Palestina itu aku

Java Tivi
0
Setidaknya, kita syukuri masih bisa makan malam hari ini. Agaknya, aku lebih memilih menjadi seseorang yang terus menerus bertempur daripada damai dalam kemapanan. Dan (sialnya) Tuhan lebih rela aku begitu. Ketika berdoa memohon tetap terjaga dalam nuansa 'perang', Dia segera mengabulkan tak menunda-nunda seperti ketika aku memohon kemudahan. Karena, jiwa yang terbiasa dengan kemudahan, tak akan bertahan lama tinggal di dalam kehidupan dunia. Tempat ini, dunia, ditinggali lama oleh para manusia yang justru merasakan kenyamanan dalam pertempuran. Ia yang sudah mulai menikmati kenyamanan, kedamaian sekalipun di tengah badai peperangan, maka bersiaplah dunia akan mengubah ujiannya. Dari pertempuran yang menegangkan, menjadi nuansa kedamaian yg cenderung melalaikan kesadaran.


Banyak manusia merasa kasihan pada Palestina yg terus menerus perang. Kita tak paham, dari sudut pandang lain, justru dengan kondisi pertempuran begitu mereka tetap menjaga kedekatannya pada Tuhan. Manusia cenderung dekat pada Tuhannya ketika ia merasa apa yg dihadapinya adalah penderitaan. Seakan Tuhan menimpakan kesusahan yg menjadikannya hidup tak nyaman. Seolah Tuhan tega membuat kita berada dalam kondisi yg memberatkan. Kita cenderung susah untuk mendapatkan pemahaman, bahwa kondisi yg kita sebut tak enak itu justru adalah jalan agar kita semakin paham, semakin kuat menjalani kehidupan.

Orang-orang yg berdoa agar deritanya segera dihilangkan, dan ternyata justru diperpanjang masa deritanya, bukan Tuhan tak mengabulkan doanya. Barangkali Dia ingin agar kita mendapatkan kekuatan dalam kadar tertentu dari derita hidup yg kita alami. Kekuatan yg jika kita tak mendapatkannya saat ini, di esok hari kita tak akan siap menghadapi zaman. Kekuatan hidup yg memang dipersiapkan oleh Tuhan untuk kita agar bisa dengan tetap tenang menghadapi pertempuran yg akan datang. Seperti seorang petinju yg ia harus menambah terus kekuatannya, latihan tanpa menyerah, karena sebentar lagi bertanding dengan kekuatan yg ia tak tahu sekuat apa.

Palestina itu aku. Hidup yang terus menerus bertempur entah untuk apa. Karena, aku sudah tak tahu apakah yang perlu benar-benar dituju selain Tuhan? Dunia ini terasa hambar, tidak ada yang semenantang terus menerus mencari Tuhan. Terus menerus berjalan di atas jalan-Nya, melawan godaan, berperang dengan kenikmatan sepintas pandang, dengan tetap memenuhi kewajiban sebagai manusia. Mencintai sesama, mencukupi kebutuhan keluarga, membenci kebencian, bercerai dengan kemarahan, terlebih lagi dendam. Seperti Palestina, bertempur tapi tanpa pernah membenci lawannya. Karena mereka perang bukan atas dasar kemarahan, mereka perang karena memang Tuhanlah yang meminta. Dan Dia tak mau manusia-manusia kesayangannya terpenjara kedamaian dunia, hingga mereka lupa pada-Nya, dan berjuang hidup bukan semata-mata karena Dia.

Umah, 23 Januari 2018

Bacaan selanjutnya

Fighting                                                                            Bushido         

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)