Biarlah kebencian dan segala keburukan sifat tetap ada di dunia ini,
tapi jangan biarkan mereka memasuki hatimu. Aku biarkan setan mengalir
di dalam darahku, tapi tak akan ku biarkan ia memasuki hati, karena
dalam hatiku sudah dan hanya ada cinta._Jon Q_
"Kenapa akhir-akhir ini masyarakat lebih mudah benci dan terpengaruh,
Mas?" Tum menambahkan pertanyaan Lee, mengapa Islam yang merupakan cinta
untuk seluruh alam, tapi ummatnya tak mampu mengontrol rasa benci.
"Aku juga masih memikirkan itu," jawab Jon. "Jawaban memuaskan untuk
diriku sendiri belum terjawab. Mengapa ya, kebencian masyarakat
akhir-akhir ini begitu dahsyat,"
"Mungkin itu karena bapak-bapak kita yang di atas, Jon," kata Dul.
"Mereka menyelenggarakan skenario politik kebencian, kerancuan,
kebijakan-kebijakan yang membahayakan tanah air,"
"Tapi memang harus kan, membenci yang Islam benci," Bon menambahkan.
"Ayatnya sudah jelas kok, kafir, musyrik, sifat-sifat iblis dan dajjal
harus kita perangi,"
"Apa yang dimaksud kafir, Mas Bon?" tanya Tum.
"Lho, mereka yang menuhankan selain Allah itu kafir, mereka yang Islam
tapi mendukung yang bukan Islam itu munafik,"
Jon terkekeh.
"Kenapa ketawa, Mas?" Lee keheranan.
"Kalau ikut merayakan Natal, misalnya, itu bagaimana, Bon?" Beth ikut
memancing.
"Siapa yang mengikuti suatu golongan, dia termasuk dalam golongan itu,"
Bon mengutip hadits - dhoif. "Sudah jelas kok, 25 Desember itu bukan
kelahiran Isa. Ikut merayakannya adalah bentuk kekafiran kecil, tapi
kecil atau besar tetap saja kafir,"
Jon tertawa, kali ini agak keras. Diikuti Beth, mereka tertawa
terbatuk-batuk.
"Kalian aneh," gumam Dul.
"Menurutmu, sebagai sejarawan bagaimana, Jon, menyikapi Natal?" tanya
Beth setelah berhenti tertawa.
"Sebagai sejarawan aku berdiri di tengah-tengah, netral," kata Jon.
"Betul, ulama itu penerus para rasul, tapi mereka bukan nabi atau bahkan
rasul yang gak bisa salah. Yang kita ikuti bukan orangnya, tapi
ajarannya apakah segaris lurus pada rasul atau tidak. Itupun baiknya
sesuaikan konteksnya. Ada kyai atau habib yang mengutip ayat tentang
orang kafir, dan seterusnya, lalu di dalam qur'an memang begitu. Tapi
konteksnya kita lihat dulu, misal pakai pengibaratan, kucing suka ikan,
tapi apa ia kucing mau menyelam ke sungi atau laut? Apalagi di laut ada
Anjing laut, kucing kan takut anjing," Jon terkekeh.
"Sebagai sejarawan, aku katakan tanggal 25 bukan kelahiran Nabi Isa,
tapi kata siapa aku tak merayakannya? 'Kebetulan' saja tahun ini jatuh
di hari Minggu, kalau di hari kerja, kita semua merayakannya. Lho apa?
Libur nasional. Hanya mengormati? Sebagaimana ketika kita membiarkan
kemungkaran berarti kita mendukungnya, menghormati itu juga kita
merayakannya secara tidak langsung. Kalau bukan hari raya kita, kenapa
kita meliburkan diri? Sebagaimana kita merayakan kelahiran Nabi
Muhammad, kalaupun tanggal kelahiran Nabi Isa kita tahu, Insya Allah
kita juga merayakannya,"
Bon terdiam.
"Tapi, Mas, aku gak setuju," kata Tum. "Kalau begitu, nanti kita tak
bisa membedakan, mana orang-orang yang setia dengan ajaran Islam, dan
mana yang senang mencari keuntungan. Islam ikut, agama lain juga ikut,"
"Lha terus?" tanya Beth.
"Apakah memang tak boleh membenci keburukan, memeranginya, menjadi Islam
'murni' atau kaffah? Kalau begitu, kenapa rasul dulu harus perang
berkali-kali?" lanjut Tum.
"Yang lebih penting lagi, membenci kebencian," kata Jon. "Kita mencintai
keburukan, dengan cara menjauhinya, menjauhi sifatnya, bukan orangnya.
Buang 'bajunya', bersihkan orangnya. Perangnya rasul tanpa kebencian,
juga para sahabat, masih ingat kisah Ali ra, yang akan membunuh seorang
kafir yang meludahinya, lalu ia tak jadi membunuh?"
Mereka mengangguk.
"Kita sudah bahas kemarin (catatan sebelumnya), Islam dibela bukan
karena Islamnya, tapi karena ada orang-orang lemah yang teraniaya di
dalamnya, maka rasul perang, melindungi agar orang-orang lemah itu tak
terbawa mereka, lawannya. Kita menjadi pembenci, pendendam, dan
sebagainya karena kita kehilangan sosok pemimpin, sang imam, dan
menjadikan kita para jamaah ribut sendiri, saling tuduh, saling benci,
saling dendam, di dalam masjid kecil. Sedang di luar sana, para musuh
merajai tiap sisi-sisi bumi kita, Indonesia, masjid (tempat sujud) yang
lebih besar yang seharusnya kita fokus membentengi itu,"
Bacaan selanjutnya
Perpisahan Mari Berjatuh cinta lagi