siput salah satu hewan yang diselamatkan Nabi Nuh ke dalam kapalnya," Jon mulai berkisah pada anaknya.
"Jaman Nabi Nuh sudah ada Siput, Yah?"
"Iya, sudah ada. Tapi rumahnya belum melingkar-lingkar begitu dan jalannya belum melambat," Jon melanjutkan.
"Lho kenapa belum? Terus mulai kapan rumah siput begitu?" si kecil tambah penasaran.
"Ya, ya, Ayah lanjutkan, ya,"
"Rumah Siput mulai melingkar dan jalannya mulai melambat di jaman Nabi Sulaiman. Kamu tahu salah satu mukjizat Nabi Sulaiman?"
"Em... Bisa ngomong sama binatang, Yah?"
"Betul,"
"Sebelum Siput berjalan lambat, dia diberikan tugas oleh Nabi Sulaiman untuk membawa makanan ke tempat-tempat lembab dan becek yang cuma kaum mereka yang mampu melakukannya,"
"Membawa makanan? Untuk siapa?" tanya Jon kecil.
"Untuk rakyat Nabi Sulaiman dari bangsa binatang yang seukuran mereka,"
"Kenapa bukan burung saja, kan lebih cepat?"
"Burung yang memasuki tempat itu tak bisa kembali dengan selamat. Tugas berat ini hanya bisa dilakukan oleh siput," lanjut Jon. "Kenapa hanya siput? Karena cuma bangsa mereka yang bisa menyerupai batu atau jamur hutan saat melindungi diri bersembunyi ketika pemangsa datang."
Jon kecil mengangguk paham.
"Mereka dulu berjalan cepat, melipatkan tentakelnya seperti jalannya ulat," Jon mencontohkan menggunakan jarinya. "Tapi, pemimpin mereka melihat pasukannya yang membawa beban yang diikat dicangkangnya itu lebih cepat kelelahan,"
"Jadi, pemimpin mereka menyuruh biar jalan mereka diperlambat demi keselamatan pasukannya?"
"Betul," jawab Jon.
"Tapi, bukannya jadi lamban, Yah, padahal kan mereka lagi bertugas?"
"Ada banyak hal yang perlu kita pikirkan, nak, selain tujuan kita hidup," lanjut Jon. "Kita mungkin harus kaya, kita mungkin harus pintar dan kuliah di luar negeri sana, tapi tidak dengan melupakan keluarga kita, meninggalkan teman-teman kita. Ada perbedaan jelas antara lamban dan pelan-pelan,"
"Apa itu, Yah?"
"Kalau kamu lagi naik sepeda, terus di jalan banyak anak-anak balita lagi kejar-kejaran, kamu cepat-cepat atau pelan?"
"Yak pelan-pelan lah,"
"Nah, itu pelan-pelan atau lamban?" Jon kecil berpikir keras.
"Berarti," Jon kecil mencoba menarik kesimpulan. "Apa yang kita inginkan bisa jadi nggak lebih penting dari keadaan yang sedang terjadi?"
"Emm.. coba kamu kasih ayah contohnya,"
"Ya itu tadi, kita ingin cepat-cepat naik sepeda biar cepat sampai rumah, tapi kondisi jalan banyak anak balita. Berarti kan, keinginan kita nggak lebih penting daripada keadaan anak-anak kecil itu yg mungkin bisa kena tabrak kalau kita cepat-cepat?"
Jon tersenyum. "Itu mengapa pelan-pelan itu berbeda dengan lamban," kata Jon. "Kamu tahu kenapa rumah sipur melingkar mengerucut begitu?"
"Iya, Yah. Kenapa tuh?"
"Coba ambil qur'an di ruang tamu itu,"
Sejurus kemudian Jon kecil keluar membawa qur'an terjemahan.
"Buka surah ar ruum, ayat 9," pinta Jon.
'Awalam yasirru fil ardli fa yandzuru kayfa kana aqibatuladzina min qoblihim'
"Coba baca terjemahannya," pinta Jon lagi.
"Tidakkah kalian mengadakan perjalanan di bumi, maka lihatlah bagaimana akibat yang diperoleh dari kaum sebelum kalian. Maksudnya, Yah?"
"Siput, seperti manusia-manusia yang senang bekerja keras saat muda, di saat tua kerja keras itu ada bekasnya (seperti rumah siput yang melingkar mengerucut itu)."
"Contohnya dua otot di kening kanan dan kiri ayah itu, apakah termasuk bekas (bukti) ayah yang suka berpikir keras dan berbeda dengan banyak orang?"
Si Jon tertawa kecil. Mereka menikmati senja di sore itu. Besok, ada kisah apalagi ya.....,?
Baca ini juga, yaa...
(Cerpen) Si Bibir Sumbing (Cerpen) Unanswer III : Mahar Ar Rahman dan 99 Puisi Cinta