22 Maret 2015 pukul 19.10
Dalam logika kita yg cacat, Tuhan tak bisa kita suap dengan ibadah apapun. Sholat, puasa, dzikir, doa, tak bisa membeli kehendak-Nya. Kemahapemurahan-Nya untuk siapa saja yg Ia kehendaki._Jon Q_
"Apa yg menjadikan kita menyangka bahwa kita tidak sedang dalam kasih sayang-Nya?" tanyaku pada Jon. Aku tahu akhir-akhir ini ia tengah puyeng oleh sekolahnya. Tapi, psikologi dasar mengatakan, semakin banyak persoalan menimpa seseorang, semakin ia membutuhkan teman. Eh, tapi si Jon itu memang punya jiwa?
"Emm.. Itu logika cacat," jawab Jon pendek.
"Kok cacat, Jon?" tanyaku lagi. "Memangnya kau tak pernah merasa begitu?"
"Enggak," jawabnya pendek lagi. Ini orang lagi puasa bicara / lagi marah?
"Lagi marah kau, Jon?"
"Enggak,"
"Lah, terus kenapa nggak ngomong?"
"Ini, aku ngomong,"
"Ck, maksudnya, kasih penjelasan dong, tadi bilang logika cacat apa artinya?"
"Artinya kita mencoba memikirkan apa yg sebenarnya tak bisa kita pikirkan,"
Jebret!
Aku nyengir, tak paham maksudnya.
"He, jelaskan lebih banyak dong - hehe,"
"Misalnya apa?" tanya Jon.
"Misalnya apa, apa Jon?" aku tambah bingung.
"Lah tadi bilang merasa tak sedang dalam kasih sayang Tuhan? Misalnya apa?"
"Ooo.. Em.. Misalnya.. Terus menerus dalam masalah besar?" aku menyindir.
"Akan jadi apa kau kalau ibu/bapakmu terus memberi apa yg kau pinta?" kata Jon.
"Eh? Apa hubungannya?" aku tak mengerti.
"Cinta tak selalu harus memberi kepuasan. Kau tak akan belajar untuk sabar, tabah, jika ia yg mencintaimu selalu memberi apa yg kau pinta. Jiwamu rapuh, logikamu cacat, kau tak akan pernah mandiri," jelasnya. "Sampai ini, ada hubungannya dengan rahman/rahim-Nya?"
Aku menggeleng.
"Tuhan tak bisa disuap dengan ibadah apapun. Ada orang yg rajin ibadah, tapi tetap dalam masalah. Ada orang yg ibadah biasa saja, tapi Ia selalu menolongnya," terangnya lagi. "Hanya iman yg akan menyelamatkan kita, iman yg ikhlas, tak merasa ibadah kita baik, juga tak merasa apa-apa meski ujian besar terus menimpa,"
Dalam logika kita yg cacat, Tuhan tak bisa kita suap dengan ibadah apapun. Sholat, puasa, dzikir, doa, tak bisa membeli kehendak-Nya. Kemahapemurahan-Nya untuk siapa saja yg Ia kehendaki._Jon Q_
"Apa yg menjadikan kita menyangka bahwa kita tidak sedang dalam kasih sayang-Nya?" tanyaku pada Jon. Aku tahu akhir-akhir ini ia tengah puyeng oleh sekolahnya. Tapi, psikologi dasar mengatakan, semakin banyak persoalan menimpa seseorang, semakin ia membutuhkan teman. Eh, tapi si Jon itu memang punya jiwa?
"Emm.. Itu logika cacat," jawab Jon pendek.
"Kok cacat, Jon?" tanyaku lagi. "Memangnya kau tak pernah merasa begitu?"
"Enggak," jawabnya pendek lagi. Ini orang lagi puasa bicara / lagi marah?
"Lagi marah kau, Jon?"
"Enggak,"
"Lah, terus kenapa nggak ngomong?"
"Ini, aku ngomong,"
"Ck, maksudnya, kasih penjelasan dong, tadi bilang logika cacat apa artinya?"
"Artinya kita mencoba memikirkan apa yg sebenarnya tak bisa kita pikirkan,"
Jebret!
Aku nyengir, tak paham maksudnya.
"He, jelaskan lebih banyak dong - hehe,"
"Misalnya apa?" tanya Jon.
"Misalnya apa, apa Jon?" aku tambah bingung.
"Lah tadi bilang merasa tak sedang dalam kasih sayang Tuhan? Misalnya apa?"
"Ooo.. Em.. Misalnya.. Terus menerus dalam masalah besar?" aku menyindir.
"Akan jadi apa kau kalau ibu/bapakmu terus memberi apa yg kau pinta?" kata Jon.
"Eh? Apa hubungannya?" aku tak mengerti.
"Cinta tak selalu harus memberi kepuasan. Kau tak akan belajar untuk sabar, tabah, jika ia yg mencintaimu selalu memberi apa yg kau pinta. Jiwamu rapuh, logikamu cacat, kau tak akan pernah mandiri," jelasnya. "Sampai ini, ada hubungannya dengan rahman/rahim-Nya?"
Aku menggeleng.
"Tuhan tak bisa disuap dengan ibadah apapun. Ada orang yg rajin ibadah, tapi tetap dalam masalah. Ada orang yg ibadah biasa saja, tapi Ia selalu menolongnya," terangnya lagi. "Hanya iman yg akan menyelamatkan kita, iman yg ikhlas, tak merasa ibadah kita baik, juga tak merasa apa-apa meski ujian besar terus menimpa,"