5 Mei 2015 pukul 05.55
Hari-hari ini, Jon mulai belajar bertanya lagi. Setelah tersibukan dengan urusan duniawi, ia kembali melemparkan diri ke dalam dirinya sendiri yg sunyi.
"Apa yg menjadikan sebuah harapan/keinginan menjadi suatu keburukan?" tanyanya dalam hati. "Idz aqsamu layashri munnaha mushbihin.. Yg terbayang tak terjadi, sedang yg tak terpikirkan justru terjadi. Bagaimana seharusnya manusia memahami takdir Tuhan?"
Ia teringat dengan pertanyaan seorang seniornya saat kuliah dulu, "Yg kau inginkan tak terjadi, tapi yg tak kau inginkan malah terjadi. Bagaimana kau menyikapi takdir yg seperti itu?"
"Tak usah berkeinginan saja," jawab Jon sekenanya.
"Maka kau penakut," kata seniornya lagi.
"Lho, kenapa?"
"Karena dengan keinginan, seseorang menjadi berani untuk berjuang," jelas seniornya. "Kau memilih tak berkeinginan dan menyembunyikan diri dari dunia?"
Jon tertawa kecil.
"Mengapa identik, seseorang yg tak berkeinginan dengan seseorang yg enggan berjuang?" kata Jon.
Seniornya mendengarkan.
"Aku mampu, berjuang tanpa keinginan apa-apa,"
"Jika hidup tanpa keinginan apa-apa, lalu apa dorongan (motivasi) kau berjuang?"
"Belajar, bersenang-senang dengan apa yg terjadi,"
"Bagaimana kau menyikapi takdir yg tak kau harapkan?"
"Pertama, tugas manusia berusaha, jika sanggup tanpa berharap itu akan berhasil. Kedua, tanpa harapan pun aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh,"
"Apakah logis, berusaha keras tanpa harap akan memetik hasil?"
"Cukup logis, jika dalam hati kita sudah tersimpan kebahagiaan tanpa akhir (happy endless),"