23 Februari 2015 pukul 20.51
Melihat Jepang yang sedang ketar-ketir merapikan negaranya yang hancur karena dua bom atom, para pemuda Indonesia ingin mengambil momen itu. yaitu dengan segera memproklamasikan diri menjadi negara yang merdeka dari penjajah. Dari inisiatif itu, Sukarni, Wikana, dan Chaerul Saleh (orang-orang muda di dekat Soekarno) membawa paksa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Tujuan mereka membawa dua tokoh itu kesana adalah, pertama Soekarno-Hatta terlalu dekat dengan Jepang (khawatir dipengaruhi agar menuruti keinginan Jepang menunda kemerdekaan lagi). kedua, membujuk mereka untuk segera memproklamasikan kemerdekan tanggal 16 Agustus 1945. Soekarno-Hatta tak setuju. Mereka beralasan, itu terlalu terburu-buru dan tak terpikirkan lebih matang. Soekarno-Hatta kemudian menyusunnya agar proklamasi terjadi di tanggal 17 Agustus 1945.
Mimpi indah bangsa Indonesia untuk merdeka tinggal selangkah lagi. Tapi, kabar buruk terdengar dari Soubuco (Kepala Pemerintahan Umum) di Jakarta. Bahwa setelah kekalahan Jepang terhadap Sekutu pasca di bomnya Nagasaki dan Hiroshima, Indonesia secara otomatis pindah ke dalam kekuasaan Sekutu. Dalam arti sederhana, jika Indonesia berani memerdekakan diri, maka Sekutu akan memerangi Indonesia sekaligus Jepang yang bandel tak mau tunduk meski telah kalah. Terlebih lagi, tanggal 14 Agustus 1945, ternyata Kaisar Hirohito (kaisar Jepang saat itu) telah menandatangani deklarasi kekalahan Jepang pada Sekutu di Potsdam (di LKS tertulis Postdam, itu salah), Jerman. Tentu, ini menjadi bukti bahwa Indonesia hanya berganti penjajah, dari Jepang ke Sekutu. Lalu, apakah Indonesia jadi merdeka kalau begitu? Bagaimana caranya?
Tiga tokoh nasional, Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo, secara diam-diam menyusun agenda proklamasi kemerdekaan di rumah Laksamana Maeda, seorang petinggi angkatan laut Jepang yang mendukung Indonesia untuk merdeka. Rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 (sekarang Perpustakaan Nasional). Ia mengusulkan rumahnya menjadi tempat perumusan proklamasi, karena ia menjamin bahwa tentara Jepang tak akan mencurigai rumahnya. Terjadi diskusi panjang di malam tanggal 17 Agustus 1945 itu. Mereka berdialog dari jam 02.00-04.00 subuh. Ketika teks proklamasi gabungan ide Soekarno-Hatta-Soebardjo selesai, muncul masalah dimana proklamasi akan dilaksanakan. Sukarni mengusulkan, agar proklamasi dilakukan di lapangan Ikada (Ikatan Atletik Daerah) yang sekarang di sebelah tenggara Monumen Nasional/Monas. Tentu, Soekarno dkk, tak setuju. Itu bisa menimbulkan bentrok antara tentara Jepang yang sering berpratroli dan rakyat. Akhirnya diputuskanlah proklamasi dilakukan di rumah Soekarno di Jalan Pegangsan Timur No. 56, yang sekarang menjadi Tugu Proklamasi.
Hari Jumat, 17 Agustus 1945, terdengarlah suara kemerdekaan dari pidato pendek Soekarno. Kabar itu cepat menyebar ke seluruh daerah, menjadikan kantor-kantor penting yang dikuasai Jepang terrebut oleh pemuda Indonesia yang mendengar proklamasi itu.
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. hal-hal Jang mengenai pmindahan kekoesaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam temoh jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 taoen ‘05
Atas nama Bangsa Inndonesia,
Soekarno-Hatta
Lalu, apakah perjuangan Indonesia telah selesai dari perang? Sama sekali belum. Di tahun 1947 sampai 1949, Sekutu menepati kata-katanya. Yaitu jika Indonesiia berani memerdekakan diri, mereka akan datang dan menyerangnya kembali. Tapi... karena kalian merasa ini sudah terlalu banyak, maka cerita saya cukupkan sampai disini saja. Arrigatou gozaimas... ^_^