5 Maret 2015 pukul 16.15
Kita tak tahu apa yg pasti terjadi, brew. Kita tahu banyak kemungkinan, tapi kenyataan tak jarang memberi kita kejutan. Itu yg membuat kita seringkali sulit menerimanya : kenyataan._Jon Q_
Kekuatan dalam diri seseorang tercipta dari seberapa ia tahan terhadap tekanan dalam bentuk apapun. Persoalannya, seseorang cenderung tak jeli, mana kondisi yg harus menjadikannya tertekan - lalu melawannya, dan mana kondisi yg sebenarnya itu remeh, tapi karena tanpa ia tahu bahwa ia lemah, ia merasa sangat tertekan.
"Kondisi seperti apa itu, guru, yg tak seharusnya membuat kita tertekan?" tanya Jon.
"Ketika ia masih memikirkan ucapan orang, tak mampu membalikan / menyerap argumentasi orang pada kita, saat kita merasa emosional hanya karena urusan sepele," jawab gurunya.
"Tapi, bagaimana kita tahu itu sepele?"
"Hatimu tahu. Tanyalah ia ketika berhadapan dengan orang yg tertutup pikirannya," kata guru Jon lagi. "Seperti ketika kau muda dulu, merasa urusan dunia (wanita, tahta, dan harta) ini tak selalu lebih besar dari jiwamu,"
Jon terdiam. Nampak menyerap pemahaman yg gurunya sampaikan.
"Tapi, bagaimana jika orang yg kita hadapi adalah orang yg tak mau sedikitpun mendengarkan kita, tak mau sedikitpun diberikan pemahaman? Bukankah selalu saja ada sisi-sisi pemahaman manusia yg lemah?"
"Sampaikan, lalu tinggalkan mereka,"
"Tapi mereka menganggap apa yg bukan milik mereka sebagai haknya. Bagaimana itu? Dipahamkan tak mau, malah mengklaim hak orang lain?"
"Diffraction," kata guru Jon.
"Di.. Di-, apa?"
"Difraction. Kecoh, tipu mereka, agar mereka mengerti kebodohannya sendiri, bahkan sebelum kau memulai bicara,"
Kening Jon mengernyit.
"Ba-, bagaimana caranya???"
Bersambung
Kekuatan dalam diri seseorang tercipta dari seberapa ia tahan terhadap tekanan dalam bentuk apapun. Persoalannya, seseorang cenderung tak jeli, mana kondisi yg harus menjadikannya tertekan - lalu melawannya, dan mana kondisi yg sebenarnya itu remeh, tapi karena tanpa ia tahu bahwa ia lemah, ia merasa sangat tertekan.
"Kondisi seperti apa itu, guru, yg tak seharusnya membuat kita tertekan?" tanya Jon.
"Ketika ia masih memikirkan ucapan orang, tak mampu membalikan / menyerap argumentasi orang pada kita, saat kita merasa emosional hanya karena urusan sepele," jawab gurunya.
"Tapi, bagaimana kita tahu itu sepele?"
"Hatimu tahu. Tanyalah ia ketika berhadapan dengan orang yg tertutup pikirannya," kata guru Jon lagi. "Seperti ketika kau muda dulu, merasa urusan dunia (wanita, tahta, dan harta) ini tak selalu lebih besar dari jiwamu,"
Jon terdiam. Nampak menyerap pemahaman yg gurunya sampaikan.
"Tapi, bagaimana jika orang yg kita hadapi adalah orang yg tak mau sedikitpun mendengarkan kita, tak mau sedikitpun diberikan pemahaman? Bukankah selalu saja ada sisi-sisi pemahaman manusia yg lemah?"
"Sampaikan, lalu tinggalkan mereka,"
"Tapi mereka menganggap apa yg bukan milik mereka sebagai haknya. Bagaimana itu? Dipahamkan tak mau, malah mengklaim hak orang lain?"
"Diffraction," kata guru Jon.
"Di.. Di-, apa?"
"Difraction. Kecoh, tipu mereka, agar mereka mengerti kebodohannya sendiri, bahkan sebelum kau memulai bicara,"
Kening Jon mengernyit.
"Ba-, bagaimana caranya???"
Bersambung