Pending II

Java Tivi
0
16 Maret 2015 pukul 20.17


Apa yg dibenci seseorang saat ini, mungkin saja esok ia akan sangat menyukainya. Kita terlalu lemah tiap berbicara tentang rasa. Semua orang tersesat, tertampar berkali-kali selama ia tak mampu melampaui itu : perasaan, pikiran._Jon Q_

Mereka bertemu, seperti apa yg Jon takutkan selama ini, itu pertemuan terakhirnya dalam hubungan mereka.

"Jadi, apa keputusanmu, Jon?" tanya ia, seseorang yg Jon cintai.

"Aku tak bisa mengajak seseorang dalam pertempuran, jika mendengar suara pedang saja ia ketakutan," jawab Jon berfilsafat.

"Ayolah Jon, aku perempuanmu yg ke berapa?" katanya tegas. "Ini bukan tentang ketakutan, ini tentang kenyataan, kita tak bisa terus menerus tak realistis, Jon. Hidupmu dan aku harus terus berjalan,"

"Aku tak pernah memaksa siapapun untuk berjalan bersamaku dalam gelap. Aku terbiasa sendiri, meski aku lebih senang bersamamu," ucap Jon pelan. "Aku pikir, kamu masih dirimu yg menyukai tantangan hari depan,"

"Segalanya berubah, Jon. Tak ada yg tetap di dunia ini," jawabnya.

"Bagaimana dengan cinta kita?" tanya Jon.

"Itu... Bagaimana kamu mengambil keputusan hari ini," katanya lagi. "Aku tahu kamu tak akan memaksa siapapun, meski aku tahu dengan pemikiranmu kamu bisa mempengaruhi aku. Tapi seperti janjimu beberapa waktu lalu, hari ini kamu harus putuskan. Sebenarnya, cintaku atau kamu yg berubah,"
Mereka saling diam.

"Kamu mau bukti apa?" tanya Jon.

"Cinta tak dapat dibuktikan, Jon. Kita saling mengerti, bahwa cinta ini tentang penerimaan,"

"Jika cinta tentang penerimaan, mengapa kamu tak menerimaku yg tertakdir disana?" tanya Jon lagi.

"Harus ku katakan apalagi, Jon, jika memang itu keputusanmu, izinkan kali ini aku yg meminta maaf. Aku tak bisa,"

Jon terdiam.

"Aku rasa, kali ini kamu tak mengizinkanku untuk bertemu dengan ibumu sebatas berkata sampai jumpa," kata Jon.

Ia tersenyum sinis. Pandangannya ke luar taman, pada seseorang yg dari tadi mencuri pandang pada mereka.

"Baiklah... Baiklah, aku harap ini suatu kebaikan," ucap Jon lirih.

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)