18 Februari 2015 pukul 18.35
Dari awal masuknya Jepang ke Nusantara tahun 1942, Jepang sebenarnya telah ‘mendoakan’ Indonesia agar merdeka. Kita sering mendengar nasehat orangtua, bahwa ucapan adalah doa. Meski itu tak selalu benar – bahkan bisa jadi menyesatkan, doa Jepang terkabul di tahun 1945 bulan Agustus tanggal 17. Doa Jepang yang pertama adalah didirikannya Tiga A, sebagai organisasi pemerintahan sipil. Lalu PUTERA, atau Pusat Tenaga Rakyat, MIAI, Jawa Hokokai (Hoko, berarti keluarga, kai berarti organisasi/asosiasi), Seinen-dan (Seinen berarti sayap/barisan, dan berarti pemuda), Fujin-kai (Fujin berarti perempuan, kai berari organisasi/asosiasi), dan organisasi militer yang akhirnya berbalik melawan Jepang.
Di pertengahan tahun 1943, Jepang mulai terdesak dalam peta perang melawan Sekutu (Amerika, Inggris, dll). Karena merasa kewalahan, Jepang tergiring menuju doa yang pernah dikatakannya. Jepang membentuk Dewan Pertimbangan Karesidenan (Syu Sangi Kai), semisal Tegal, Brebes, Slawi, Pemalang, Batang, Kendal, itu satu karesidenan dan berpusat di Pekalongan. Jepang juga membentuk Dewan Pertimbangan Kota (Syi Sangi in), agar pemerintahan kota bisa menjalankan pemerintahannya sendiri. Dari peristiwa ini, mulai terlihat bahwa Indonesia sudah dekat dengan kemerdekaan, yaitu memimpin negaranya sendiri.
Terlepas dari penderitaan yang begitu mengerikan yang diberikan Jepang, Kemerdekaan Indonesia menjadi lebih jelas dengan dibentuknya dewan-dewan perwakilan daerah. Nampaknya, keberuntungan memang sedang berpihak pada Indonesia, ketika di tahun 1944, Jepang sudah sangat terdesak oleh Sekutu. Daerah-daerah timur Nusantara (Ambon, Makassar, Manado, Surabaya) telah dikuasai Sekutu. Karena di timur Nusantara (Indonesia) memang ada pusat pertahanan militer Amerika Serikat, yaitu di Pearl Harbour (sebelah timur pulau Papua).
Di tahun 1944 menjelang akhir, Jepang mengadakan sidang parlemen dengan salah satu hasil keputusan yaitu Indonesia boleh merdeka suatu saat. Melihat Jepang yang semakin terdesak oleh Sekutu, dan Jepang membutuhkan bantuan besar dari rakyat Indonesia untuk perang, di bulan Maret 1945 Jepang membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai, alias BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang nantinya berubah menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Lembaga itulah yang saat ini kita kenal sebagai Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Berbeda dengan Belanda yang tak memberikan sedikitpun kesempatan Indonesia untuk memerdekakan diri, Jepang memberi harapan itu (untuk merdeka). Meski pada awalnya itu hanyalah harapan palsu yang diberikan Jepang, dengan didirikannya banyak organisasi harapan itu nampak jelas. Karena alasan inilah, rakyat Indonesia terbagi menjadi dua kategori perjuangan. Soekarno dkk, melakukan perjuangan dengan cara diplomasi – cara damai, sedang Jendral Soedirman dan para pasukannya dengan jalan gerilya (perang sembunyi-sembunyi). Hal ini yang menjadikan perjuangan memerangi Jepang tak sepenuhnya seperti ketika melawan Belanda. Jepang memberi harapan, meskipun palsu. Sedang Belanda menjajah Indonesia tanpa harapan kemerdekaan apapun.
Di bulan Juli 1945, Jepang menyerang Pearl Harbour sebagai pusat pertahanan Amerika Serikat di Samudera Pasifik. Penyerangan ini dilakukan sebagai antisipasi agar wilayah Indonesia bagian timur tidak terancam lagi akan dikuasai Sekutu. Seperti prinsip militer pada umumnya, Menyerang atau diserang lebih dulu. Dengan segala kekuatannya, Jepang menyerang Pearl Harbour melalui laut dan udara. Penyerangan di udara dan laut, kita bisa menyeksikannya dari video Kamikaze (aksi bunuh diri pilot Jepang) yang pernah kita putar di kelas di pertemuan yang lalu. Penyerangan Jepang ke Pearl Harbour, di tahun 2000-an, dijadikan film sejarah sebagai peringatan kengerian terjadinya perang antara Jepang dan Sekutu. Kita bisa memahami betapa perang itu suatu kebodohan yang seringkali tak bisa dihindarkan.
Di bulan Agustus tahun 1945 tanggal 6, giliran Amerika melancarkan aksi balas dendam penyerangan Pearl Harbour di Hiroshima dengan menjatuhkan Bom Atom. Serangan balasan ini menjadi pukulan telak untuk Jepang, sedangkan untuk Indonesia, penderitaan Jepang itu merupakan semacam keberuntungan tak terkira. Tidak berhenti hanya sampai di situ, tanggal 9 Agustus 1945, Amerika menjatuhkan Bom Atom keduanya di Nagasaki. Kerusakan yang begitu parah oleh Bom pemusnah itu (sampai membuat pilot pesawat pengebom menjadi gila), bukan hanya menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki saat itu saja. Sampai hari ini, di dua kota itu tanahnya mati, tak bisa ditanami apa-apa. Hanya bisa menjadi wilayah konservasi, atau dilindungi, menjadi bukti betapa perang adalah kebodohan manusia paling primitif.
Melihat situasi yang sedang berpihak pada Indonesia, tanggal 15 Agustus para pemuda pejuang Indonesia membawa paksa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, satu desa terpencil di Karawang. Episode ketika Soekarno-Hatta di Rengasdengklok, akan dibahas di tulisan berikutnya.
Pertanyaan ketiga, mengapa para pemuda pejuang saat itu membawa paksa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok?
Bersambung ke Belajar Sejarah 4