25 Februari 2015 pukul 21.36
Para pejuang itu seperti bintang. Mereka banyak. Hanya saja, saling berjauhan dan tertutupi gelap malam. Tak ada yg memaksamu berjuang untuk banyak orang. Tapi kehidupan tak mungkin salah orang, ketika ia ingin sesuatu menjadi lebih baik di tangan ia yg dipilihnya._Jon Q_
"Masih jauh sekali," cerita Jon pada gurunya. "Perjuangan itu masih begitu jauh. Entah sampai kapan. Aku tak takut gagal, yg aku takutkan usiaku tak cukup untuk menyelesaikan itu,"
"Apa itu menjadi alasanmu untuk menjadi lemah?" tanya gurunya.
"Umur? Tentu tidak, guru," kata Jon. "Aku hanya.., ah, terkadang aku tak berani ketika yg harus aku lawan adalah saudara sendiri,"
"Jika memang saudaramu itu menghambat kebaikan yg kau lakukan, mengapa tidak?"
"Mengapa aku harus merasa apa yg aku lakukan ini kebaikan?"
"Lalu kau akan gunakan apa sebagai dasar kau bertidak, jika bukan kebaikan?"
"Aku tak tahu. Sampai ini pun aku tak tahu, pemahaman apa yg harus aku pegang, bahwa itu benar,"
"Sifat hati-hatimu itu bisa saja menjadi kelemahanmu,"
"Apa yg bisa aku pegang, guru? Orang bisa saja berkata aku benar, tapi apakah mereka benar-benar tahu kondisi yg terjadi disana? Tapi jika ini adalah salah jalan yg ku lalui, mengapa seakan hatiku tak setuju, membiarkan itu hancur?"
Guru Jon terdiam.
"Seringkali aku berpikir, perjuangan di sana menuntut semua masa depanku. Menentang kemapanan berpikir, menaklukan orang-orang yg tak mau paham, mewujudkan impian banyak orang, dengan tetap tak membawa hasrat individu di dalamnya. Apakah hidup seperti ini benar, guru?"
"Mengapa kau jadi penakut begitu?" kata guru Jon. "Kita mampu mengubah nasib sendiri. Tapi tentang takdir, masa depan, jika itu datang kita tahu kita tak akan bisa lari darinya. Benar, salah, baik, buruk, aku kira kau sudah tak peduli lagi?"
"Masih jauh sekali," cerita Jon pada gurunya. "Perjuangan itu masih begitu jauh. Entah sampai kapan. Aku tak takut gagal, yg aku takutkan usiaku tak cukup untuk menyelesaikan itu,"
"Apa itu menjadi alasanmu untuk menjadi lemah?" tanya gurunya.
"Umur? Tentu tidak, guru," kata Jon. "Aku hanya.., ah, terkadang aku tak berani ketika yg harus aku lawan adalah saudara sendiri,"
"Jika memang saudaramu itu menghambat kebaikan yg kau lakukan, mengapa tidak?"
"Mengapa aku harus merasa apa yg aku lakukan ini kebaikan?"
"Lalu kau akan gunakan apa sebagai dasar kau bertidak, jika bukan kebaikan?"
"Aku tak tahu. Sampai ini pun aku tak tahu, pemahaman apa yg harus aku pegang, bahwa itu benar,"
"Sifat hati-hatimu itu bisa saja menjadi kelemahanmu,"
"Apa yg bisa aku pegang, guru? Orang bisa saja berkata aku benar, tapi apakah mereka benar-benar tahu kondisi yg terjadi disana? Tapi jika ini adalah salah jalan yg ku lalui, mengapa seakan hatiku tak setuju, membiarkan itu hancur?"
Guru Jon terdiam.
"Seringkali aku berpikir, perjuangan di sana menuntut semua masa depanku. Menentang kemapanan berpikir, menaklukan orang-orang yg tak mau paham, mewujudkan impian banyak orang, dengan tetap tak membawa hasrat individu di dalamnya. Apakah hidup seperti ini benar, guru?"
"Mengapa kau jadi penakut begitu?" kata guru Jon. "Kita mampu mengubah nasib sendiri. Tapi tentang takdir, masa depan, jika itu datang kita tahu kita tak akan bisa lari darinya. Benar, salah, baik, buruk, aku kira kau sudah tak peduli lagi?"