Engkau telah berada di dalam kebahagiaan ketika keumuman menganggapmu aneh. Ketika engkau tetap menikmati hidup di ruang dan waktu ketika seharusnya kau tak bisa menikmati itu._Jon Quixote_
Apa yang bukan makhluk hidup, tapi bisa bernafas? Adalah subuh. Wa Subhi idza tanafas. Ini adalah pertanyaan seorang pendeta pada Abul Qosim Al Junaidi, seorang sufi di abad-abad terakhir kejayaan islam.
Qumil Layla illa qolila, mereka yang terbangun bahkan sebelum subuh akan berada di barisan pertama orang-orang yang kesadarannya dihidupkan, ketika begitu banyak kesadaran menganggap dirinya hidup, sedang sebenarnya ia mati. Subuh bernafas, hidup, dan mereka yang menyambutnya adalah orang-orang yang akan di hidupkan pertama kali, ketika begitu banyak manusia masih terlelap dalam kematian yang tak mereka sadari. Kita akan terlambat bangun, terlambat bangkit, sadar, ketika subuh-subuh yang lalu dilewatkan tanpa strategi bagaimana subuh-subuh di esok hari terselamatkan : jika berumur panjang. Maka kita pun akan menjadi si telat paham. Kita, orang-orang yang melewati subuh dengan ringan, akan menjadi si telat sadar. Telat paham tentang hidup, tentang pertumbuhan kecerdasan, tentang kebahagiaan.
Malam itu di tengah forum maiyah, aku duduk di dekat khusyuknya Jon Quixote menyimak pembahasan. Ketika satu lagu didendangkan, entah apa yang dia alami, kepalanya angguk-angguk dan menggumam lirih.
"Aku baru paham, mbah, aku baru paham," gumamnya lirih.
"Ente kenapa, Jon?" tanyaku penasaran.
"Mau dengar?" katanya masih sambil terpejam.
Aku mengangguk.
"Simbah datang," kata Jon.
Aku celingukan. Jam 12.30 dini hari, mana mungkin Mbah Nun Datang?
Mana? Mana?
Aku celingukan.
"Malam ini aku diajak naik lebih tinggi," kata Jon lagi.
WTF. Aku tak paham apa maksudnya.
"Kemarin aku menganggap, kesedihan adalah ketika kita meratapi masa lalu, dan ketakutan akan masa depan. Kini meluas," lanjutnya. "Ketika subuh kita lewatkan dengan tenang, dan hal-hal baik tak mampu kita lakukan, maka kita belum bahagia bersama-Nya. Selama ini, kita menjalani kewajiban dan sunnah-Nya dengan kesedihan jiwa dan kita tak sadar bahwa kita dalam kesedihan."
Ngomong apa ini orang?
"Bahwa bahagia adalah ketika kita tetap menikmati keadaan menjalani perintah Tuhan di ruang dan waktu yang seharusnya itu tak membuat kita mampu menikmatinya.Teranggap aneh oleh keumuman. Menikmati keadaan yang seharusnya membuatnya merasa tersiksa. Menganggap surga, sedang sebenarnya berada di neraka,"
"Ente dapat penjelasan dari Mbah Nun, Jon?" tanyaku.
Matanya masih terpejam, kepalanya bergoyang menikmati irama nada-nada.
Sabtu, 3 November 2018 jam 02.44 Pagi.
Apa yang bukan makhluk hidup, tapi bisa bernafas? Adalah subuh. Wa Subhi idza tanafas. Ini adalah pertanyaan seorang pendeta pada Abul Qosim Al Junaidi, seorang sufi di abad-abad terakhir kejayaan islam.
Qumil Layla illa qolila, mereka yang terbangun bahkan sebelum subuh akan berada di barisan pertama orang-orang yang kesadarannya dihidupkan, ketika begitu banyak kesadaran menganggap dirinya hidup, sedang sebenarnya ia mati. Subuh bernafas, hidup, dan mereka yang menyambutnya adalah orang-orang yang akan di hidupkan pertama kali, ketika begitu banyak manusia masih terlelap dalam kematian yang tak mereka sadari. Kita akan terlambat bangun, terlambat bangkit, sadar, ketika subuh-subuh yang lalu dilewatkan tanpa strategi bagaimana subuh-subuh di esok hari terselamatkan : jika berumur panjang. Maka kita pun akan menjadi si telat paham. Kita, orang-orang yang melewati subuh dengan ringan, akan menjadi si telat sadar. Telat paham tentang hidup, tentang pertumbuhan kecerdasan, tentang kebahagiaan.
Malam itu di tengah forum maiyah, aku duduk di dekat khusyuknya Jon Quixote menyimak pembahasan. Ketika satu lagu didendangkan, entah apa yang dia alami, kepalanya angguk-angguk dan menggumam lirih.
"Aku baru paham, mbah, aku baru paham," gumamnya lirih.
"Ente kenapa, Jon?" tanyaku penasaran.
"Mau dengar?" katanya masih sambil terpejam.
Aku mengangguk.
"Simbah datang," kata Jon.
Aku celingukan. Jam 12.30 dini hari, mana mungkin Mbah Nun Datang?
Mana? Mana?
Aku celingukan.
"Malam ini aku diajak naik lebih tinggi," kata Jon lagi.
WTF. Aku tak paham apa maksudnya.
"Kemarin aku menganggap, kesedihan adalah ketika kita meratapi masa lalu, dan ketakutan akan masa depan. Kini meluas," lanjutnya. "Ketika subuh kita lewatkan dengan tenang, dan hal-hal baik tak mampu kita lakukan, maka kita belum bahagia bersama-Nya. Selama ini, kita menjalani kewajiban dan sunnah-Nya dengan kesedihan jiwa dan kita tak sadar bahwa kita dalam kesedihan."
Ngomong apa ini orang?
"Bahwa bahagia adalah ketika kita tetap menikmati keadaan menjalani perintah Tuhan di ruang dan waktu yang seharusnya itu tak membuat kita mampu menikmatinya.Teranggap aneh oleh keumuman. Menikmati keadaan yang seharusnya membuatnya merasa tersiksa. Menganggap surga, sedang sebenarnya berada di neraka,"
"Ente dapat penjelasan dari Mbah Nun, Jon?" tanyaku.
Matanya masih terpejam, kepalanya bergoyang menikmati irama nada-nada.
Sabtu, 3 November 2018 jam 02.44 Pagi.