Seseorang ternilai cerdas dalam ketenangannya, dan kesegeraannya ketika
persoalan orang banyak memanggilnya. Menyampaikan apa yang baik-baik
untuk banyak orang, dan menyimpan yang jelek untuk dirinya sendiri.
Menanggungjawabi persoalan banyak orang tanpa pamrih dan harap apa-apa.
Dan jujur meski itu mencelakainya : itulah pemimpin._Jon Q_
"Lho, derita itu bagaimana derajat keilmuan dan keimanan seseorang," Jon
mengelak sindiran Bon. "Ada orang yang kehilangan uang seribu saja
kepanikan, ada orang yang motornya dibawa orang tapi biasa saja, ada
orang yang dihina terus menerus tapi bersyukur,"
Mereka terkekeh mendengar penjelasan seperti biasanya : konyol dan
sedikit 'goblok'. Dalam arti, mereka tak bisa menerima penjelasan begitu
saja dari sahabatnya itu. Karena yang Jon sampaikan adalah 'kulit',
sedangkan 'dagingnya' ada di balik kulit itu.
"Tapi, bagaimana seseorang, apalagi kami yang masih 'hijau' begini,"
kata Tum. "Menelateni keprihatinan batin seperti itu, Mas? Kerja keras
tapi tak berharap, dihina tapi bersyukur, dan seterusnya?"
"Lho, kamu kan bilang sendiri tadi (di catatan sebelumnya), untuk
memastikan bahwa diinjak itu sakit kita gak butuh kitab suci," lanjut
Jon. "Secara naluri manusia diciptakan baik, fii ahsani takwim. Tapi
keinginan mengacaukan itu,"
"Bisa kasih contoh yang lebih muda, Mas?" Lee nyengir kuda. Dari tadi
dia berpikir keras tapi ternyata belum berhasil.
"Bedakan dong, Jon, menjelaskan ke kami dengan ke mereka," Beth meledek
sahabatnya.
Bon dan Dul terkekeh.
-_-'
"Justru, kalau aku bedakan, berarti aku meremehkan kemampuan berpikir
mereka. Kita kan tanpa 'kasta'," Jon menepis. Mereka tersenyum
mendengarnya.
"Begini," lanjut Jon. "Kalau kalian disuruh milih, yang pertama, terus
berharap meski resikonya adalah kecewa, tapi kalian gak akan berhenti
berharap. Atau kedua, terus bekerja keras tapi gak berharap akan
berhasil atau tidak, gak berharap balasan, imbalan, atau apapun. Mana
yang kalian pilih?"
Mikir keras.
Orang-orang dewasa di BRN cuma cengar-cengir melihat si Jon mengerjai
sekaligus 'menyesatkan' dua anak muda di depannya. Suruh siapa ikut BRN.
Khekhekhe.
"Kalian gak usah jawab sekarang, toh ini bukan lagi ujian akhir
semester," kata Jon lagi. Bon dan Dul tergelak melihat ekspresi Tum dan
Lee.
"Tidak ada manusia yang semulia Muhammad ibn Abdullah, salah satunya
karena tahannya beliau pada penderitaan demi keselamatan banyak orang,
dan dihina terus menerus. Bahkan sekalipun 14 abad telah berlalu, kalau
kalian aktif searching di Youtube atau media sosial yang lain, beliau
terus diejek, dihina, dilecehkan, tanpa efek sedikitpun pada beliau."
"Maka sungguh benar ayat-Nya, telah datang seorang utusan dari
kalanganmu sendiri, yang kalian kenal dia dari kecil, yang terus-terusan
hidup dalam derita, menanggung beban banyak orang, tak mencari keenakan
untuk dirinya sendiri demi banyak orang, meski sebagian orang yang
dibelanya itu melukainya, menindasnya. Ia sangat pengasih dan penyayang
pada orang-orang beriman, dan tetap menyayangi siapapun tak terbatas
keyakinan, suku atau ras,"
Laqod jaa-akum mir rosulin min anfusikum azizun alaihima anittum haritsun alaikum bil mu'mininar ro'ufur rohim.
"Jika beliau adalah rahmatan lil alamin, mengapa umat saat ini menjadi pembenci, Mas?" tanya Lee.
Bacaan selanjutnya
Contradictia Sien Quanon Muda sang nabi