16 Februari 2015 pukul 21.50
Ketika pikiranmu berkata kau telah mengendalikannya, kau tak sadar bahwa sebenarnya ia (pikiran) yg telah mengendalikanmu._Jon Q_
Pantas si Jon buru-buru ke dapur saat aku datang. Ia mau membuatkan kopi ternyata. Wuih, tumben ini orang waras.
"Minum dulu kopinya," Jon mempersilakan.
Tanpa ragu aku meminumnya. "Kopimu hitam, Jon? Aku putih, sengaja atau kehabisan?" candaku mengawali.
"Kopi yg kau minum itu," ucap Jon, aku mendengarnya sembari minum kopi nikmat itu. "Dapat nemu di jalan, tadi sore sepulang sekolah,"
KaMpR*Tt!
"Woohh.. Pantas kau baik benar hari ini. Ada niat terselubung ternyata? Asyem.." umpatku. Tapi, kok si Jon tak tertawa seperti biasanya? Ada masalah apalagi dia?
"Kenapa? Muka kusut begitu? Masalah sekolahmu lagi?" tanyaku.
"Bukan," dia menggeleng. "Ada teman, dia seperti asosial - tak membaur. Secara penampilan dia tampan, tinggi, tapi dengan banyak orang dia kurang membaur,"
"Penafsiranmu?"
"Em, mungkin ini prasangkaku saja," kopinya diminum lagi. "Dari pengalaman mendeteksi psikis seseorang, seperti ada trauma masa lalu yg belum bisa dia maafkan. Lalu sebagai pelampiasan - kemarahan, dia acuh pada dunia sekitar,"
"Seperti nasehat : Kau boleh marah pada dirimu, tapi bukan dengan menolak kenyataan&menghindari dunia? Begitu?" aku menanggapi. "Jika dilihat dari sisi keilmiahan, kira-kira apa penyebabnya, Jon?"
"Aku tak tahu pasti,"
"Ya makanya, tadi aku bilang sisi 'keilmiahan', asumsi, praduga. Jangan libatkan agama dong. Agama menuntut keyakinan, sedang ilmu didasari atas keraguan," sanggahku.
"Emm.. Jika aku dia, ada semacam ketakutan. Entah kekhawatiran dia melukai perasaan orang lain, sampai dia memilih menjaga jarak sosial. Atau tentang masa lalu yg sangat menyakitkan,"
"Misalnya?"
"Bad love, bad relationship.. i don't know,"
"Tak sepertimu ya - hehe," candaku. "Justru rasa sakit mengubahmu yg dulu prefeksionis, layak menjadi orang yg dikagumi, menjadi orang kampungan yg selalu merendahkan diri. Hidup tanpa 'label' - konyol,"
Ketika pikiranmu berkata kau telah mengendalikannya, kau tak sadar bahwa sebenarnya ia (pikiran) yg telah mengendalikanmu._Jon Q_
Pantas si Jon buru-buru ke dapur saat aku datang. Ia mau membuatkan kopi ternyata. Wuih, tumben ini orang waras.
"Minum dulu kopinya," Jon mempersilakan.
Tanpa ragu aku meminumnya. "Kopimu hitam, Jon? Aku putih, sengaja atau kehabisan?" candaku mengawali.
"Kopi yg kau minum itu," ucap Jon, aku mendengarnya sembari minum kopi nikmat itu. "Dapat nemu di jalan, tadi sore sepulang sekolah,"
KaMpR*Tt!
"Woohh.. Pantas kau baik benar hari ini. Ada niat terselubung ternyata? Asyem.." umpatku. Tapi, kok si Jon tak tertawa seperti biasanya? Ada masalah apalagi dia?
"Kenapa? Muka kusut begitu? Masalah sekolahmu lagi?" tanyaku.
"Bukan," dia menggeleng. "Ada teman, dia seperti asosial - tak membaur. Secara penampilan dia tampan, tinggi, tapi dengan banyak orang dia kurang membaur,"
"Penafsiranmu?"
"Em, mungkin ini prasangkaku saja," kopinya diminum lagi. "Dari pengalaman mendeteksi psikis seseorang, seperti ada trauma masa lalu yg belum bisa dia maafkan. Lalu sebagai pelampiasan - kemarahan, dia acuh pada dunia sekitar,"
"Seperti nasehat : Kau boleh marah pada dirimu, tapi bukan dengan menolak kenyataan&menghindari dunia? Begitu?" aku menanggapi. "Jika dilihat dari sisi keilmiahan, kira-kira apa penyebabnya, Jon?"
"Aku tak tahu pasti,"
"Ya makanya, tadi aku bilang sisi 'keilmiahan', asumsi, praduga. Jangan libatkan agama dong. Agama menuntut keyakinan, sedang ilmu didasari atas keraguan," sanggahku.
"Emm.. Jika aku dia, ada semacam ketakutan. Entah kekhawatiran dia melukai perasaan orang lain, sampai dia memilih menjaga jarak sosial. Atau tentang masa lalu yg sangat menyakitkan,"
"Misalnya?"
"Bad love, bad relationship.. i don't know,"
"Tak sepertimu ya - hehe," candaku. "Justru rasa sakit mengubahmu yg dulu prefeksionis, layak menjadi orang yg dikagumi, menjadi orang kampungan yg selalu merendahkan diri. Hidup tanpa 'label' - konyol,"