"Biarkan aku mencari," kata Don Quixote pada pengawalnya. "Seorang pria tak layak mendapatkan cintanya begitu saja. Hujan datang karena memang tanah hanya mampu diam. Tapi untuk seorang pejuang, cinta meminta ia untuk ditemukan,"_Don Quixote De Cervantes_
Ia bercerita pada sahabatnya di daerah ujung utara sana. Tentang takdir yg nampaknya belum mampu merelakan Jon melepas masa lajangnya.
"Kemarin bahas cewek gue sama emak babeh," curcol si Jon. "Gue ceritain tentang dia. Orangtuanya, pekerjaannya, pergaulannya, pokoknya banyak dah. Emak sih oke, tapi babeh bilang, 'Ada yg lain gak?', deuh, kalau udah begitu, berarti beliau kurang setuju,"
"Jadi, batal lagi merit akhir tahun ini?" tanya sahabat Jon.
"Belum tahu seh. Padahal, gue yakin dia bakal diterima," kata Jon. Kesotoyannya membawa luka.
"Tapi, teori serabut takdir lu itu bener, kan?" tanya sahabat Jon lagi. Jon pernah sotoy menjelaskan tentang hukum probabilitas takdir, hasil renungannya tentang 'butterfly effect' dan serabut otak.
"Itu baru di atas kertas. Selama gue belum merit, itu belum terbukti,"
"Yak merit dong, cepetan,"
"Dikira antri pipis kali yak, cepetan."
"Lah, lu kan udah mapan, ortu terpandang, tampang juga gak jelek-jelek amat, pasti banyak gantinya, kan?"
"Uasyem, gue punya prinsip,"
"Ah, belagu deh. Prinsip apalagi seh?"
"Gak mau merit sama cewek yg lihatnya status, apalagi bawa-bawa ortu. Seorang pemuda bukan ia yg membanggakan harta dan orangtuanya, tapi ia yg kuat hidup mandiri tak bergantung pada banyak orang," Jon sotoy lagi.
"Yak terus mau perempuan yg gimana dong? Kebanyakan perempuan kan lihat kemapanan seorang pria?"
"Kemapanan itu bagaimana kerja keras," kata Jon, belagu. "Gue pengin perempuan yg menyukai gue karena inilah gue. I love u, because u r u, not other,"
Aku mencintaimu karena itu kamu, bukan orang lain.
Tinggi benar angan-angan si Jon Quixote.
Ia bercerita pada sahabatnya di daerah ujung utara sana. Tentang takdir yg nampaknya belum mampu merelakan Jon melepas masa lajangnya.
"Kemarin bahas cewek gue sama emak babeh," curcol si Jon. "Gue ceritain tentang dia. Orangtuanya, pekerjaannya, pergaulannya, pokoknya banyak dah. Emak sih oke, tapi babeh bilang, 'Ada yg lain gak?', deuh, kalau udah begitu, berarti beliau kurang setuju,"
"Jadi, batal lagi merit akhir tahun ini?" tanya sahabat Jon.
"Belum tahu seh. Padahal, gue yakin dia bakal diterima," kata Jon. Kesotoyannya membawa luka.
"Tapi, teori serabut takdir lu itu bener, kan?" tanya sahabat Jon lagi. Jon pernah sotoy menjelaskan tentang hukum probabilitas takdir, hasil renungannya tentang 'butterfly effect' dan serabut otak.
"Itu baru di atas kertas. Selama gue belum merit, itu belum terbukti,"
"Yak merit dong, cepetan,"
"Dikira antri pipis kali yak, cepetan."
"Lah, lu kan udah mapan, ortu terpandang, tampang juga gak jelek-jelek amat, pasti banyak gantinya, kan?"
"Uasyem, gue punya prinsip,"
"Ah, belagu deh. Prinsip apalagi seh?"
"Gak mau merit sama cewek yg lihatnya status, apalagi bawa-bawa ortu. Seorang pemuda bukan ia yg membanggakan harta dan orangtuanya, tapi ia yg kuat hidup mandiri tak bergantung pada banyak orang," Jon sotoy lagi.
"Yak terus mau perempuan yg gimana dong? Kebanyakan perempuan kan lihat kemapanan seorang pria?"
"Kemapanan itu bagaimana kerja keras," kata Jon, belagu. "Gue pengin perempuan yg menyukai gue karena inilah gue. I love u, because u r u, not other,"
Aku mencintaimu karena itu kamu, bukan orang lain.
Tinggi benar angan-angan si Jon Quixote.